Dikit-dikit Cembokur [END]

Door rzbellyz

124K 8.9K 994

Di bilang sayang nggak juga, dibilang cinta apalagi. "Kita ini pacaran berdasarkan apa?" "Harus banget ada da... Meer

tak kenal maka tak cinta
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
duabelas
tigabelas
empatbelas
limabelas
enambelas
tujuhbelas
delapanbelas
sembilanbelas
duapuluh
duapuluhsatu
duapuluhdua
duapuluhtiga
duapuluhempat
duapuluhenam
duapuluhtujuh
maaf
duapuluhdelapan
duapuluhsembilan
tigapuluh
tigapuluhsatu
limabelasribu
tigapuluhdua
tigapuluhtiga
tigapuluhempat
tigapuluhlima
tigapuluhenam
tigapuluhtujuh
tigapuluhdelapan
tigapuluhsembilan
empatpuluh (the last)

duapuluhlima

2K 152 3
Door rzbellyz

Sesuai janji, bermodalkan pesan teks yang dikirim manusia bajingan, kata Alan.

Mereka akan bertemu di tempat dimana mereka dikeroyok sebelumnya.

Kini Alan duduk di atas motornya menunggu kedatangan pengecut yang mencari masalah dengan mereka sebelumnya.

Tidak lupa Gibran, Davin dan Fano juga ikut serta duduk diatas motor mereka masing-masing.

Datang segerombolan motor dengan asap yang mengepul, seseorang paling depan memimpin seolah mengatakan mereka tidak terkalahkan.

Menghentikan motor mereka dengan jarak cukup dari sekawanan Alan.

Melihat itu Alan berdecih.

Sama seperti sebelumnya mereka semua masih memakai helm untuk menutupi wajah mereka.

Alan turun dari motornya menggertakan gigi, rahangnya mengeras.

Fano turun dari motor menyusul Alan, "Lan jangan gegabah." Tegur laki-laki itu.

Alan hanya diam dan terus berjalan menuju gerombolan yang berani mengganggu nya dan teman-temannya ini.

Melihat Alan yang terus berjalan kearah gerombolan lawan, Gibran siaga kalau-kalau mereka akan keroyokan seperti kemarin.

"Jangan jadi pengecut, kalo mau duel silahkan unjuk diri." Ujar Alan sambil melemaskan otot-ototnya.

Diam-diam Davin dan Gibran senyum-senyum, bangga dengan Alan.

"Vin, keren juga temen kita." Bisik Gibran dari atas motornya.

"Yoi berkarisma gitu ya gak?" Balas Davin cekikikan.

Fano yang mendengar hanya geleng-geleng.

"Berani lo lawan kita-kita?" Tanya seseorang dari gerombolan lawan meremehkan.

Alan hanya mendengus.

"Nggak usah sok jagoan!! Kemaren aja udah babak belur." Seru satu orang lagi lalu di iringi seruan dari yang lain.

"Banci lo!!"

"Di pukul dikit aja kesakitan!!"

"Jangan maen di jalanan takutnya nyasar!!"

Laki-laki dengan motor paling depan itu mengangkat sebelah tangannya, menandakan untuk anggotanya diam.

"Gue kira mau adu jotos ternyata adu mulut, yakin laki?" Tanya Alan menohok.

"BANGS-"

lagi-lagi cowok yang paling depan itu mengangkat sebelah tangannya.

Menyuruh mereka diam.

Turun dari motornya meregangkan badannya.

Davin, Gibran dan Fano sudah turun dari motor mereka akan menyusul Alan kedepan gerombolan lawan.

Laki-laki itu berpaling memunggungi Alan, melepas helmnya.

Lalu berbalik menghadap Alan menampilkan senyum miringnya.

Alan mematung seketika.

Laki-laki itu menarik tangan Alan dengan paksa berusaha untuk berjabat tangan.

Alan tidak bisa melawan seolah saraf otak nya tidak sejalan dengan tubuhnya.

