[✓] Satya dan 67 hari

By penaaputihk

1.4M 227K 57.2K

[ SUDAH DIBUKUKAN ] ❝ aku masih mau berjuang, Al. tapi Tuhan pengen aku pulang.❞ -Satya Langit Aksara Pernah... More

ini mereka: cast
Prolog: ditakdirkan bertemu
01: satu malam bersamanya
03: perasaan iba
04: kincir angin
05: kita orang ganteng
06: bertemu kembali
07: Satya atau Mahesa?
08: cemburu?
09: penjelasan Alya
10: Tervonis
11: koma
12: satya kembali
13: malam yang dingin
14: dia juga penting
15: senyuman yang indah
16: 67 hari
17: superhero
18: taman sakura
19: Satya, "aku butuh kamu."
20: Egois
21: aku disini
22: ice cream
23: untuk orang tersayangnya
24: demi Satya
25: harus menjauh
26: karena sayang
27: rumah sakit kanker anak
28: bintang dan sinarnya
29: 20 hari lagi
30: tidak punya hati
31: rela berkorban
32. malaikat penyelamat
33: McLeod
34: karena dia
35: Aku merindukan mu, Satya.
36: kembali bertemu
37: pesan ibu Alya
38: stadium akhir
39: berhak bahagia
40: rahasia yang terungkap
41: Satya Langit Aksara
42: penyemangat dan gambaran lucu
43: selamat ulangtahun, Satya
44: ucapan terakhir
45: untuk Reyhan dan Azka
46: kincir angin terakhir
47: Selamat malam, Satya
48: untuk Alya, dari Satya
49: akhir yang diinginkan
50: bintang terakhir dan kebahagiaan
51: [Epilog] akhir dari 67 hari
PENUTUP: [ THE END ]
INFO PEMBELIAN NOVEL
SEASON 2: sudah dirilis

02: dia orang yang tepat

55.2K 8.6K 1.9K
By penaaputihk

Jangan lupa memberikan vote dan komentar disetiap part cerita ini, terimakasih :>


**§**




-Satya dan 67 hari-

****


"Ayo, Satya. Tahan. lo pasti bisa."

Lelaki itu berusaha menenangkan dirinya dan tubuhnya yang mulai lemas, ia menghirup oksigen dalam-dalam untuk menetralisir pernapasannya. Satya memejamkan matanya untuk beberapa saat, sementara gadis itu masih berada didalam pelukan Satya, menuangkan dan membagi penderitaan yang sedang ia rasakan kepada Satya, Namun dibalik itu Alya tidak tau apa yang sedang terjadi pada laki-laki itu.

Satya tengah menyembunyikan rasa sakitnya sendirian agar perempuan ini tidak tau.

Setelah beberapa saat, Alya mulai melepaskan pelukannya pada Satya. Gadis itu menunduk karena merasa malu dan bersalah.

"Maaf, gue lancang udah meluk lo." ucap Alya merasa bersalah.

Satya berusaha memaksakan senyumnya, ia memalingkan wajahnya untuk menutupi rasa sakitnya agar tidak ketahuan dan dilihat Alya.

Satya mencengkram tumpuan kursi halte bus untuk menyalurkan rasa sakitnya. Pandangannya mulai kabur, namun sekuat mungkin ia menahannya.

"Nggak apa-apa." Saut Satya. Sebenernya, Satya memang tidak keberatan Alya memeluknya, karena ia rasa gadis itu memang sedang memerlukan pelukan seseorang untuknya berbagi keluh kesah yang sedang dirasanya.

Alya mulai meredakan tangisannya kembali, menghembuskan napas panjang berusaha untuk menghilangkan rasa sakit di hatinya. Ia menatap wajah Satya beberapa saat, kemudian gadis itu memasang raut wajah terkejutnya saat melihat wajah lelaki dihadapannya ini mulai memucat dan terlihat kesakitab.

"lo kenapa?" Tanya Alya.

Satya menoleh kearah Alya bingung, "Apa?" Bingung Satya.

"Muka lo pucet, lo lagi sakit?" Tanya Alya memastikan dengan nada khawatir.

Mendengar ucapan Alya barusan, Satya segera memalingkan wajahnya kearah lain. Tidak mau gadis itu sampai tau bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja sekarang.

"Nggak, gue baik-baik aja."

"Tapi, muka lo pucet-"

"Cuma kedinginan, santai aja."

Alya terdiam, gadis itu makin merasa bersalah pada laki-laki ini. Karena dirinya, Satya jadi dalam keadaan seperti ini.

