A or A [New Version]

By fairytls

1.4M 135K 2.6K

[PRIVAT, FOLLOW UNTUK BACA LENGKAP] Aku menemukan kehidupan baru setelah mengalami kecelakaan yang tidak pern... More

P R O L O G U E
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
New Story

Chapter 9

34.8K 3.7K 11
By fairytls

Aku dan Daddy sedang berada di halaman rumah. "Mau berangkat bareng Daddy atau dianter Pak Willy?"

"Nggak keduanya, aku bisa berangkat sendiri, Dad."

"Yakin? Nggak mau bareng Daddy?"

"Yakin, Daddy. Udah, sekarang Daddy berangkat, nanti telat." Aku memeluk lengan Daddy dan menyeretnya ke arah mobil.

Sebelum masuk ke dalam mobil, Daddy mencium puncak kepalaku penuh kasih sayang. "Daddy berangkat, jangan membuat onar di sekolah."

"Siap, Big boss!"

"BYE, DADDY!" Aku berseru saat melihat mobil Daddy sudah bergerak meninggalkan halaman rumah.

"Mau berangkat bareng?" Suara Sean membuatku merubah posisi jadi menghadap ke arahnya, Sean tengah berdiri tak jauh dari tempatku berpijak.

Sebelah alisku terangkat, jelas aku mendengar Sean baru saja mengajakku pergi ke sekolah bersama. Gue nggak salah denger, kan? batinku.

Dengan langkah pasti aku mendatangi Sean. "Lo lagi nggak kemasukan Jin, kan?" Aku menyentuh kening Sean menggunakan punggung tangan untuk mengecek suhunya. "Nggak panas."

"Yaudah kalo nggak mau." Sean menabrak bahuku, ia berjalan menuju motornya.

"Kapan gue bilang nggak mau!" kesalku menyusul Sean.

Di tangah perjalanan, aku melingkarkan tangan pada pinggang Sean. Dapat aku rasakan tubuh Sean sedikit menegang akibat sentuhanku diperutnya. Tak terdengar protes dari bibir Sean, aku pun memberanikan diri menempelkan kepala dipunggung lebar Sean.

Motor sport Sean memasuki parkiran sekolah. Beberapa pasang mata melihat ke arah kami. Kayak nggak pernah liat Kakak Adek boncengan aja, batinku sambil melirik mereka.

"Tumben berangkat bareng," ucap Dion saat motor Sean telah terparkir di sebelah motornya.

Baik aku maupun Sean tak membalas perkataan Dion.

"Kasian, dikacangin." Rey tertawa kecil mengejek Dion.

"Mau gue anter ke kelas?" tanya Sean.

Aku menggeleng. "Nggak usah, makasih buat tumpangannya."

Aku berjalan gontai menuju kelas, menutup mulutku yang terbuka dengan telapak tangan ketika rasa ngantuk menyerang. Semalam aku melanjutkan membaca buku diary milik Leta hingga selesai sampai jam tiga pagi. Secara garis besar aku sudah tahu bagaimana kehidupan Alleta.

Aku Masuk ke dalam kelas dan duduk dibangku. Kemudian membenamkan wajah diantara lipatan tanganku yang berada di atas meja. Untuk sesaat aku memejamkan mata, namun tidak benar-benar tidur.

Meski mataku terpejam, aku bisa mendengar kelas mulai ramai.

"Selamat pagi, Anak-Anak."

"Pagi, Pak."

"Hei, yang di belakang. Angkat kepalamu, ini bukan waktunya jam tidur." Suara peringatan dari Pak Guru.

Perlahan aku mengangkat kepala, melihat Pak Guru di depan. "Maaf, Pak."

"Oke, mari kita mulai belajar. Jangan membuat keributan, mengerti!" Pak Guru mulai menulis materi dipapan tulis.

***

Kringggg

Dengan rasa kantuk yang masih tersisa, aku berjalan menuju toilet untuk mencuci muka. Masuk ke dalam toilet dan berdiri di depan wastafel. Tanganku segera menampung air sesudah keran dinyalakan.

"Leta," panggilnya yang kini telah berdiri di sebelahku.

"Lo ngikutin gue?"