Melihat respon Alan yang diluar dugaannya laki-laki itu semakin gencar.

Menarik Alan dalam pelukannya.

"Long time no see, Farel." Bisik laki-laki berjaket kulit berwarna coklat itu.

Seolah ruang menghimpit dirinya, nafasnya tidak tenang jantungnya berdetak kencang, sudah lama ia tidak merasakan ini.

Alan memejamkan matanya.

Lalu melayangkan satu pukulan di perut laki-laki yang sangat ingin ia lindungi, dulu.

Semua anggota laki-laki itu langsung turun dari motornya berniat membalas Alan.

"Hehe pedes juga pukulan lo, Rel." Ujar laki-laki itu sambil berdiri kembali ke arah Alan yang awalnya sempat tersungkur.

"Cukup." Tegas Alan, kepalanya terasa ingin pecah sekarang.

"Kenapa? Takut ketahuan orang-orang-" laki-laki itu mendekat ke Alan dan berbisik, "Kalo lo udah buang adik-adik lo sendiri."

Bugh!

Satu pukulan lagi-lagi Alan layangkan di wajah laki-laki yang ada di hadapan nya itu.

Kali ini anggota gerombolan itu benar - benar akan membalas Alan, mereka sudah menahan tubuh Alan dan menghadapkannya kearah laki-laki berjaket kulit coklat.

Seolah hanya dia lah yang boleh memukul Alan.

Soal Davin, Gibran dan Fano mereka tetap diam di tempat, mereka sudah membuat kesepakatan sebelumnya jangan maju sebelum Alan minta.

Walaupun ada sedikit perasaan cemas menghampiri mereka.

Kedua tangan Alan ditahan kuat tidak bisa lepas dari empat orang yang menjeratnya.

"Lepasin gue." Ujar Alan yang menahan sesuatu didalam dirinya rasanya sakit tapi tidak tahu dimana, kini ia perlu obatnya.

"Segitunya lo nggak mau ketemu gue??" Tanya laki-laki itu sambil memandangi Alan.

"Kayaknya lo amat sangat bahagia hidup sama ibu sampai bener-bener lupa sama gue."

"Terserah lo mau ngomong apa, cepet lepasin gue." Alan terjebak di lubang yang selalu menghantuinya.

"Oke, gue lepasin lo hari ini, karena kemaren gue yang mukul lo, kita gantian, harus adil iya kan?"

Laki-laki itu menyuruh teman-temannya melepaskan Alan, lalu memeluk Alan lagi.

"Namanya juga sodara harus adil ya nggak bro?" Ujar laki-laki itu lalu melepaskan pelukannya.

Alan berbalik meninggalakan orang yang selalu menghantuinya selama ini.

"Kalo lo lupa!! Nama gue Gerald!!" Teriak Gerald si ketua Geng motor Arodas, lalu mereka meninggalakan lokasi.

Melihat gerak-gerik Alan yang aneh Fano antisipasi mendekat pada Alan.

Dan benar saja Alan benar-benar jatuh tumbang didekatnya.

Alan tidak sadarkan diri.

^^^^^

"Jadi gimana kita bawa Alan nya kerumah sakit?" Tanya Naya yang menyetir mobil saat ini.

Tadi Fano menghubungi Naya agar membawa mobil ketempat mereka.

"Jangan."
"Bawa aja kerumahnya." Di mobil sekarang hanya mereka bertiga.

Soal motor Davin dan Gibran yang urus.

"Fano, jangan lupa kabarin juga Gebi!" Ujar Naya, Fano hanya mengangguk.

^^^^^

Segera mereka menggotong Alan kekediamannya, saat di pencet bell itu ternyata yang membukakan pintu adalah mama Alan.

Tentu saja beliau terlihat sangat terkejut.

Mereka membawa Alan ke kamarnya merebahkannya disana.

Lalu mama Alan berbincang sebentar didalam kamar dengan Fano, sedangkan Naya keluar karena merasa bukan urusannya.