"Maaf, ya. Satya. Karena gue, lo jadi gini." Lirihnya dengan nada bersalah.

Satya kembali menoleh kearah Alya, laki-laki itu tersenyum singkat beberapa saat. Satya mengulurkan tangannya untuk mengelus singkat puncak kepala Alya. Entah ini disengaja atau tidak, tapi spontan dan tanpa sadar Satya kembali mengelus puncak kepala gadis yang baru saja ia temui malam ini. Baginya, dengan mengelus kepala perempuan ini bisa menenangkannya dari perasaan sedihnya.

"Nggak apa-apa." Saut Satya.

"Ternyata lo inget nama gue." Satya tersenyum dari bibir pucatnya.

"Iya, tadi gue sempet denger nama lo, pas lo ngenalin diri lo di pinggir danau tadi." Tutur Alya, gadis sedikit mengembangkan senyumnya juga.

Tapi, Alya tidak enak dengan Satya. Apalagi saat melihat wajah laki-laki itu yang memucat. Tangan Satya juga terasa dingin.

"Oh, Iya. Nama lo?" Tanya Satya, sedari tadi ia memang belum mengetahui siapa nama gadis disampingnya ini.

"Alya, nama gue Alya." Jawab Alya.

Satya kembali tersenyum singkat mendengarnya.

"Nama yang bagus."

Mendengar pujian dari Satya, Alya ikut tersenyum. Baru kali ini ia mendengar seseorang memujinya lagi, meski hanya sekedar memuji namanya saja. Ia senang seseorang memuji nama pemberian ibunya.

"Jangan pernah lakuin itu lagi, Al." Satya berucap lagi, tengah kembali menasehati perempuan ini.

"Apa?" Tanya Alya bingung.

"Ngelukain diri lo sendiri." Satya menjawab seraya menatap gadis disebelahnya itu lagi.

Seketika Alya terdiam, gadis itu menunduk. Menarik napas dalam-dalam. Alya memejamkan matanya, ia teringat kembali maksud dan tujuan dirinya bisa senekad ini ingin mengakhiri hidupnya. Ia hanya ingin ketenangan, ia lelah dengan penderitaan hidupnya.

"Gue cuma capek, gue pengen akhirin semua ini."

Satya masih terdiam sambil mendengarkan ucapan apalagi yang akan gadis itu katakan.

"Gue bener-bener nggak sanggup, gue nggak punya siapa-siapa lagi untuk berlindung semenjak kepergian ibu."

"Selama ini gue barusaha untuk tetep kuat dan bertahan, tapi harus gue akui, gue lemah."

Satya menoleh kearah Alya, ia dapat melihat gadis itu sedang berusaha kuat untuk menahan tangisannya lagi. Dari nada suara Alya, gadis itu getar dan sangat tertekan.

"Ayah selalu bersikap kasar. gue harus berlindung kemana? gue nggak tahan kalo harus dapet perlakuan kaya gitu setiap harinya."

"Ayah selalu anggap gue sebagai beban hidupnya, selalu nyiksa gue, kenapa dia nggak biarin gue ikut aja sama ibu?"

"Bertahan terus-menerus kaya gini gue nggak bisa. Ini sangat menyiksa."

"Terkadang gue selalu mikir, sebenernya gue ini anak kandung ayah apa bukan." Alya menarik napas kembali, kemudian menghembuskannya seraya memejamkan matanya sejenak.

"Gue..."

"Cuma pengen bahagia, dan punya sosok pengganti ibu sebagai sandaran dan rumah buat gue."

Setelah selesai bercerita singkat malam ini kepada Satya, Alya mengusap air matanya yang kembali terjatuh dari pelupuk matanya. Sungguh, hari ini gadis itu benar-benar sedang dalam titik terendah dihidupnya.

Dan ia bertemu sosok seperti Satya, yang mungkin bisa membuat dirinya dan perasaannya lebih tenang. Selama ini, Alya tidak pernah mencurahkan isi hati dan penderitaanya kepada siapapun. Baru kali ini, dan orang itu adalah Satya.

Satya mengerti sekarang, ia paham alasan Alya ingin mengakhiri hidupnya, karena ia sudah tidak sanggup menahan penderitaan yang ia alami terus menerus seperti ini sendirian.

Entah terbesit keinginan dari mana, tiba-tiba Satya menarik tubuh Alya untuk mendekat padanya, laki-laki itu menaruh kepala Alya untuk bersandar di bahunya.

