KKN [ bp Γ— boys ] βœ“

By Tirecstasy

831K 105K 111K

Kuliah-Kerja-Nyinlok Sepuluh orang yang dipaksa untuk tinggal satu atap di desa terpencil. Tanpa akses intern... More

Intro A (The Girls)
Intro B (The Boys)
Intro C (The Villagers)
1 - Omelan Mba Pacar
2 - DPL Suho Diningrat
3 - Gibah Pemersatu Umat
4 - Ojek, Becek, Motor Bebek
5 - Notif Ceceran Aib
6 - Subuh Pertama
7 - Susah Sinyal
8 - Petani Strawberry
9 - Jembatan Uji Nyali
10 - Nyanyian Tengah Malam
11 - Mr.Kulkas Vs Mrs.Kulkas
12 - Instruktur Jeon
13 - Demi Sebuah Akses Internet
14 - Keinstagraman
15 - Primadona Kecipir Ft. Selebgram UGD
16 - Katanya Sih Biar Glowing
17 - Malam Festival
18 - Canggung Berduaan
19 - Tehjan Sakit Jantung
20 - Kaum Ask.fm Jaman Jigeum
21 - Sedikit Kisah Dari Si Anak Kost
22 - Bincangan Malam dan Cerita Masa Lalu
23 - Problematika Cewek
24 - Perihal Menantu Idaman
25 - Komitmen Yang Disetujui
26 - Berada di Pelukanmu
27 - Lah Kok Ngamok?!
28 - Seperti Mati Lampu Ya Sayang
29 - Ajang Pelampias Rindu
30 - Puisi Buatan Jim & Jun
31 - Biarkan Luka Mengudara
32 - Peringatan Bernada Cemburu
33 - Jadi, Ini Kamu Yang Sebenarnya?
34 - Rengkuh Peredam Rapuh
35 - Luka Terdalam Dicipta Goresan Kata
36 - Tentang Satu Atap
37 - Selamat Tinggal, Kecipir
38 - Sadboy di Ruang Karaoke Inul
39 - Setia Menjadi Sia-sia
40 - Paparazi Bikin Crazy
41 - Bajingan Lemah Iman
42 - Definisi Cantik
43 - Jengki Bikin Happy
44 - Masalah Tak Kenal Sudah
45 - Papa dan Bentuk Karma
46 - Ajari Aku
47 - Permohonan Keterikatan
48 - Tentang Arti Kata Sampai Jumpa
49 - Rencana Masa Depan
PRE ORDER KKN BESOK!
READY STOCK NOVEL KKN DI SHOPEE (LAST CHANCE)

50 - Pada Akhirnya

11.2K 1.2K 2.2K
By Tirecstasy

Prudentirals, nanti kalian WAJIB baca author notes di paling bawah yah. Tapi jangan dibaca duluan, baca paling terakhir biar nggak kena spoiler. Dan karena ini chapter terakhir, aku pengen dong kalian spam komen lebih banyak lagi! Jangan ketinggalan votenya juga ya, happy reading prudens<3

.
.
.
.
.
.

.




"Can you stay tonight?"

Rose bersumpah, sebelumnya dia tidak pernah terpikir bakal bisa diperlemah sama yang namanya cowok selain cowok fiksi yang suka dia baca. Hanya dengan empat kata tersebut, mulutnya terbungkam sempurna dan susah dibuka untuk mengutarakan kalimat penolakan. Suara berat yang parau yang bikin Rose kini repot-repot menelepon orang rumah untuk meminta izin.

"Mama Riri," Rose menggigit bibirnya seraya melempar pandang ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam dan hujan deras di luar sana. "Ochi malam ini izin nggak pulang, ya? Iya besok emang Ochi wisudaan—Ochi kayaknya berangkat dari sini aja deh. Mama Riri nyusul oke? Kasian temen Ochi lagi sakit, dia sendirian di rumah. Tolong go send kebaya, sepatu sama make up Ochi, dong. Iya-iya nggak bakal telat. Makasih Mama, love you!"

