SILHOUTTE: After A Minute [EN...

By lnfn21

123K 19.4K 5K

Roseanne Park baru saja menikah dengan kekasihnya, Jung Jaehyun yang merupakan pengusaha sukses dan bergelima... More

00: Prologue
01: Woman White Dress
03: Offer & Agreement
04: Yes, I'm Your Husband
05: Romantic in Traumatic
06: Beside You
07: Pray & Promise
08: The Things You Like
09: Bittersweet
10: From Seoul to Chuncheon
11: Big Consequences
12: So Care(less)
13: Quiet for A Moment
14: The Fragile Roses
15: Hug Your Body & Soul
16: Aware With Heart
17: Say Merry Christmas to The Devil
18: Enemy by My Side
19: Helleborus & Hidden Message
20: Circle of The Game
21: Captivated by Love
22: Falling Flower
23: Warmth That Melts Loneliness
24: An Anemone
25: Dating in Early Spring
26: I Wanna Tell You How I Feel
27: Eye Trick
28: The Wrecked Canoe
29: Woman Black Dress
30: Scabiosa's Allegory
31: Hyacinth
32: The Hurricane Arive in Rome
33: Human's Error
34: Even If It's Just A Lie
35: Italy is Distopia
36: Date of Birth & Death
37: People is Full of Secrets
38: Night We Took Off The Clothes
39: Built A Barrier
40: Autumn Bellflower
41: Sailing Without A Map
42: Fill The Emty Space in Yours
43: Chaos Begins to Blow
44: Home & Hebras
45: Beautiful Scraft Carried by The Wind
46: Lies Like a Time Bomb
47: This Charade is Sickening
48: Eternal Destructions
49: Jeju & The Uninhabited Villa
50: Who Is The Villain?
51: Being My Bride in One Night
52: Cistus - Tommorow I'll Die
53: There'd be Pools Filled by Bloods
54: Sweat Pea
| SILHOUTTE FLOWER'S ALLEGORY |
Rose's Series
Jeffrey's Series

02: Memory of Your Scent

3.3K 552 65
By lnfn21

CHAPTER 2
Memory of Your Scent

[playlist: Huh Gak – Memory of Your Scent]

***

Sepasang kelopak mata mengerjap lalu terbuka perlahan di kala sang pemilik raga terbaring di atas ranjang berteman selimut listrik berpenghangat. Dua buah netra jernih di sana sayu pandangnya.

Perempuan bergaun kelabu, bertatanan rambut lurus panjang dan berkulit pucat layaknya pualam itu mulai menapakan kaki pada lantai marmer ruangan bernuansa gading; berjalan menuju sebuah nakas dan meraih sebuah botol parfum yang kemudian digenggamnya erat. Bersama itu, sosoknya menyeret langkah keluar, meniti tangga yang menghubungkan lantai dua dengan lantai dasar rumah berinterior luar biasa mewah. Ada potret manis pernikahan sepasang muda mudi yang terbingkai cukup lebar di ruang tengah.

Dapur yang menyatu dengan ruang makan di mana sebuah meja persegi panjang berdiri bersama dua buah kursi yang berhadapan adalah tempat di mana perempuan itu berada sekarang. Meletakan botol parfum ke atas meja, ia menguncir asal rambutnya sebelum mulai menggauli bahan masakan dan alat-alat dapur. Cukup piawai sepasang tangan berjemari lentik dengan sebuah cincin yang melingkar cantik pada jari manis kirinya.

Sekitar satu jam, meja makan telah penuh oleh piring-piring berisi hidangan yang ditata sedemikian rupa menggiurkan setiap pasang mata memandang. Sup tahu pedas dengan irisan daging ayam adalah favorit seseorang. Maka, ada senyuman manis dari bibir pucat perempuan itu tatkala mencicipi hidangan tersebut.

Dentingan waktu merambat pada pukul enam petang, semestinya satu jam lagi seseorang akan berpulang dan duduk di hadapan perempuan tersebut untuk menyantap makan malam. Namun sayangnya, penantian satu jam bukanlah cukup. Kaki yang tadinya menapak pada lantai mulai diangkat dan ditekuk ke atas kursi yang perempuan itu duduki, kemudian sosoknya beranjak memeluk lutut; meletakan sepasang lengan di atasnya, berikut menenggelamkan kepala di sana.

