Park Jaehyung : Not Mine? (Ja...

By asyhwi13

12.9K 1.7K 70

Bagaimana jika pernikahan yang diimpikan selama ini malah berakhir kacau dan tak memiliki arah akan kemana ru... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 37
Chapter 38 (END)
Bonus Chapter

Chapter 36

279 35 3
By asyhwi13

Happy reading gais...


***


Divanka duduk terdiam di kursi belajarnya sembari mengigit kuku di jari manisnya, wajahnya yang segar pertanda ia baru saja selesai dengan urusan mandinya. Matanya kemudian melirik kearah jam dinding yang menunjukkan ke angka satu siang, kelasnya sejam lagi dimulai, namun dia masih betah di kamarnya melamun.


“Unda,” Lamunan Divanka akhirnya buyar ketika mendengar suara imut dari seorang gadis kecil, ia menunduk dan mendapati anaknya yang berusia dua tahun itu berjalan kearahnya dengan rambut yang diikat apel oleh sang Ayah.


Kehidupan Divanka setelah melahirkan sosok gadis kecil ini berubah drastis, ia tak pernah marah-marah lagi dan selalu mengeluarkan perkataan lembut terkecuali saat berhadapan dengan Dowoon tentunya. Ia juga kembali melanjutkan kegiatan kuliahnya yang sempat tertunda karena kehamilannya, dan sekarang ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa sebentar lagi dia ujian meja.


“Ututu, anak Bunda. Kenapa sayang? Ayah apain kamu? Jahatin kamu, ya?” tanya Divanka sembari menggendong anaknya itu yang ia beri nama, Dea Park.


Gadis kecil bernama Dea itu menggelengkan kepalanya, menunjuk kearah Ayah-nya yang terkapar tak berdaya diatas kasur memejamkan kedua matanya untuk merasakan dinginnya sensasi AC yang menerpa kulit putihnya.

Melihat hal tersebut, ide jahil Divanka keluar, ia menghampiri Jae yang malah asyik tidur dan menaruh Dea diatas dada pria itu sehingga membuat sang anak tertawa riang karena dapat menduduki tahtanya. Sedangkan Jae spontan membuka kedua matanya dan mendapati kedua kesayangannya ini tertawa puas dengan riang.


“Aduh, Dea jangan gerak gitu dong, dada Ayah sakit. Kalau Ayah mati, gimana? Mau kamu kalau enggak punya Ayah?” gertak Jae.

Baru saja Divanka hendak angkat suara, tapi malah dipotong oleh ucapan Dea yang membuat Jae terkunci. “Ayah, kata om Tungjin mati itu untuk hewan dan manusia itu meninggal.” jelas Dea.


Divanka menahan tawanya saat mendengar Dea malah menasehati Jae, sudah sering kali ia mendapati moment Ayah dan Anak itu adu mulut, berakhir Dea-lah yang menang dan Jae yang mengalah.


“Ketawa aja sih, Van, enggak usah ditahan gitu.” gerutu Jae.

“Ya, maaf. By the way, yang dibilang Dea itu benar loh,” ucap Divanka.

“Iya, aku tahu,” balas Jae.


Jae pun bangkit dari posisi tidurnya dan tetap memegang tubuh Dea agar tak jatuh, begitu ia berhasil duduk, ia pun menciumi wajah Dea dengan puas sebagai balasan karena gadis kecilnya telah menasehatinya. Padahal Jae lebih dulu yang makan garam, kenapa Dea malah mengguruinya.


“Dea, kamu mau punya Adek, enggak?” tanya Jae yang berakhir mendapat jitakan dari Divanka.


Divanka tak habis pikir, sudah berkali-kali Jae menanyakan hal seperti itu pada Dea, bukannya ia tak mau hanya saja usia Dea masih satu tahun, masih terlalu dini untuk memberikan Dea seorang adik. Takutnya Divanka tak mampu mengurus mereka berdua secara bersamaan.


“Mau! Adeknya mana?” balas Dea.

“Nanti Ayah sama Bunda bikin buat kamu,” ucap Jae.


Sudahlah, Divanka hanya bisa pasrah dengan percakapan mereka berdua. Terserah kalau Jae ingin membuatkan Dea seorang adik, toh yang cari uang dia bukan Divanka. Tapi, yang merasakan sakitnya melahirkan adalah Divanka.


“Dea boleh ikut enggak?” tanya Dea.

“Enggak boleh, soalnya ini dibikinnya pakai cinta. Jadi, Dea tinggal terima beres sampai Adeknya lahir, okay?” jelas Jae, yang hanya diangguki oleh Dea meskipun gadis kecil itu tak mengerti apa-apa.

“Okay! Divanka, kita bikin entar malam, ya? Kamu enggak haid, ‘kan?” tanya Jae dengan penuh semangat.


Divanka memutar malas kedua bola matanya lalu melempari Jae menggunakan bantal yang sedaritadi ia peluk, sedangkan sang korban hanya cengengesan tak berdosa melainkan ia malah menaik-turunkan alisnya menggoda Divanka.


“Bilang aja kalau kamu mau, pakai alasan Dea mau Adek segala kamu.” gerutu Divanka.

“JADI BOLEH?!” teriak Jae.

“Jae! Itu anak kamu kaget loh,” tegur Divanka.


Jae pun langsung mengecup bibir Divanka, tak lupa ia mengigit sedikit bibir istri-nya itu, ia benar-benar gemas karena tingkah Divanka sangat berubah setelah kehadiran Dea. Ia jadi tak sabar, bagaimana permainan nanti malam.