Rose tidak berbohong ketika bilang ada temannya yang sakit. Bohong dikit, sih. Soalnya yang sakit itu bukan temannya tapi pacarnya. Rose gengsi aja mengaku pada Mama Riri kalo dia akan menginap di rumah pacarnya malam ini—gengsi juga takut diledekin yang enggak-enggak.

Tapi serius deh, Rose nggak tega ninggalin Jeff sendirian di apartemennya. Rose baru kali ini liat Jeff sakit, pacarnya itu terkulai lemah di atas ranjang dari tadi pagi. Ah, ralat, tadi pagi Jeff sibuk mondar-mandir kamar mandi karena dia terserang diare. Sekarang sudah cukup baikan tapi badannya malah beralih demam dan gejala flu ingin menerjang.

"Dibolehin?" tanya Jeff ketika Rose kembali ke kamarnya selesai menelepon Mama Riri.

"Boleh."

Jujur ini mah meskipun Rose sudah di apartemennya Jeff dari jam sepuluh pagi tadi untuk menemaninya yang sedang sakit, Rose nggak berani terlalu lama memandang wajah Jeff. Siapa sangka kalau Jeff yang lagi sakit bisa nampak se-hottie itu dengan messy hair, mata sayu dan hidung kemerahan? Belum lagi suara serak-serak berat yang bisa bikin ambyar kapan aja.

"Aku boleh pinjem baju kamu, nggak? Aku nggak bisa tidur kalo pake jeans sama atasan blouse gini."

Jeff mengangguk. Hampir seluruh tubuhnya terbalut selimut kecuali wajahnya, keliatan gemes banget di mata Rose. "Pilih sendiri di lemari aku."

"Celana tidur ada di bagian mana?"

"Laci nomor tiga dari kiri."

Rose melenggang menuju lemari hitam milik Jeff. Apartemen lelaki itu dipenuhi nuansa black and white, Rose juga menemukan fakta baru kalau baju Jeff di lemari juga didominasi oleh dua warna tersebut walau warna lainnya juga tidak bisa dibilang sedikit dia punya.

"Aaaa baju kamu gede-gede semua..." keluh Rose.

Jeff menarik senyum, "Just choose a hoodie."

"All your hoodies are bigger than your t-shirts, anyway."

"Gapapa, biar kamu nggak kedinginan nanti malem."

"I'm not easily getting co—"

"It's okay if you don't want to, as long as you don't refuse if I hug you all night to keep you warm."

Jantung Rose rasanya langsung tercelos ke perut mendengarnya. "Huh...?"

"You choose, babe."

Akhirnya, Rose pun memilih untuk mengenakan salah satu hoodie abu-abu milik Jeff. Hoodie itu terlihat sangat besar dan membalut tubuh ramping Rose yang nyaris kelelap karenanya. Seusai gosok gigi, mencuci muka dan skincare-an pakai skincare punya Jeff, Rose melangkah canggung kala ia kembali ke kamar. Jeff sedang asal mengganti-ganti channel televisi tak lamanya dia menoleh sembari mengangkat sebelah alis.

"Kenapa diem di situ?"

"Aku... tidur di mana?"

"Of course here." Jeff menepuk-nepuk sebelah tempat kosong di kasur king size-nya. "I will share the bed with you."

Rose menggigit jari, keceplosan. "Aaaa mamaaa takuuutt...."

Tertawaan Jeff pecah memenuhi ruangan. Setengah tahun hubungan mereka kurang lebih berjalan, reaksi setiap Rose ketakutan akan diajak melakukan hal-hal yang mengarah ke nina bobo berdosa bakal jadi sesuatu paling lucu yang teringat di kepala Jeff. Padahal seringnya Jeff pun tak terpikir ke arah sana maupun hanya sedikit bercanda, tapi cara Rose membentengi diri yang seperti itu pula yang membedakan Rose dari perempuan-perempuan yang pernah mendekatinya di luar sana.

"What do you think I will do to you?" Jeff sengaja memberi sorot nakal yang bikin Rose mundur satu langkah.

"I don't know, anything can happen. Apalagi di luar lagi hujan, kalo kata Lisa sih cakung—"

"Apaan tuh?"