"Ada gue,"

"Mulai sekarang, gue adalah rumah dan tempat bersandar untuk lo." Ucap tulus Satya.

"Gue disini, maaf gue terlambat."

Ucapan Satya benar-benar sangat diluar dugaannya sendiri. Perkataan seperti ini yang tiba-tiba terucap olehnya. Tapi, rasanya Satya benar-benar ingin menolong gadis ini.

Alya menangis semakin menjadi, tapi kali ini tangisan itu bercampur dengan perasaan lega saat mendengar ucapan Satya. Rasanya dekat dan dapat berbicara meluapkan keluh kesah yang ia rasakan sekarang pada orang seperti Satya membuatnya lebih kuat.

Entah apa yang dipikirkan Satya sehingga ia bisa mengatakan hal sedemikian pada gadis yang baru saja ia kenal. Tetapi, Satya bisa merasakan penderitaan Alya, ia hanya ingin membuat gadis itu berhenti menangis. Satya sangat tidak suka melihat perempuan menangis, entah perempuan manapun dan siapapun itu.

Melihat mata gadis itu yang menunjukan rasa menderitanya dan melihat banyaknya luka lebam pada wajah dan tubuh Alya membuat hati Satya seakan teriris. Sungguh, Satya tidak tega. Tidak salah kan jika ia sekarang hadir untuk Alya?

Ucapan Alya masih teringat jelas oleh Satya, gadis itu menginginkan kebahagiaan dan kebebasan.

Meskipun dirinya baru mengenal Alya, kontak batin yang Satya miliki untuk Alya seakan sangat kuat. Perasaan ingin membuat Alya bahagia dan berhenti menangis sangat ingin laki-laki itu lakukan meskipun ia tau ia bukanlah siapa-siapa gadis itu sekarang.

"Gue bakalan ada untuk lo, Al." Tutur Satya lagi.

"Jadi, berhenti nangis. Dan berhenti lukain diri lo sendiri."

Alya menggenggam ujung jaket Satya kuat sambil menahan isakan tangisnya. Untuk kali ini, ia dapat mendengar kembali perkataan manis dan tulus yang seseorang ucapkan padanya.

Meski keduanya baru pertama kali bertemu, Alya merasa aman dan tenang jika bersama satya seperti ini. Ia merasa lega dapat berbagi dan bercerita beban dan penderitaan yang ia alami pada Satya, sebelumnya Alya tidak pernah bercerita apapun pada siapapun tentang masalah hidupnya. Satya adalah orang satu-satunya yang dapat Alya percaya sekarang.

Alya merasa beruntung sudah diselamatkan oleh orang seperti Satya. Satya orang yang tepat. Mungkin sudah saatnya Tuhan berpihak padanya untuk mengirim sosok orang yang ia inginkan untuk jadi pengganti ibunya.

"Ma-makasih, Satya." Lirih Alya.

Satya tersenyum mendengarnya, tangan Satya bergerak kembali untuk mengelus bahu Alya, masih memberikan ketenangan padanya.

Beberapa saat kemudian, tidak terdengar lagi suara isak tangis dari gadis ini, semuanya terlihat hehing. Satya melirik kearah Alya,
rupanya gadis itu sudah tertidur dibawah sandaran bahu Satya. Pasti Alya sangat lelah hingga ia tertidur setelah menangis.

Satya mengamati wajah Alya beberapa saat, jika sedang tertidur seperti ini wajah Alya nampak tenang dan damai. Tidak ada ketakutan dan kesedihan diwajahnya.

Satya menyukai wajah tenang ini dibandingkan wajah yang selalu menangis karena rasa takut.

"Cantik." Gumam Satya tersenyum tipis.

Satya membiarkan Alya tertidur dengan nyaman dibahunya, laki-laki itu mengambil ponselnya dari dalam kantong jaketnya dengan hati-hati agar tidak menganggu Alya yang tertidur.

Satya ingin melihat sudah jam berapa sekarang, Jam sudah menunjukan pukul 02.00 pagi dan ia masih berada diluar rumah.

Banyak telpon masuk kedalam ponselnya, lebih tepatnya kedua orangtuanya. Satya tau mereka pasti mencari dirinya dan mengkhawatirkan dirinya. Ia juga lupa memberi kabar pada keluarganya.

Satya membuka aplikasi chat, ia mengetik sebuah pesan pada seseorang.

"Tolong bilang nyokap sama bokap gue kalo gue nginep di rumah lo malam ini."

