A or A [New Version]

By fairytls

1.4M 137K 2.6K

[PRIVAT, FOLLOW UNTUK BACA LENGKAP] Aku menemukan kehidupan baru setelah mengalami kecelakaan yang tidak pern... More

P R O L O G U E
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
New Story

Chapter 7

36.3K 3.8K 17
By fairytls

Aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa aku sekarang hidup ditubuh Alleta. Mana bisa aku menerima hal yang tidak masuk akan seperti ini? Semuanya terasa aneh dan seperti mimpi, habis kecelakaan tiba-tiba aku terbangun diraga Alleta. Horor, kan?

Lamunanku buyar ketika Karin berdiri tepat di depan bangkuku. Aku merotasikan kedua bola mata malas. "Apa?" ketusku.

"Aku mau minta maaf tentang kejadiaan di kantin tadi."

"Em," balasku tanpa minta agar pembicaraan kami cepat selesai.

"Oh iya, aku—"

Kriiinggg

Aku berdiri sambil memakai tas punggungku kala bel pulang berbunyi. "Udah kan ngomongnya? Gue mau pulang." Aku melewati tubuh Karin.

"Tunggu, Leta." Karin menahan tangan kananku, membuatku berhenti melangkah, menoleh ke arahnya.

"Apa lagi?"

"Ka-kamu nggak marah kan karena Kak Sagaras belain aku?"

"Marah? Buat apa gue marah."

"Karena kamu suka sama Kak Gara, kamu juga pernah nembak Kak Gara tapi ditolak."

"Serius? Yang bener lo?" tanyaku tak percaya dengan perkataan Karin.

"I-iya, aku serius. Kamu ditolak karena kata Kak Gara kamu harus sadar diri dan Kak Gara nggak suka cewek tukang bully kayak kamu." Karin menunduk usai menyelesaikan ucapannya.

Aku menilik wajah Karin, masih bisa ditangkap oleh mataku bahwa Karin tengah tersenyum. "Idih, sok ganteng banget si Gara itu, dia pikir kalau dia itu dewa yunani apa? Wajah kayak pantat panci gosong aja belagu amat, tolong deh lo bilangin sama Kak Gara lo itu, gue nggak suka sama dia."

"Iya nanti aku bilangin."

"Okay, thanks. Kalo gitu gue cabut dulu."

Aku bersenandung kecil menuju parkiran sambil memainkan kunci motor Sean dijari telunjukku, aku memelankan langkah saat melewati Sagaras serta kedua temannya, selain itu juga ada Sean dan Liam di sana.

Setelah melirik mereka sinis, aku bergegas menuju ke arah motor Sean. Sebelum naik, aku melihat ban dibagian depan motor Sean kempes.

"Siapa sih yang ngelakuin ini." Aku bergumam seraya menendang ban motor Sean.

Menghela napas sejenak, aku berjalan menuju pos satpam di dekat gerbang. "Pak!" panggilku kepada Pak Satpam.

"Ada apa, Non?"

"Bapak punya kompresor nggak? Ban motor saya kempes."

"Oh, ada, Non." Pria paruh baya berseragam hitam putih itu melangkah ke pojok ruangannya untuk mengambil kompresor berukuran kecil.

Setelah mendapatkan kompresor dari Pak Satpam, aku segera memasangnya ke ban yang kempes agar terisi angin. Jika orang yang sengaja membuat ban motor Sean kempes agar aku pulang jalan kaki, maka orang itu salah besar.

Aku berjongkok di depan ban motor untuk mengecek keadaannya.

"Kasian banget sih, nggak ada yang bantu ya?"

Aku menatap sekilas ke arah laki-laki itu, lalu kembali melanjutkan kegiatanku. "Gue bukan cewek manja, gue bisa lakuin apapun tanpa bantuan siapapun. Jadi ngisi angin ban yang kempes kayak gini bagi gue mah kecil," balasku tanpa menoleh padanya.

Setelah selesai aku berdiri sambil memegang kompresor. "Lagian, ini pasti ulah lo, kan?"

"E-enak aja lo nuduh gue, punya bukti emang?"

"Nggak perlu bukti, gue yakin. Pasti lo yang kempesin ban motor gue," ucapku berjalan mendekat ke arahnya.

"Kalau lo emang kesel karena gue ngebanting lo tadi pagi, kita selesaikan semua ini dengan cara baik-baik. Bukan pake cara kampungan kayak gini."

"Dion! Buruan aelah, mau cabut nih. Ngapain lo ngeladenin dia," teriak Rey dari atas motornya yang berada di sebelah motor Sean.

Untuk sesaat aku dan Dion menoleh ke arah Rey sebelum kembali beradu pandang. "Kalau lo masih dendam sama gue, ayo kita selesaikan nanti malam. Lo tentuin aja tempatnya." Aku tersenyum remeh di depan Dion.

"Hubungin gue, kalau lo nggak punya kontak gue, lo bisa minta ke Sean." Setelah mengatakan itu, aku kembali ke pos satpam untuk mengembalikan kompresor.

***

Habis pulang sekolah aku tidak langsung pulang ke rumah, aku memutuskan untuk mampir di taman. Duduk sendirian sembari menikmati pemandangan Anak-Anak yang sedang bermain. Mereka terlihat bahagia, tanpa memikirkan beban hidup apapun.

Waktu kecil aku ingin cepat-cepat menjadi dewasa. Ingin lulus sekolah, kuliah, kerja, lalu menikah. Kemudian bahagia selamanya. Ternyata itu memang benar pikiran yang kekanak-kanakan, karena nyatanya menjadi dewasa tidak seindah bayanganku sewaktu aku masih kecil.

Lamunanku buyar ketika benda pipih dari dalam saku bergetar.