---


Pagi ini Divanka bangun sedikit terlambat dibanding biasanya, ia berjalan cepat menuju meja makan sembari memasang piyama tipisnya itu dengan benar, tak lupa pula ia mengikat asal rambut panjangnya agar lebih nyaman melakukan aktivitas memasak. Namun, begitu ia tiba di ruang makan, ia sudah mendapati Dea memakan bubur yang disuapi oleh Dowoon.


“Baru bangun lo?” Pertanyaan itu yang pertama kali Divanka dapatkan dari sang kakak, ia pun melangkah mendekat untuk memeriksa makanan Dea, jangan sampai anaknya keracunan karena makanan buatan Dowoon.

“Lo yang masak?” tanya Divanka.

“Bukan, Ibu yang tadi bikin sarapan. Terus dia udah pergi nemenin Ayah, karena di kantor ada sesuatu katanya,” jelas Dowoon.


Divanka hanya ber-oh ria dan menuju dapur yang jaraknya tidak jauh dari meja makan, kedua tangannya dengan cekatan menaruh dua cangkir untuk membuatkan Jae dan juga Dowoon kopi kesukaannya.


“Jae mana?” tanya Dowoon.

“Mandi.” jawab Divanka singkat, padat dan jelas.


Beberapa menit kemudian, muncullah Jae yang menuruni anak tangga sembari memasang dasinya. Kedua mata sipitnya mendapati Dea sedang asyik mengunyah buburnya dan beralih kearah kanan ada Divanka yang masih sibuk dengan air panasnya.


“Telamat pagi, Ayah!” sapa Dea.

“Pagi princess!” balas Jae lalu mencium pipi Dea dengan gemas.


Ia pun melangkahkan kakinya kearah dapur dan memeluk tubuh Divanka dari belakang, kemudian menaruh dagunya di pundak Divanka yang tengah serius menuang air panas kedalam cangkir.


“Morning my wife.” bisik Jae.

“Morning, Jae.” ucap Divanka.


Setelahnya, Jae menciumi pundak Divanka yang sedikit terekspos dan beralih ke tengkuk wanita itu hingga membuat Divanka merasakan geli akibat perlakuan tersebut. Meskipun sedikit terganggu karena gangguan Jae, akhirnya Divanka selesai dengan tugasnya.


“Jae, kopi kamu bawa ke meja.” perintah Divanka.

“Entar, aku masih mau peluk kamu.” ucap Jae.

“Jae, malu tahu dilihatin Dea,” bisik Divanka.

“Biarin.” balas Jae.


Sedangkan Dea hanya bermasa bodoh atas apa yang dilakukan kedua orangtuanya itu, ia tak perduli yang terpenting saat ini adalah menghabiskan buburnya, karena ketika dia makan dihadapan Dowoon, maka makanan apapun yang disentuh Dea harus habis jika tak ingin dapat marah dari sang om.


“Anjir! Udah woy! Enggak cukup apa semalam?” gerutu Dowoon.

“Kok lo tahu?” tanya Divanka.

“Gimana gue enggak tahu, Nyet. Itu desahan lo satu kompleks bisa dengar!” omel Dowoon.


Spontan Divanka menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, lalu Jae terbatuk sekali dan membawa cangkirnya menuju meja, menarik kursi tepat disamping sang anak yang masih asyik dengan kegiatan sarapannya.


“Gue yakin, hari ini lo enggak masuk kampus, Van,” terka Dowoon.

“Emang kenapa?” tanya Divanka.

“Cupang lo di leher banyak banget.” ucap Dowoon.


Mata Divanka kemudian beralih menatap Jae yang malah membuang muka dengan cara sok meniup-niup kopinya yang panas itu, menghindari tatapan Divanka yang seakan-akan ingin membunuh Jae detik ini juga.


“Oh iya, jangan lupa entar malam kita ke pesta, aku usahain cepat pulang.” ucap Jae.

“Pesta? Pesta apa?” tanya Divanka.

“Kamu lupa? Entar malam resepsi Jane dan Sungjin,” ujar Jae.


Divanka menepuk keningnya karena benar-benar lupa dengan kegiatan yang satu itu, bisa-bisanya ia lupa kalau sahabatnya akhirnya menikah dengan seorang pria yang ia cintai dalam pandangan pertama, yaitu Sungjin.


“Gue enggak mau ajakin lo kak, kasihan, lo ketikung.” ejek Divanka.


Detik berikutnya yang terjadi adalah adu hantam antara Divanka dan Dowoon, seakan-akan mengabaikan kehadiran Dea yang menjadi penonton dan malah tertawa riang melihat Bunda serta om-nya itu bertengkar.


***


Bersambung...

Gaje? Maafkan diriku gais, gak ada ide huhu..

Maaf jika ada salah kata atau cerita tydak menarik

Jadilah pembaca yang menghargai penulis dengan cara Vote+Komentarnya ditunggu

Terima kasih dan sampai jumpa 🙏❤️❤️


Continue Reading

You'll Also Like

REVENGE By naisss

Teen Fiction

523 75 9
Dia bukanlah manusia sempurna, Dia juga bukanlah manusia hina, Dia hanyalah manusia biasa yang ingin mengeluarkan semua emosi yang sudah membuat bati...
194K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
356K 31.8K 50
Memiliki rasa cinta sepihak selama satu tahun membuat Noah dihadapkan pada dua pilihan; menyerah atau bertahan. Dan ketika dia memilih untuk bertaha...
496K 37K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.