Satya mengirim sebuah pesan pada salah satu temannya, berharap kali ini temannya itu dapat membantunya meskipun berbohong.

Tling!

Satya mendapat balasan pesan setelah beberapa saat.

"Hah? Emang lo dimana sekarang? lo lagi nggak dirumah?" ( Teman Satya )

"Lagi diluar." ( Satya )

"Lagi diluar tengah malem gini? lo gila, sat?" ( Teman Satya )

"Ada urusan." ( Satya )

"Ya tapi, Lo kan sekarang lagi nggak stabil."( Teman Satya )

"Iya, gue tau. Bantuin gue sekali ini aja." ( Satya )

"Oke, gue bakal bantuin, gue nggak bisa lagi nolak keinginan lo." ( Teman Satya )

"Makasih banyak, az." ( Satya )

"Tapi, lo udah minum obat kan?" ( Teman Satya )

"Udah, udah dulu, ya. Gue ada urusan. Makasih sekali lagi, az." ( Satya )

Setelahnya, Satya mengakhiri pesan obrolan dengan temannya, Azka. Ia tidak mau berlama-lama lagi, kalau tidak nanti Azka bisa menceramahinya sampai pagi.
Ia memasukan kembali ponselnya kedalam saku jaketnya.

Sementara itu, Satya Kembali menatap wajah Alya yang sedang tertidur dibahunya. Satya ikut memejamkan matanya, energi dan tenaganya hari ini terlalu banyak ia gunakan. Ia merasa lelah sekarang.

Satya dapat merasakan tubuhnya mulai tidak enak, ia berusaha memejamkan matanya untuk menenangkan diri dan tubuhnya. Satya tidak ingin menganggu dan membuat Alya terbangun.

Tak lama setelahnya, Satya ikut tertidur bersama dengan Alya dibawah halte bis ini. Keduanya sama-sama merasa lelah.

Tak terasa pagi pun tiba, keduanya tertidur pulas di halte bis ini sampai pagi. Saat Satya dan Alya terbangun mereka dikejutkan dengan ramainya orang-orang di halte ini, mereka semua menatap Satya dan Alya dengan pandangan bingung.

Satya tersadar bahwa pagi ini halte bis akan ramai dengan para penumpang bis di halte ini. Tak heran keduanya mendapatkan tatapan aneh dan kebingungan dari para mengunjung halte.

"Eh, maaf. ibu-ibu, bapak-bapak, kita ketiduran di halte bis." Celetuk Satya, lelaki itu memamerkan cengiran malunya kearah orang-orang yang sedari tadi menatap dirinya dan Alya.

"Kalo gitu, saya sama temen saya permisi dulu."

Alya belum sepenuhnya sadar, bahkan nyawanya saja mungkin belum terkumpul, tapi dengan seenaknya Satya langsung menyeret lengan gadis itu untuk pergi dari halte bis yang sudah ramai itu. Satya terlanjur malu.

"Gue ketiduran semalem, maaf." Ucap Alya saat dirinya sudah mulai sadar.

"Nggak apa-apa, gue tau lo capek." saut Satya mengerti.

Mereka berdua berjalan bersama disepanjang trotoar jalan, entah ingin pergi kemana Satya dan Alya pun bingung. Kaki keduanya hanya terus menelusuri jalan di ibu kota tersebut.

"Pulang, ya." Titah Satya.

Alya menggelengkan kepalanya menolak, ia masih belum mau pulang. Alya masih takut menghadapi ayahnya dirumah.

Satya menghembuskan napasnya, lelaki itu menghentikan langkahnya.

"Kalo nggak pulang, lo mau kemana dan dimana?" Tanya Satya. Alya terdiam membenarkan ucapan Satya.

"Gue yakin, bokap lo pasti nyariin lo."

"Nggak akan, sekalipun dia nyariin palingan cuma buat di siksa lagi." ucap Alya.

"Tolong denger omongan gue." Pinta Satya serius.

Alya menatap Satya, begitupun sebaliknya. Keduanya saling bertatapan sejenak, sebelum akhirnya Satya melanjutkan perkataannya.

"Lo nggak perlu takut, Al. gimana pun juga dia itu ayah lo."

"Sekasar-kasar nya orangtua ke anak, mereka pasti khawatir sama anaknya kalo anaknya pergi nggak ada kabar kaya gini, Alya."

"Tolong, jangan jadi gadis yang pembangkang. Gue tau lo itu anak yang baik."