"Nggak kok, aku cuma mau cuci tangan aja." Karin membalas. "Kamu mau cuci muka, kan? Keliatan di kelas tadi kamu mengantuk."

"Em," balasku, setelahnya langsung membasuh wajah sebanyak tiga kali. Kemudian aku berjalan ke sisi kanan toilet untuk mengambil tissue.

"Gue duluan ya," ucapku meninggalkan Karin di toilet sendirian.

Aku melangkah menuju kantin untuk mengisi perut. Selesai memesan makanan, aku berjalan membawa nampan berisi bakso serta minuman untuk mencari tempat duduk.

"Leta! Sini." panggil Liam.

"Nyari tempat duduk, kan?" tanya Liam saat aku sudah berdiri di depannya.

Aku mengangguk sebab kursi di kantin hampir penuh. Sebelum Liam memanggilku, aku sudah melihat kursi kosong yang berada di pojok dan hendak ke sana.

"Duduk di sini aja, kosong kok," tawar Liam.

Melirik empat laki-laki yang satu meja dengan Liam lalu berkata. "Nggak apa-apa gue duduk di sini?" tanyaku.

"Santai aja, nggak apa-apa kok. Ayo duduk, nggak pegel berdiri terus."

"Makasih." Aku melempar senyum kepada Liam.

"Itu tempat duduk Karin," ucap Gara.

Padahal bokongku belum sempat menyentuh dasar kursi, suara Gara sudah menginterupsi membuat aku kembali menegakkan tubuh. "Oh. Yaudah gue cari meja lain aja."

Liam berdiri dan menahan lenganku. "Nggak usah, duduk aja," suruh Liam. "Lo juga, Gar. Lo bilang kursi ini tempat duduk Karin? Jelas-jelas kursi di samping lo kosong, bukannya lo lebih suka Karin duduk di samping lo."

"Lo nggak budek?" Netra Gara menatap Liam tajam. "Kalau gue bilang itu tempat Karin, ya tempat Karin."

"Lah, kenapa jadi tegang gini woi, perkara kursi doang aelah." Dion menyela.

"Gini deh, Gar. Kalo lo nggak mau kursi di samping liam didudukin sama Leta. Terus lo mau Leta duduk di mana?" pungkas Dion.

"Di samping gue."

Perkataan Gara sontak membuatku kaget, bahkan Dion beserta Rey saja mulutnya sampai menganga tak percaya.

Suara kursi yang bergesekkan dengan lantai berhasil merebut atensiku, ternyata Sean baru saja berdiri dari posisi duduknya. Sean menarik diriku agar duduk di tempat duduknya. Seperti tidak terjadi apapun, semuanya kembali pada aktivitas masing-masing.

"Mau ke mana, Gar?" tanya Rey melihat Gara berdiri.

"Karin." Gara menjawab setelahnya ia pergi meninggalkan meja.

Setelah Gara pergi, aku mulai meracik bakso ku. Tiga sendok sambal, tiga tetes kecap, dan sentuhan terakhir sedikit saos tomat.

"Leta, itu pedes," ucap Liam.

"Gapapa, ini tuh enak tau," balasku sambil menggigit pentol bakso berukuran kecil dengan nikmat. Baksonya memang pedas, tapi aku sangat menikmati sensasi terbakar di dalam mulut.

Keringat mulai muncul dikeningku, bibirku terasa terbakar. Namun aku tak menghentikan kegiatan makanku. "Sean, tolong tisunya." Aku menunjuk kotak tissue di dekat tangan Sean karena merasakan cairan bening mulai keluar dari hidung.

Bukannya memberikan kotak tissue, Sean malah mengambil mangkuk bakso milikku dan menukar dengan bakso miliknya.

"Kok ditukar sih!" kesalku sambil menahan pedas.

Sean menarik dua lembar tissue dari tempatnya. "Lap ingus lo," ujar Sean seraya menyodorkan tissue kepadaku.

Meraih tissue ditangan Sean, aku mulai mengelap hidungku. "Balikin bakso gue," pintaku.

