Insecurity (TAMAT)

Av gawulgirl

345K 35.4K 1K

"Now, tell me how can i love someone who didn't love herself?" Aku terdiam. "Kamu dan pikiran kamu itu yang h... Mer

Obrolan di Travel 1
Obrolan di Travel 2
Apa ada yang mau menikah denganku?
Bukanagara Coffee..
Bertemu lagi
Tragedi Ojek Online
KENCAN??
News
Unexpectedly
Berteman
Perempuan jadi-jadian
Jadi pacar saya, please?
Nginep tempatku aja?
Bincang Malam
Rasa Percaya
Lucy In The Sky
Sehari setelah Lucy
Sweet Andi
Tarik Garis
I've got your back
Masa Orientasi Pacar
His Past
Honesty
Hilang
Tidak Pantas Untuk Dicintai?
I'm done..
Selesai?
Resign.
Semua yang serba terlambat.
Healing Journey
Very much
Infinity
Awal baru

Penjelasan

10.8K 1.1K 44
Av gawulgirl

"Apa kabar?" Tanyanya sambil tersenyum.

"Baik." Jawabku singkat. Lidahku terlalu kelu untuk mengeluarkan kalimat panjang.

"How do you feel?"Aku menatapnya meminta pejelasan dari pertanyaan. "Your healing journey trip?"

Aku masih menatapnya, menuntut penjelasan lebih rinci. "Ellen sama Nina info sama aku soal rencana trip kamu."

Aku menganggukan kepala, tanda mengerti. Aku membenarkan kembali letak kacamata hitamku yang tadi Andi naikkan ke puncak kepalaku. Aku akan membuat perhitungan dengan Nina dan Ellen nanti.

Andi, dia ada duduk disampingku sekarang. Wajah, tubuh dan senyumnya masih sama seperti enam bulan yang lalu. Tidak ada yang berubah darinya. Masih tampan seperti dulu.

"So?" Tuntutnya.

"Kamu mau apa Andi?" Tanyaku akhirnya.

Andi mengubah letak duduknya, menghadap pantai. "Like i said two minutes ago. I miss you."

Rasanya seperti ada kupu-kupu berterbangan diperutku. Kalau saja kulitku putih, pasti pipiku sudah memerah karena mendengar jawaban dari Andi.

"Bukan itu maksud aku. Kenapa kamu bisa disini?"

"Aku rasa udah cukup aku menderita selama enam bulan ini. Aku mau akhirin penderitaan aku." Kata Andi tanpa menoleh padaku.

Aku mendengus kasar. Andi menyadari responku. Dia tertawa kecil.

Penderitaan apaan? Bukannya dia sudah move on? Sudah punya kekasih baru? Meninggalkan aku yang masih bergelung dengan rasa bersalah dan masih berharap bisa memperbaiki hubungan ini?

Atau Andi mau closure denganku? Karena mungkin dia akan memulai hubungan yang baru. Karena menurut yang aku baca, lebih baik kita closure hubungan kita dengan pasangan sebelum memulai hubungan dengan pasangan yang baru.

Aku menundukkan kepalaku. Aku merasakan air mata mulai mengenang di pelupuk mataku. Kenapa harus begini? Aku juga menginginkan closure, berdamai dan menyelesaikan permasalahan diantara kami. Tapi bukan seperti ini, bukan karena Andi akan membuka lembaran baru dengan wanita di Instagram-nya atau siapapun itu.

"Nggak usah mikir yang macem-macem, Aya!" Andi melirik ke arahku, "Percuma kamu terapi atau apapun itu kalau kamu selalu berpikir macem-macem tanpa mau ngeluarin apa yang ada di kepala kamu."

Andi memutar badannya, menghadap ke arahku. "Maaf Aya."

Tangan kanannya menggenggam tangan kiriku, meremasnya pelan. "Maaf, aku nggak terbuka sama kamu. Maaf, ngebuat kamu menerka-nerka sendiri. Maaf, aku udah nggak mikirin perasaan kamu. Maaf, aku baru punya keberanian sekarang untuk bicara sama kamu. Maaf untuk semuanya Aya."

Detik itu juga aku langsung menangis. Berbeda dengan tangisan ketika pertama kali Andi menyapaku tadi. Tangisanku sekarang menarik perhatian pengunjung kafe dan aku tidak peduli. Aku hanya ingin menangis mendengar apa yang Andi katakan.

Permintaan maaf Andi terasa amat sangat tulus.

Bukan hanya dia yang bersalah dihubungan kami. Aku juga memiliki andil. Tapi aku tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun, terlalu sibuk dengan tangisanku.

Andi melepaskan genggaman tangannya. Tak lama berselang dia kembali menghampiriku.

"Pindah tempat yuk, Aya." Andi memasukan novel, topi dan HP diatas meja kedalam tasku. Mencangklongkan tas dipundakku.

"Kelapa muda kamu udah aku bayar." Infonya saat aku mengeluarkan dompet. Andi mengambil dompet dari tanganku da memasukkanya kedalam tas.