Memandang lurus pada parfum yang teronggok di tengah-tengah meja, jemari perempuan itu meraih, lalu membuka dan menyemprotkannya ke udara. Ia memejamkan mata, menghirup aroma leather berpadu dengan woody yang hanya ada satu di dunia sebab perempuan itu sendiri yang meracik parfum tersebut untuk seseorang. Parfum spesial untuk orang yang spesial pula.

Satu musim terlewati tanpa hadirnya sosok itu. Dan, seperti malam-malam sebelumnya, perempuan bermata sayu di sana masih setia menunggu, berharap malam ini laki-laki yang dirindukannya hadir secara ajaib.

Satu jam berlalu, tetapi aroma parfum yang disemprotkan perempuan itu belum juga menghilang. Masih membekas bahkan mulai kurang ajar menjajakan beberapa kenangan di benak. Kenangan masa-masa indah yang terekam manis di setiap sudut rumah ini, pelukan dan ciuman penuh keromantisan.

Bahkan, seolah tak cukup dengan itu, aroma parfum tersebut menyeret jiwa sang perempuan menuju momen bulan madu di Venesia musim semi lalu. Setiap tatapan penuh cinta dari seorang laki-laki saat keduanya saling melabuhkan pandang, meresapkan kehangatan ke dalam relung hati dan menyajikan segelintir rindu tak bertepi. Hingga sebuah tragedi yang kembali mengusik akal, menggulung hangat dan menggantinya dengan beku.

Satu menit yang mengubah segala suka cita menjadi nestapa. Kala itu, di dalam sebuah mobil, saat sepasang manusia saling berpandangan dengan senyum yang mematri wajah masing-masing, tiba-tiba saja sorot menyilaukan kendaraan di depan sana membuat keduanya tak mampu melihat apa-apa. Debuman baja yang kencang meredam teriakan perempuan tersebut. Kala membuka mata, ia telah berada di tepi danau bersama sosok laki-laki yang terkapar basah kuyup penuh luka dan sebuah mobil yang nyaris tenggelam sepenuhnya.

Berlarian di antara menjulangnya pohon-pohon dan menyibak semak-semak belukar guna mencari pertolongan, perempuan tersebut akhirnya mencapai jalan raya. Secercah cahaya di kala fajar membantunya menemukan sosok pria berdiri di dekat pagar besi yang rusak.

"Tolong selamatkan suamiku!"

Demikian lirihnya sembari menggenggam tangan pria bersurai keriting yang menutupi setengah wajahnya. Tak ada jawaban kecuali keheningan. Pria itu bungkam lalu perlahan melepas genggaman tangan lemah sang perempuan bersama sebuah patahan kata.

"Maaf. Tapi, aku tidak akan melakukan sesuatu tanpa bayaran."

Lalu, yang nampak berikutnya oleh mata sayu perempuan itu hanya sebuah punggung lebar yang berangsur menjauh. Laki-laki berambut awutan di sana meninggalkan perempuan yang hanya bisa meraungkan tangis putus asa lalu tumbang tak sadarkan diri.

Sebulir air mata jatuh dari salah satu pelupuk. Mengangkat kepala dari sepasang lengan di atas lutut, perempuan yang sedari tadi duduk termenung berteman kenangan itu kemudian mengulurkan tangan, meraih piring berisi olahan daging.

Bunyi gemerantang mengaung di dalam ruangan sedetik setelah perempuan itu melemparkan satu piring. Daging dan saus menghias polosnya lantai dengan abstrak. Napas yang menderu berteman pening di kepala yang tak mau tahu perihal luka di jiwa, perempuan itu membanting keseluruhan tatanan piring dan gelas-gelas kaca, lalu menyibak taplak satin ungu gelap dan membuangnya asal.

Cucuran air mata menganak dari sosok yang kemudian tersungkur tak berdaya. Lalu, berdatanganlah para wanita berseragam ala pelayan rumah yang berusaha menenangkannya. Namun, percuma, perempuan itu telah menggila.

Sampai datang seorang wanita berpakaian rapi selayaknya pekerja kantoran, melempar tasnya dan menghampiri sosok perempuan yang meringkuk; menjambak rambutnya sendiri tanpa henti dan menangis tanpa suara.