Alya menghembuskan napas panjangnya, gadis itu merasa kurang setuju dengan ucapan Satya. Dirinya terlalu takut menghadapi sang ayah dirumah yang siap kapan saja menghabisi dirinya. Tidak mungkin ayahnya mencarinya dan mengkhawatirkannya.

"Tapi gimana kalo nanti ayah mukulin dan nyiksa gue lagi? gue nggak tahan dan nggak mau lagi." Ucap Alya.

"Kan udah gue bilang, sekarang ada gue. lo nggak perlu takut."

"Ayah lo nyakitin lo, tapi disini gue nggak akan ngebiarin lo nangis."

"Mulai sekarang, anggep gue sebagai rumah kedua untuk lo. eum, atau kita bisa mulai dari pertemanan." Ucap Satya Sekarang hati Satya benar-benar sudah sepenuhnya iba pada gadis ini, ia hanya ingin membuat Alya berhenti menangis dan menjadi teman untuk Alya.

Memulainya dari sebuah pertemanan.

Alya cukup dibuat tertegun sejenak, berteman? apa benar lelaki ini ingin berteman dengannya? sudah bertahun-tahun lamanya Alya tidak memiliki seorang teman. Gadis itu jadi pemurung semenjak kepergian ibunya.

Terakhir kali Alya memiliki seorang teman hanya ketika dirinya kecil dulu, itupun teman semasa kecilnya harus pindah dan meninggalkannya sendirian.

Mendengar ucapan Satya barusan, Alya tersenyum masam memandang Satya. Apa sosok laki-laki didepannya ini sungguh manusia? apa ada manusia sebaik dirinya? Entah Alya harus merasa bersyukur atau bagaimana, yang terpenting ia begitu senang dan bahagia sudah dipertemukan orang seperti ini.

"Lo itu siapa, sih? kenapa baik banget? padahal kita baru ketemu." Lirih Alya.

Satya terkekeh mendengarnya, "Gue Satya."

"Iya, gue tau lo Satya. Tapi kenapa ada orang sebaik lo?" Tutur Alya lagi.

"Alhamdulilah." Saut Satya seraya terkekeh.

"Sekarang pulang, ya." Titah Satya lagi.

Alya terdiam.

"Gue anter."

Alya menatap Satya kaget, tapi gadis itu masih terdiam tidak merespon.

"Ayo, pulang. Alya, gue anterin." Ulang Satya lagi.

"Ya-yaudah, deh. ayo." Saut Alya pasrah, pada akhirnya mau tak mau ia menuruti keinginan Satya.

Setelahnya, Satya benar-benar mengantar Alya pulang kerumahnya. Laki-laki itu benar-benar mengantarnya sesuai perkataan, meski keduanya baru saja bertemu satu malam tapi Satya tidak akan tega membiarkan gadis seperti Alya pulang sendiri dalam keadaan mental yang sedang tidak baik-baik saja.

Padahal, tubuh dan kondisi Satya juga sedang tidak baik-baik saja sekarang, tapi ia tetap berusaha untuk terlihat biasa.

Singkatnya, Satya benar-benar tiba didepan rumah Alya untuk mengantar gadis itu pulang. Sebelum masuk kedalam rumahnya, Alya berhenti sejenak dan menoleh kearah Satya.

"Satya, makasih banyak untuk hari ini, ya." Tutur Alya, gadis itu mengembangkan senyum tipisnya.

Satya memangguk, membalas senyum Alya sekilas.

"Sama-sama." Sautnya.

"Jangan takut, kalau ada apa-apa kabarin gue aja." Alya tersenyum mendengar ucapan Satya.

"Gue masuk, dulu ya. Hati-hati dijalan, dadah..." Alya berpamitan dengan Satya sebelum ia masuk kedalam rumahnya.

Alya masuk kedalam rumahnya setelah, melihat Alya yang melambaikan tangan kearahnya membuat Satya tersenyum kembali, Lelaki itu membalas lambaian tangan Alya dengan kikuk sambil tersenyum canggung.

Baru saja Satya ingin membalikan tubuhnya untuk pulang, Alya muncul lagi dari dalam rumahnya.

"Satya, sekali lagi makasih banyak, ya. semoga nanti kita masih bisa berteman." Ujar Alya.

Satya memangguk. Setelahnya Alya kembali masuk lagi.

Tiba didalam rumah, Alya banyak Syukur ia tidak ketauan oleh ayahnya.