Sean tak mengindahkan perkataanku, dengan santainya ia memakan bakso milikku yang sisa setengah. Meski kesal aku terpaksa merelakan bakso itu di makan oleh Sean. Sejurus aku teringat kenangan kala berada di Korea Selatan saat liburan.

Aku masih ingat jelas manakala aku masuk ke dalam sebuah klab malam yang cukup ternama, bertemu dengan seorang laki-laki tampan, dan berakhir terengah akibat ciuman yang kami lakukan. Dan jangan lupakan bahwa laki-laki itu adalah Sean, yang sekarang menjadi saudaraku karena aku terdampar ditubuh Adiknya.

Melihat Sean memakan bakso dari bekas sendokku, membuat otakku sedikit berpikir kotor.

Stop, Al. Jangan berpikiran kotor! Sontak aku menggeleng, khayalanku mulai berbahaya.

Brak!!

Kepalaku terangkat mendengar gebrakan meja. Gara berdiri di depanku menatapku garang, juga Karin dengan penampilan yang berantakan serta kening dan sudut bibirnya luka.

"Apa lo yang ngebully Karin?" tanya Gara tegas.

"Gue nggak ngebully dia."

"Ngaku aja! Pasti lo, kan?" Gara meninggikan suaranya.

"Udah Kak Gara, bukan Let—"

"Kamu nggak usah belain dia!" Gara menyela perkataan Karin sambil menoleh kepada gadis itu.

"Tapi, Kak. Ini bukan salah Leta."

"Dia itu jahat, Karin."

Aku tersenyum kesal. Diriku masih di sini, tapi Gara membicarakanku seenak jidat seolah kehadiranku tidak terlihat. Sepertinya Gara sangat senang mencari masalah denganku.

"Udah belum nih dramanya? Kalo udah gue mau pergi."

"Lo nggak boleh pergi, sebelum tanggung jawab!"

"Tanggung jawab apa? Emang gue ngehamilin Karin?"

Aku mendengar tawa orang-orang yang duduknya tak jauh dariku. Aku yakin mereka tertawa karena perkataanku barusan.

"Lo itu mikir nggak sih? Udah tau keadaan Karin kayak gitu, malah lo bawa ke kantin, harusnya lo bawa ku uks. Bukan dateng ke sini, ganggu orang makan dan nuduh gue nggak jelas."

"Gue jadi heran, semenjak gue masuk sekolah abis kecelakaan. Lo seakan terobsesi bahwa apa yang menimpa Karin adalah perbuatan gue."

"Gue rasa lo masih punya otak, kan? Pakai otak lo buat berpikir yang jernih. Jangan karena Karin spesial di hati lo, lo bisa nuduh orang yang nggak bersalah atas apa yang menimpa dia."

"Nyesel gue pernah suka sama lo, ternyata pikiran seorang Sagaras sangat dangkal."

Sambil melangkah pergi, aku sengaja menyenggol bahu Gara. Tapi justru aku menahan sakit karena bahu Gara cukup keras.

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 759K 61
{🍓𝗞𝗮𝗿𝘆𝗮 𝗔𝘀𝗹𝗶 𝗧𝗮𝗵𝗮𝗿𝗮 𝗗𝗲𝗹𝗶𝘃𝗶𝗮 🍓} 📌SUDAH DITERBITKAN 🍓𝑓𝑜𝑙𝑙𝑜𝑤 𝑎𝑘𝑢𝑛 𝑎𝑢𝑡ℎ𝑜𝑟 𝑑𝑢𝑙𝑢 𝑦𝑢𝑘, 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎𝑡 𝑚𝑒�...
1.2M 147K 51
MULAI REVISI PELAN-PELAN ************* Alicia menyukai semua bacaan fiksi. Mulai dari novel sampai komik. Menyukai semua genre mulai dari horror samp...
509K 38.9K 52
Transmigration story #1 FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!!! Athena adalah seorang putri di Kerajaan Acasia. Menjadi putri tak lantas membuat hidupnya baha...
1.5K 140 11
TIDAK ADA UNSUR LGBT SAMA SEKALI DAN KARAKTER COWOK YANG KUJODOHKAN DENGAN MC KUUBAH JADI CEWEK GENDERNYA STOP BILANG BOOK AKU INI YAOI DAN SEBAGAINY...