"Rosé! Ini aku Alice. Ini kakakmu. Lihat!!!"

Rosé. Gadis itu berangsur mengangkat pandang, menyorot sendu sosok wanita yang memendam begitu banyak iba. Bibir Rosé bergetar hebat, merintih pelan, "Eonnie."

Mengangguk, Alice berusaha menahan air mata yang menumpuk pada sepasang netranya. "Eonnie, Jaehyun di mana? Mengapa malam ini dia tidak pulang lagi?"

Dan, ketika suara perih Rosé menggemakan tanya, pertanyaan yang serupa dengan yang sebelum-sebelumnya, selalu saja Alice hanya akan berakhir membisu. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain memeluk erat tubuh ringkih adiknya itu.

"Eonnie aku merindukan Jaehyun. Dia di mana?"

Selalu saja, melihat kondisi adiknya yang sedemikian menyedihkan, Alice hanya akan berakhir tumpah. Derai air mata tak lagi dapat ia kondisikan, berjatuhan dengan mulut yang berupaya menjawab, meski pelan.

"Jaehyun sudah pergi ke tempat yang jauh, Rosé. Dia tidak akan pulang."

Alice berharap adiknya akan mengerti dan tabah sebab ini sudah lebih dari enam bulan lamanya semenjak terjadinya kecelakaan itu. Semenjak itu dan sampai saat ini, kondisi Rosé masih sama, memendam trauma dan nyaris kehilangan kewarasannya. Perempuan itu tidak bisa menerima kenyataan bahwa laki-laki yang sangat dicintainya telah menggapai nirwana.

Hening. Alice melepas dekapannya dan memandang Rosé yang tak lagi menangis. "Jaehyun meninggal?" Alice mengangguk menanggapi pertanyaan polos Rosé sembari membenarkan surai adiknya yang berantakan.

Harapan Alice untuk kepulihan adiknya ternyata tak kunjung terlangitkan, perempuan itu kembali menggila; mendorong tubuh Alice hingga tersungkur dan merangkak menggapai sekeping pecahan gelas kaca. Telinga Alice jelas bisa menangkap sekalimat yang diucap Rosé lirih, "Aku ingin pergi bersama Jaehyun."

Panik bukan main, Alice segera menahan jemari Rosé yang menggenggam erat pecahan kaca dan hendak menggoreskan benda itu pada pergelangan tangannya. "Hentikan Rosé! Tidak boleh. Kau tidak boleh pergi."

Ucapan Alice sama sekali tak membuat Rosé menjadi tenang. Justru perempuan itu semakin menggila dan baru terdiam begitu kaca di tangannya menggores telapak tangan Alice hingga darah mengucur. Alice menggunakan kesempatan itu untuk membuang pecahan gelas kaca dari genggaman Rosé dan kembali memeluknya.

"Jangan pergi! Tetaplah di sini, bersama Eonnie!"

Keadaan Rosé kembali dapat dikondisikan. Alice telah berhasil memandikannya pula mencuci rambut perempuan itu dengan shampo beraroma leci. Sebuah gaun tidur satin berwarna salem membalut tubuh Rosé, tali tipis gaun tersebut menggantung di kedua bahunya yang mulus, pula mengekspos leher dan sebagian dada serta punggungnya.

Duduk di sebuah sofa di dekat jendela kamar, Alice menyisir rambut panjang Rosé yang baru saja ia keringkan. "Rambutmu sudah panjang. Mau potong rambut? Gaya sebahu mungkin akan cocok denganmu."

Melabuhkan pandangan pada pemandangan kelopak bunga yang berjatuhan dan jalanan yang nyaris dipenuhi oleh daun-daun kering di luar sana, Rosé menjawab pelan, "Tidak. Jaehyun bilang aku lebih cantik dengan rambut panjang."

Alice menghela napas pelan ketika lagi-lagi ia mendengar nama Jaehyun meluncur dari bibir yang kini terlihat lebih segar usai diolesi pelembab. Sungguh, Alice begitu merasa frustasi dan dihantui ketakutan setiap saat jika saja Rosé yang merupakan keluarga satu-satunya yang Alice miliki pada akhirnya akan pergi meninggalkan wanita itu. Seperti kedua orang tua mereka yang juga tewas dalam sebuah kecelakaan.