"Cuaca mendukung."

"Astaga hahaha..."

"Kamu jangan ngetawain aku, aku lagi ketakutan nih!"

"Kamu nggak perlu takut. I don't even have much energy to do what's on your mind."

"What's on my mind??? You mean???"

"Ya itu. Melakukan sesuatu di cuaca mendukung."

"....takut...."

"Don't be afraid, babe." Jeff meyakinkan. "Come here. I won't do anything."

Rose mulai berani melangkah tapi langkahnya terhenti setelah Jeff menambahkan sebuah kalimat.

"But I can't promise not to kiss your lips."

"BABE!"

Rose jarang memanggilnya begitu kecuali kalau dia sedang mengambek kepada Jeff. Wajah perempuan itu memerah dan Jeff semakin tidak tahan menunggu Rose berada tepat di sampingnya. Ingin rasanya segera mencubit pipi menggembung gemas tersebut.

"Just kidding, sweety. Come here."

Rose baru benar-benar percaya seperkian sekon kemudian. Dia terbaring dengan kaku, pura-pura bermain ponselnya sebagai pengalihan rasa gugup.

"Maaf ya kalo aku nyusahin kamu." mendadak Jeff berkata, Rose mau tidak mau memandang menyamping ke arahnya. "Kamu jadi harus cancel MUA yang udah kamu booking, kamu jadi batal ke salon sore ini, cuma gara-gara aku. I'm being too childish to ask you to stay here."

"No—hey, you don't need to say sorry."

"I need to. I ruined many of your plans for tomorrow."

"It's okay. I obey you without feeling forced."

Jeff menipiskan bibir, yang membuat kedua lesung pipinya sedikit tercetak. Matanya tak lepas memandangi wajah Rose lekat. Rose bersusah payah tak terlalu banyak memandang begitu balik demi kesehatan jantungnya.

Jujur, awalnya Rose juga cukup kesal karena rencananya jadi berantakan untuk wisudaan besok. Tapi bukan kesal karena Jeff-nya, kesal karena kenapa dari banyaknya hari, Jeff harus sakit bertepatan pada sehari sebelum wisuda? Rose jadi khawatir karena Jeff pula besok musti menghadiri acara wisuda dengan kondisi tubuh kurang fit.

"I'm sorry, I broke my word." Jeff merapatkan tubuhnya pada Rose, melingkarkan lengannya di pinggang Rose, memeluknya dari samping. "I really wanna do this. My hoodie makes you look so tiny. Super cute."

Rose bisa merasakan panas tubuh Jeff biarpun ia mengenakan hoodie yang cukup tebal, suhu tubuh tinggi lelaki masih bisa menembus kulit Rose. Makanya Rose membiarkan Jeff tetap memeluknya, tubuh Rose lama-lama bisa lebih rileks kian waktu berjalan.

"Please don't broke your word about not to kiss me too."

"You should be grateful I have flu right now."

"Kinda sounds scary and naughty at the same time."

"Hahaha.."

Jeff menatap kosong ke sembarang arah tatkala Rose mengusap-usap rambutnya. "Biasanya kalo lagi sakit, aku sendirian. Biasanya kalo lagi hujan, aku merasa diliputi kesepian. But now I have you. Thank you for being here, Se."

Jeff kian diselimuti kantuk. Setengah matanya kian tertutup, dia menambah kata-katanya lagi saat dimana Rose belum membalas.

"I love you so much, Roselita."

Lalu setelahnya, Jeff terlelap di dalam pelukan Rose. Sesudah memastikan Jeff betulan tertidur, Rose memberikan kecupan singkat pada dahi Jeff yang terasa hangat.

"I love you too, Jeffrey."

⚫⚫⚫

Tidak hanya Jeff yang mendapat musibah saat satu hari sebelum wisuda, rupanya Sehan juga merasakan hal yang sama.

Sehan baru selesai memandikan Aurora, menggendong gadis cilik itu untuk turun dititipkan pada ibunya yang tengah meminum teh sembari bermain ponsel. Gantian menjaga karena giliran Sehan menyantap sarapannya yang sudah dingin sejak puluhan menit yang lalu.