Abang

Lo di mana?
Sekali aja jangan nyusahin gue, bisa?
Cepet pulang, udah mau magrib

Aku tersenyum tipis melihat pesan yang dikirim oleh Sean. Tanganku bergerak menekan profil WhatsApp Sean. Ganteng banget, Mama pengen Sean, jerit batinku asal.

Lo masih di situ, kan?
Kenapa cuma diread doang?

Iya
Gue di jalan

Setelah membalas pesan dari Sean, aku melangkah ke arah motor yang terparkir. Sejurus kemudian aku langsung melaju meninggalkan taman.

Sesampainya di rumah. Aku turun dari atas motor dan memberikan kunci motor kepada Pak Willy. Saat hendak masuk ke dalam rumah melalui pintu utama, aku bertabrakan badan dengan orang yang ingin keluar.

"Kalo jalan pake mata dong!" bentakku yang kebawa emosi.

Namun perlahan emosiku mereda melihat gadis yang bertabrakan denganku sedang duduk di bawah dengan kepala tertunduk. Apa tenaga gue sangat kuat sampai dia terjatuh? batinku keheranan. Mendengar dia meringis kesakitan aku merasa bersalah, menyesal sudah membentaknya.

"Maaf, gue nggak maksud bentak lo. Ayo bangun." Aku mencondongkan tubuh untuk meraih bahunya.

"LETA!"

Aku terlonjak kaget mendengar suara orang yang meneriaki namaku. Lebih tepatnya membentak. Aku mengangkat kepala, melihat ada Gara di ruang tamu. Gara melangkah dengan tegas ke arahku. Di belakang Gara ada Rey, Dion, Liam, bahkan Sean.

Aku sempat meringis saat Gara mendorong tubuhku kasar. Aku menggaruk kepala bingung, kenapa Gara marah? Akhirnya aku memiringkan kepala untuk melihat wajah gadis yang sedang duduk di lantai. Karin, pekikku dalam hati. Pantes aja Gara marah, lanjutku membatin.

Gara berjongkok. Membantu Karin berdiri. Bahkan Gara tersenyum lembut dan hangat. Sikap yang berbanding terbalik saat memperlakukanku.

"Karin, kamu gapapa?" tanya Gara terdengar khawatir.

"Aku gapapa, Kak Gara," jawab Karin dengan suaranya yang lembut.

Gara bernapas lega, kemudian beralih menatapku tajam. "Apa lagi kali ini? Sampai kapan lo mau nyakitin Karin?"

Aku terdiam sejenak sebelum angkat bicara. "Gue nggak sengaja."

"Nggak sengaja? Gue ngeliat sendiri, lo nabrak Karin."

"Gue beneran nggak sengaja, kenapa cuma gue yang disalahin? Dia juga nabrak gue, kenapa nggak lo salahin?"

"LETA! CUKUP!" Gara membentak membuatku tertegun. "Gue muak denger omong kosong lo. Berhenti nyakitin Karin, apa lo nggak punya hati nurani?"

"Tapi gue .... " Aku mendundukkan kepala. Tubuhku bergetar. Aku tidak tahu kenapa, tapi hatiku merasa sakit dibentak oleh Gara. Apa perasaan sakit ini reaksi alami dari tubuh Leta?

"Kak Gara, aku gapapa. Mungkin Leta emang nggak sengaja nabrak aku."

Mendengar pembelaan dari Karin bukannya senang, aku merasa terhina. Karin saja yang lemah, ditabrak dikit langsung jatuh.

"Karin, orang kayak dia nggak perlu dibela. Bahkan dikasihanin aja nggak pantes," ucap Gara dengan fokusnya hanya menatap Karin.

Jantungku seperti tertusuk pisau mendengar perkataan Gara. Sebenci itu Gara sama Leta? pikirku.

Aku berjalan melewati tubuh Gara beserta Karin. Namun tanganku dicekal oleh Sean. Aku menatap Sean penuh tanya.

"Minta maaf," ucap Sean datar.

"Lepas! Gue mau istirahat. Capek."

"MINTA MAAF!" bentak Sean.

Aku menghela napas. Menilik Karin dengan pergelangan tangan masih digenggam oleh Sean. "Gue minta maaf."

"Iya, gapapa, Leta," balas Karin lembut.

Aku beralih menatap tepat dikedua netra Sean dengan mata berkaca-kaca, aku paling tidak suka dibentak. Dibentak sekali oleh Papa saat di kantornya saja perasaanku menjadi tidak karuan, apalagi kali ini aku dibentak oleh dua laki-laki yang berbeda hanya karena Karin.

Perlahan Sean melepaskan cekalannya pada tanganku. "Nggak usah lo nganggap gue Adek lo lagi," gumamku di depan Sean. Mana ada Kakak yang tega membiarkan Adiknya dibentak oleh laki-laki lain, kecuali Sean. Jujur saja, aku cukup kecewa dengan Sean.

Continue Reading

You'll Also Like

Villain By ziajung

Teen Fiction

1.9M 208K 48
[Laura adalah tokoh antagonis yang memiliki akhir hidup menyedihkan.] Aku tidak mau menjadi Laura yang seperti itu---itu adalah tekad yang pasti ket...
602K 16.9K 49
Cerita sudh end ya guys, buru baca sebelum BEBERAPA PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT. Kata orang jadi anak bungsu itu enak, jadi anak bungsu...
26.1K 522 58
Sebenernya ini resep-resep masakan yang pernah aku buat dan aku sharing disini, semoga bisa menjadi referensi cara memasak apalagi untuk pemula-pemul...
1.8M 191K 51
Ditunjuk sebagai penerus untuk mengabdikan dirinya pada pesantren merupakan sebuah tanggung jawab besar bagi seorang Kafka Rafan El-Fatih. Di tengah...