Dua perempuan itu dirawat oleh sang kakek yang juga telah meninggal di usia senja; meninggalkan harta yang tak sedikit jumlahnya. Perusahaan dengan cabang di mana-mana telah menjadikan Alice dan Rosé sebagai ahli waris yang sah. Alice mengembangkan cabang perusahan yang bergerak dibidang mode dan pakaian bersama sang kekasih, Johnny. Sementara Rosé, berkat bantuan Jaehyun seseorang yang begitu kompeten, mereka telah meraih kejayaan telak untuk bisnis produk kecantikan dan parfum.

Oleh sebab kondisi yang sedemikian kacau usai tragedi yang menimpa adiknya dan menewaskan Jaehyun, Alice kini memimpin dua cabang perusahaan tersebut dengan kapabilitas otak kecil yang bersarang di kepala, meski Johnny kerap kali risau akan kondisi kesehatan perempuan itu dan kerap kali meminta agar jabatan dilimpahkan pada pria itu saja.

Membungkus tubuh Rosé dengan luaran gaun tidur yang memang dirancang satu set, Alice menyuruh gadis itu untuk segera membaringkan diri sebab hari telah beranjak petang.

"Pulanglah Eonnie! Kau pasti lelah sekali." Rosé berucap sembari mengusap lengan kakaknya, perempuan itu memang tak sepenuhnya gila. Ia masih memiliki nurani yang berfungsi sebagaimana mestinya.

Alice tersenyum kecil dan mengusap pelan surai Rosé. "Tidurlah! Aku akan pulang setelah kau tidur."

Tak ada penolakan. Rosé menarik selimut dan memejamkan mata sesuai instruksi. Maka, setelah beberapa saat terjaga dan memastikan adiknya telah terlelap, pelan-pelan Alice beranjak meninggalkan.

Tanpa tahu, usai pintu kamar tertutup, dua kelopak mata Rosé kembali terbuka menatap ruang kosong tanpa penghuni di sampingnya. Tangan perempuan itu terulur menuju bagian bawah bantal meraih sebuah botol kecil yang kemudian ia buka.

Tiga butir obat tidur ditelannya cuma-cuma. Tak memberikan reaksi apa pun selain dua bola mata yang masih tetap terjaga. Maka, sekali lagi, Rosé menuangkan benda kecil berwarna putih itu ke atas telapak tangan. Tak tehitung banyaknya, ia menelan keseluruhan obat. Harapannya tidaklah muluk, ia hanya ingin cepat-cepat terlelap.

Lalu, terbangun di sisi Jaehyun. Itu saja.

Di luar sana daun-daun masih setia berguguran tertiup angin tanpa arah dan mendarat di belahan bumi mana saja. Petang menjalari larut, menyisakan senyapnya jalanan gang, pula di dalam ruang bernuansa gading di mana sosok perempuan pucat terbaring dalam kondisi mulut penuh busa.

Pintu kayu maoni kecoklatan dibuka paksa. Hampir seluruh pasang mata manusia yang masuk ke dalam ruangan tersebut membelalak bersama dua bola mata yang nyaris keluar dari tempatnya dan mulut yang ternganga. Kesunyian menjelma gaduh oleh sebab tangis sosok perempuan bermantel hitam tak lagi mampu teredam. Ia memeluk tubuh lemah perempuan bergaun tidur satin di atas ranjang.

Berikut, kepanikan semakin merajai begitu datang sosok pria jakung segera menggendong tubuh perempuan yang nyaris tak bernyawa menuju sebuah ambulan. Seorang dokter di dalam sana berusaha melakukan pertolongan pertama dengan menekan dada pasiennya. Namun asumsi perangai harapan hidup adalah tiada.

Maka, ketika sang dokter menggeleng pasrah, tangisan keras menyambut dari sosok wanita yang terus menggenggam erat tangan dingin adiknya.

Tak kuasa melihat itu, sosok pria jakung yang sedari tadi hanya diam tanpa aksi kemudian menyingkirkan posisi dokter di sana, menaiki ranjang pasien dan mencoba kembali menekan dada perempuan yang terbaring, bahkan tanpa pikir panjang menyalurkan oksigen dari mulutnya ke dalam mulut perempuan itu.