Andi mengenggam tanganku erat dan menuntunku ke arah parkir motor.

"Kunci motor kamu mana?" Aku mengeluarkan kunci dari saku belakang celana.

Andi membuka kunci ganda motor, menyalakannya dan mengeluarkannya.

"Motor kamu?" Tanyaku ketika Andi memintaku naik ke jok belakang.

"Aku naik ojek tadi."

"Serius?" Aku duduk dibelakang Andi. Andi menjalankan motor menaiki bukit kecil. "Kita mau kemana?"

"Ke tempat yang bisa bikin kamu nangis all out, Aya."

Kalau saja hubungan kami seperti dulu, aku pasti akan mencubit perutnya.

***

Andi mengajakku ke hotel tempat dia menginap di daerah Sanur. Aku dan Nina pernah berencana untuk menginap disini, Hyatt Regency.

"Aku inget kamu pernah cerita pengen nyoba nginep di hotel ini." Kata Andi sambil menempelkan key card pintu kamarnya.

Kamar Andi menghadap kearah taman. Aku mengarahkan langkahku ke teras yang menghadap taman.

"Cuman ada air mineral, Ya." Andi menghampiriku, memberi air mineral. "Atau kamu mau pesan minuman lain?"

Aku menggelengkan kepala, tanda tidak perlu. Andi berdiri disampingku, baik aku maupun Andi sama-sama membisu, menikmati pemandangan didepan kami.

Sepanjang perjalanan dari Uluwatu ke Sanur juga sama. Kami diam. Tidak mengobrol sama sekali. Terlalu banyak kata yang ingin aku katakan pada Andi tapi aku binggung harus memulai dari mana.

Andi menghembuskan napasnya, memecah kebisuann diantara kami. Andi duduk di kursi tepat dibelakang tempat kami berdiri.

"Duduk, Aya." Serunya.

Aku melangkah ragu ke arah kursi didepannya yang dipisahkan meja bundar kecil.

Andi menatapku. Tatapannya seperti menuntutku untuk mengeluarkan apa yang ada diisi pikiranku saat ini. Aku membuka segel botol air mineral yang tadi Andi berikan padaku. Namun sepertinya tenagaku entah hilang kemana hingga membuka tutup botol saja aku tidak bisa.

Andi tertawa, mengambil botol air mineral, membukanya tanpa kesulitan kemudian memberikannya padaku. Aku minum dibawah tatapan Andi.

"Aya, kamu nggak mau ngomong apapun?"

"Kenapa kamu disini?" Dari sekian banyak hal, aku malah menanyakan hal ini lagi.

"I miss you." Andi tersenyum, "Aku udah bilang tadi di pantai."

"Kenapa sekarang?" Aku menggelengkan kepala, meralat pertanyaanku, "Kenapa kamu baru datang nemuin aku sekarang?"

Andi mengalihkan tatapannya ke botol air mineral yang digenggamnya.

"Aku nggak pergi Aya."

Aku diam. Memberikan Andi waktu untuk melanjutkan kembali apa yang ingin dia sampaikan.

"Malam itu, malam kamu putusin aku. Aku ada di resto sebelah. Nunggu kamu keluar, mastiin kamu baik-baik aja." Andi menatapku, "Tapi aku terlalu pengecut untuk balik ke kamu dan bilang maaf."

"Aku udah ngucapin kata-kata yang nyakitin kamu." Andi meletakkan botol mineral, tangannya menggenggam tanganku.

"Aku nggak tahu harus mulai dari mana." Ucapku, "Kamu salah tapi aku juga salah." Aku membalas tatapan Andi, lalu berpaling ke taman. "Aku nggak mau membela diri Andi. Dalam hubungan ada dua orang. Kalau hubungannya bermasalah berarti ada dua orang yang salah, bukan cuman satu pihak saja."

"Aku bermasalah. Maksudnya aku punya masalah dengan diri aku sendiri. Aku terlalu sibuk membandingkan diri dengan Renata. Lihat Renata rasa insecure aku makin menjadi-jadi."

Aku melepaskan genggaman tangan Andi. Aku memainkan jari-jari kedua tanganku diatas paha.

"Dan aku juga punya masalah lain yang baru aku tahu. Aku susah untuk percaya sama orang lain karena aku cuman percaya sama pendapat aku sendiri."

Andi masih tetap menatapku, sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.

"Mungkin kalau dari awal kamu jujur soal Renata juga aku tetep nggak akan percaya."

"Tapi menurut aku, cara kamu tetep salah. Seharusnya, kamu tetep kasih tahu aku." Aku mengangkat kepalaku yang sedari tadi menunduk melihat jari-jariku yang bertautan. "Kasih tau aku masalah apapun, termasuk soal teror-teror yang kamu alami."

Yah, aku baru tahu ternyata mantan Boss-ku meneror Andi selama ini. Ellen menceritakannya kepadaku. Aku nggak tahu kalau ternyata, selama menjalin hubugan denganku, Andi harus mengalami teror.

"Aya..."