Mencoba menghubungi Gebi berkali-kali tapi tidak diangkat.

Tidak lama bell rumah berbunyi, antisipasi Naya yang membukakan pintu, dan benar saja Gebi datang dengan raut khawatirnya.

"Dimana Alan?" Tanya nya langsung.

"Tenang, Alan nggak papa dia cuman pingsan." Jelas Naya.

"Gimana bisa sampe pingsan??" Rasanya aneh Alan biasanya tidak sampai pingsan begini jika berkelahi.

Suara pintu dibuka mengalihkan fokus Gebi, Gebi langsung mendatangi Fano dan mama Alan.

"Halo tante, aku Gebi."

"Iya kamu pacar nya Alan kan? Alan sering cerita." Ujar Mama Alan sambil tersenyum.

"Bisa kita bicara sebentar?" Ajak Mama Alan pada Gebi, tapi Fano langsung menatap Mama Alan seolah ingin mengatakan sesuatu.

Mama Alan hanya tersenyum menanggapi Fano.

Sampai di ruang keluarga, mereka duduk bersisian.

Mama Alan memandangi seluruh wajah Gebi seolah mencari sesuatu untuk menjadi kunci ia membuka suara.

"Cantik ya pacar Alan." Ujar Mama Alan sambil menggambil tangan Gebi untuk digenggamnya.

"Kamu tuluskan sama Alan?"

"I-iya tante."

Mama Alan tersenyum lalu mengelus lembut surai lembut Gebi.

"Pantesan kamu sering di banggain Alan ternyata kamu secantik ini, hatinya juga." Mendengar itu Gebi kikuk sendiri rasanya aneh mendangar pujian seperti ini.

"Kamu tau nggak? Alan itu dulu anaknya pendiam loh sampai-sampai nggak mau bicara sama sekali sama orang." Mama Alan mulai bercerita, dan Gebi hanya mendengarkan.

"Kalo mau berinteraksi harus di tulis dulu, jadi kemana-mana bawa note kecil." Ujar Mama Alan memandang lurus seolah melihat masa lalu.

"Tante kira dia punya kelainan ternyata setelah di bawa ke dokter dia punya depresi yang cukup dalam." Gebi yang mendengar itu rasanya tidak percaya Alan yang ia kenal seperti itu.

"Tante kalo aku boleh nanya itu umur Alan berapa?"

"Sekitar umur 5 tahunan, di umur itu Tante dan Om menemukan Alan." Jawab Mama Alan.

Gebi terkesiap bagaimana bisa Alan kecil yang berumur lima tahun memiliki kenangan pahit sehingga membuat dirinya depresi, terlebih lagi ia bukan anak kandung dari keluarganya sekarang.

"Namanya juga kehidupan nggak ada yang bisa kita hindari, tadi pasti Alan pingsan karena penyakitnya kambuh."

Tidak terasa Gebi meneteskan air matanya, selama ini Gebi tidak menyadari begitu berat hidup menjadi Alan Putra Wijaya, si anak malang yang berusia lima tahun di temukan di bawah gorong-gorong tanpa orang tua. Menangis pun tidak, ia hanya bersembunyi disana, takut orang-orang akan menyakitinya lagi.

-----Area Bebas Gelut-----

Haiii
Intinya jangan lupa vote ya
Jujur aku sampai nangis nulis ini
Maaf kalo masih belepotan
See yaa next chap!!!




Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

5.7M 244K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
754K 51.1K 42
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
333K 16.6K 33
Punya Abang engga selamanya nyebelin gaes. Bagi Kalila Jasmin, ia malah merasa sangat beruntung mempunyai seorang Abang. Karena sang Abang memiliki t...
238K 32.2K 91
Menyamar menjadi cowok kemayu? Tidak masalah bagi Reja Georiyan Madava, cowok emosian yang sifatnya seperti ranjau darat, bisa meledak walaupun cuma...