Usaha tersebut tak sia-sia. Bunyi mesin pendeteksi denyut nadi menjadi penanda, membuat seluruh manusia yang menghuni di ruang dalam mobil ambulan itu menghela lega.

"Terimakasih. Tanpamu Rosé mungkin sudah tak terselamatkan."

Berdiri di atap gedung sebuah rumah sakit, Alice bicara pada sosok pria jakung di sampingnya. Kim Min Gyu. Sekretaris pribadi Jaehyun yang kerap ia mintai bantuan.

Menyesap soda dari kaleng, Mingyu tersenyum tipis. Ia mengeluarkan sesuatu dari jaketnya. Sebuah potret lawas dua anak kecil yang nyaris persis rupanya, lalu menyerahkan benda itu pada Alice.

"Pimpinan Jung punya saudara kembar. Dia bercerita padaku jika saudaranya diadopsi dari panti asuhan oleh keluarga dari Italia. Setelah kucari tahu lebih jauh, aku menemukan banyak informasi."

Alice memandang Mingyu penuh rasa ingin tahu. Digenggamnya erat-erat selembar foto ketika sekelebat pemikiran liar terlintas, atau mungkin Mingyu juga memikirkan hal yang serupa dengannya.

"Namanya Jeffrey Anderson. Dia diadopsi dan dirawat dengan baik oleh sepasang suami istri pemilik bisnis jual beli bangunan dengan tujuan lain. Pasangan itu punya anak laki-laki pengidap leukimia dan sedang berusaha mencari donor. Mereka memelihara Jeffrey dengan tujuan dijadikan sebagai pendonor, lalu setelah Jeffrey mau mendonorkan sumsum tulang belakangnya dan anak mereka kemudian sembuh, mereka tak lagi memperhatikan Jeffrey seperti dulu. Bahkan saat Jeffrey pergi dari rumah, mereka tak berusaha mencari."

Meremas kaleng soda yang telah habis isinya, Minggyu menggulirkan pandang dari pekatnya langit menuju sosok perempuan yang masih setia memandangi foto di tangan.

"Jeffrey sekarang menjadi seorang anggota gangster. Dia mau melakukan apa pun asal ada bayarannya."

Hening beberapa saat sampai kemudian Alice bersuara, "Apa wajah mereka benar-benar mirip?"

"Dari foto masa kecilnya, sepertinya mereka kembar identik." Mingyu menjawab. Pandangan kedua manusia itu bertubrukan, mencoba menselaraskan pikiran.

"Haruskah kita membayarnya untuk berpura-pura menjadi Jung Jaehyun dan membawanya pada Rosé?" Kemudian terdengar pertanyaan Alice yang sarat akan ragu. Sejenak hening, Mingyu kemudian menanggapi, "Aku tidak yakin apakah hal itu bisa membantu pemulihan adikmu. Tapi setidaknya, dengan adanya pria itu, Rosé tak akan berpikiran untuk bunuh diri lagi, setidaknya sampai Rose bisa menerima kenyataan bahwa Pimpinan Jung telah tiada."

Dalam hati Alice menyetujui ucapan Minggyu. Menghela napas dan mengambil jeda untuk menentukan pilihan, pada akhirnya Alice memantapkan putusan.

"Ayo temui pria ini!"

[]





[SHILHOUTTE: After A Minute]

***

***

Halo, ketemu lagi nih di book ini wkwk.

Baru part 2 tapi semoga gak ngebosenin huhu khawatir banget :)

Tapi, makasih banyak buat kalian yang udah mau main ke sini wkwk. Lup yuu...

***

Continue Reading

You'll Also Like

122K 10K 65
[SEVENTEEN TWICE STORY] "Ketika rasa itu datang dan bermuara." Ini kisah tiga belas pria yang dipertemukan dengan sembilan gadis. Takdir membuat mere...
541K 59.4K 39
Setting: Canon (cerita lengkap) Highest rank: #1-tear #2-Canon #3-Sasusaku #3-Sakura #322-Fanfiction #10-Anime #20-Sasuke #83-friendship #575-sad #47...
1.4M 81.4K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
5.2K 314 29
"Kau tau tidak? Kau adalah orang pertama yang membuatku sekesal ini. Tapi entah kenapa hanya dengan senyummu saja bisa membuatku bahagia." Bertemu de...