"Tapi aku bersyukur Andi. Karena masalah ini, aku jadi tahu kalau ada yang salah sama diri aku. Kalau malam itu kamu nggak ngomong, 'how can i love someone who didn't love herself ' mungkin aku nggak ada disini sekarang, dihadapan kamu."

"Mungkin aku lagi di kamar aku, di Bandung. Sembunyi dibawah selimut."

"Terima kasih Andi." Ucapku tulus.

"Aya, kamu mau maafin aku?" Aku menganggukan kepala. "Memaafkan kita?" Aku menatapnya, tidak mengerti.

"Aya, inget apa yang Ben bilang ke kamu? Aku nggak akan ngelepasin kamu lagi, Aya. Cukup sekali aku berbuat bodoh."

"Kamu udah punya pac-"

"Sepupu. Yang kamu lihat di IG, dia sepupu aku. Ellen yang nyuruh aku post foto itu." Andi tertawa kencang.

"Kamu tahu Ellen bilang ke aku kalau apa yang aku post nggak ngefek sama sekali. Tapi ternyata Ellen salah.. aku harus kasih tahu dia kalau jebakannya berhasil."

"Ellen?"

Andi bersusah payah menghentikan tawanya, "Iya, Ellen."

"Nina?"

"Dan Nina." Andi meminum air mineralnya sampai habis, lalu melemparnya ke tempat sampah diujung teras.

"Ellen telepon aku, marah-marah. Dia nggak sengaja keceplosan bilang kamu resign. Aku mau nyusulin kamu ke Bandung hari itu, tapi Ellen juga yang larang aku. Dia bilang kasih kamu ruang dan waktu. Nina juga sama."

"Aku tahu perkembangan kamu dari mereka. Tentang terapi dan sesi-sesi konseling kamu. Healing Journey kamu juga."

Aku teringat akan si penguntit, "Kamu yang nguntit aku di Penida kemarin?" Andi menganggukkan kepala.

"Nina bilang kamu pengen ke Penida sendiri, nggak mau dia temenin. Dia khawatir terjadi sesuatu makanya dia minta aku ke Bali, ngikutin kamu ke Penida."

"Ini gila..."

"Ya, rasa sayang mereka sama kamu gila. Aku, laki-laki yang ngaku cinta dan sayang sama kamu, nggak akan bisa ngalahin rasa sayang mereka."

Ada rasa haru menyelinap dihatiku, mataku kembali berair. Nina dan Ellen, entah apa jadinya aku tanpa kehadiran mereka.

"Aya, let's talk about us now." Tatapan mata Andi masih sama. Hangatnya merasuk hingga kedalam diriku.

***

"Nyet, belum muhrim. Balik!" Balas Nina ketika aku mengangkat teleponnya. "Jangan langsung bikin anak. Baru juga baikan. Siapa tahu besok putus lagi."

"Astaga itu mulut nggak disekolahin?"

"Yah, mau ngapain lagi berduaan di kamar hotel." Nina mengganti panggilan telepon menjadi panggilan video, "Ya ampun, baju loe kusut."

"Ganggu aja loe." Andi duduk disebelahku. Merangkulkan lengannya dipundakku.

"Maaf, baru mau mulai udah harus stop ya?" Nina cekikikan sendiri.

"Udah jam tujuh. Pulang! Jangan bandel ya!"

"Otak loe bener-bener ya Nin. Nggak akan ngapa-ngapain kali. Nggak percaya banget sama gue."

"Ehhh, gue takutnya loe yang menodai Andi, bukan sebaliknya." Andi dan Nina tertawa bersamaan.

Aku langsung mematikan sambungan telepon sebelum omongan Nina semakin melantur.

Aku melerai rangkulan Andi dipundakku, bergegas berdiri dari sofa.

"Mana kunci motornya?" Andi menaikkan kedua alisnya, "Tadi kamu yang bawa motor. Aku mau pulang. Mana kuncinya?"

"Baru jam 7 ngapain pulang?"

"Mau ngasah pisau buat Nina." Jawabku asal. "Mana?" Aku menggerakkan tangan kananku meminta kunci.

Andi meraih tanganku, menarikku ke pelukkannya, tangannya mengelus punggungku lembut. Andi menatap tepat dikedua mataku, dan sebuah kecupan mendarat dibibirku. Andi menatapku kembali, melihat reaksiku. Aku tersenyum. Andi kembali mendekatkan bibirnya namun bunyi telepon membuatnya berhenti.

"Hallo!"

"Balik monyettttttt" Teriak Nina dan langsung ditutup.

"Siapa?"

"Nina."

"Astaga, aku gantiin kamu asah pisau buat Nina ya!" Geram Andi yang dibalas tawa olehku.


Terima kasih semuanya udah mau baca cerita ini❤️❤️❤️

dua part lagi menuju ending!😁

Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

63.5K 14.2K 19
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...
433K 39.8K 97
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
641K 63.6K 31
Pernikahan Rhea dan Starky hanya berlangsung selama tiga tahun. Meskipun mereka telah dikaruniai seorang putra, ternyata Starky belum juga bisa usai...
980K 47.6K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...