Setelah ini, Alya tidak ingin merepotkan Satya lagi, sudah cukup untuk hari ini saja. Alya tidak ingin Satya harus ikut campur dalam masalah dan urusannya. Alya tidak ingin membebani Satya, biar saja dirinya sendiri yang menanggung semua ini.

Jika berteman, maka Alya akan dengan senang hati mau berteman dengan Satya sebagai ucapan rasa terimakasihnya. Tetapi jika harus menyeret lelaki itu untuk ikut kedalam masalahnya sepertinya tidak. Satya terlalu baik, Alya takut membebani dia.

Bertemu dan berbagai cerita apa yang ia rasakan kepada Satya malam ini saja sudah lebih dari cukup. Alya tidak ingin membawa Satya lebih dalam lagi dengan masalah dan penderitaan yang ia hadapi.

Saat ingin melangkah kedalam kamarnya,
Tetapi tiba-tiba...

Plak!

"Anak tidak tau diri! kemana aja kamu, hah!"

Sebuah pukulan secara tiba-tiba ditubuhnya tidak bisa Alya hindari. Pukulan itu begitu keras hingga membuatnya terjatuh.

"A-ayah..." Alya terkejut saat Romy tiba-tiba hadir didepannya sambil melayangkan pukulannya kembali.

"Dasar anak pembangkang! Ini hukuman buat kamu!"

Plak!

"Hiks...ibu..."

Plak!

"Kemana aja kamu semalaman, hah? bikin repot orangtua aja!"

"Kalo mau mati jangan nyusahin orang."

"Hiks..ayah, ampun..."

Plak!

Romy menampar dengan kasar pipi anak perempuannya itu, menampilkan sedikit darah yang keluar lagi dari sudut bibir Alya.

Hari ini, Alya lagi-lagi mendapatkan siksaan dari sang ayah. belum puas kemarin malam Romy menyiksa anak perempuannya, pagi ini pria itu kembali melakukan penyiksaan lagi.

Romy sama sekali tidak mengkhawatirkan anaknya, justru saat Alya pulang gadis malang itu malah kembali dipukuli dengan tidak berperasaan.

"Mau mati? mati sana! jangan bawa-bawa orang!"

****


****

Setelah mengantar Alya pulang dengan selamat kerumahnya, Satya segera pulang kerumahnya juga. ia merasa badannya sudah sangat tidak enak, semakin lemah. ia sudah menahannya sedari tadi, jika terus begini Satya tidak yakin dirinya akan bertahan. Ia butuh istirahat secepatnya.

Selama diperjalanan pulang, Satya sangat lemas sekali. Laki-laki itu berusaha untuk meminum air putih sebanyak-banyaknya agar mengurangi rasa lemas pada tubuhnya. Ia memaksakan dirinya untuk tetap bisa sadar dan bertahan sebelum ia tiba dirumah.

Tak lama, akhirnya Satya tiba dirumahnya.
Seketika semua keluarga Satya kalang kabut dengan kehadiran laki-laki itu, mereka semua sangat mengkhawatirkan keadaan satya karna sudah semalaman Satya tidak pulang.

Saat dirinya masuk kedalam, spontan semua keluarganya menghampirinya dengan rasa khawatir.

"Satya...pulang..." suara Satya terdengar lesu.

"Satya, akhirnya kamu pulang juga..."

"Satya, sayang. Mamah khawatir, kemana aja kamu?"

"Bang Satya, darimana aja? Abang, nggak apa-apa?"

Satya tidak dapat mendengar dengan jelas lagi suara-suara anggota keluarganya yang mengkhawatirkan dirinya. Kepalanya pusing, tubuhnya begitu lemas, pandangan dan penglihatannya seketika kabur dan menurun. Tiba-tiba Laki-laki itu terjatuh dan tidak sadarkan diri.

"Satya!"

"Satya, bangun!"

"Bang Satya, bangun!"

"Panggil ambulans, cepat! bawa Satya secepatnya kerumah sakit!"





****

-Satya dan 67 hari-

Continue Reading

You'll Also Like

96.8K 13.7K 50
[CedricxMaleOCxOliver | Drarry | WolfStar | Ronmione] Ia tidak pernah meminta untuk menjadi seorang yang istimewa. Ia hanya seorang siswa Slytherin...
5.5M 234K 55
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
2.1M 125K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
21.5K 2.1K 26
Tahu hal apa yang paling Angga benci di dunia ini? Melihat gadis gila bertubuh mungil yang selalu mengenakan gardigan dan bando merah datang mengham...