"Besok acaranya mulai jam berapa, Han?" tanya Ayah yang baru masuk dari luar dan menenteng koran yang habis ia baca.

"Jam delapan, Yah. Nanti duduk di paling belakang aja ya biar kalo Aurora nangis atau kenapa-napa bisa deket sama pintu keluar."

"Okelah." Ayah duduk di sofa, bergabung dengan Aurora dan Ibu. "Kamu berangkat bareng Namira?"

Namira yang dimaksud itu tentu saja Jisoo. Ayah Sehan lebih nyaman memanggilnya begitu karena katanya kata tersebut terdengar tak kalah cantik dari dua kata nama depan Jisoo yang lain.

"Belum tau, Yah. Sehan belum tanya ke dia besok dia berangkatnya gimana."

"Ditanyalah segera, nanti kalau dia berangkat diajak lelaki lain barulah kamu nyesal."

Ibu setengah tertawa, "Lho kok malah jadi kamu yang kedengeran ngebet, toh?"

"Memang. Ngebet punya menantu baru."

Sehan sebatas menggeleng kecil, tidak menyangka ayahnya yang cenderung masa bodoh itu bisa menanyakan seputar jalinan asmara Sehan.

"Sabar, Yah. Nggak usah ngebet-ngebet. Lamaran Sehan diterima aja belum."

"Justru itu lah yang bikin ayah risau."

"Kalo emang jodoh nggak bakal kemana, Yah."

Sehan terkekeh menyadari kalau dialog mereka seharusnya terbalik. Masa jadi anak yang nyuruh orang tuanya sabar buat nunggu kepastian jodohnya dia sendiri? Biasanya kan kebalikannya.

"Tapi, kalau di dalam bentuk persen, kamu bisa kira-kira nggak Han kemungkinan kamu diterimanya berapa persen?" Ayah masih saja penasaran.

"Urusan perasaan seseorang emangnya bisa diliat dari persenan gitu, Yah?"

"Yhaaa skakmat." ledek Ibu selepas Ayah terbungkam. "Kamu tuh Mas tumben banget kepo-kepo soal cinta-cintaannya Sehan. Se-klop itu kah sama si Jisoo?"

"Klop, lah. Setiap Namira main kan Ayah sempatin untuk interogasi. Dia lulus interogasi terus, Ayah belum nemu titik kurangnya dia di mana."

Ibu masih memasang ekspresi meledek, "Hmm ceritanya mau jadi ayah yang lagi menyeleksi jodoh anaknya setelah melihat kegagalan anaknya sebelumnya, nih?"

"Kamu ini meledek terus! Kalau Sehan ditolak, ayah bakal ikut susah move on nih!"

Sehan tertawa renyah. Jisoo memang tipe orang yang mudah untuk menarik hati siapa saja tidak hanya dari wajahnya, tapi juga dari perilakunya. Andai lamarannya sudah diterima, pasti akan lengkap sekali rasanya bila besok dia wisuda berdampingan dengan Jisoo sebagai seorang pasangan yang telah resmi.

"Oh iya, ini Han tadi ada paket. Ibu lupa kasih tau."

Masih menyuap nasi goreng, dahi Sehan berkerut. "Sehan nggak beli apa-apa, Bu. Paket apa?"

Ibu mengambil paket yang dimaksud, "Nih. Bentuknya kecil banget, deh. Penasaran ibu ini isinya apa."

Lantas kunyahan Sehan terhenti tatkala paket berukuran kecil itu sampai di tangannya. Dia baru teringat sesuatu.

Paket itu adalah cincin yang dia berikan pada Jisoo berbulan-bulan lalu.

Dengan dikembalikannya cincin itu... artinya lamaran Sehan berujung pada sebuah penolakan.

Sehan membeku dan menjatuhkan sendoknya hingga bunyi nyaring mengudara. Tangannya lemas begitu saja, bahkan kunyahannya yang belum sempat tertelan musti dibantu Ibu yang membawakannya minum sebagai usaha menenangkan sesaat.

Bibir Sehan memucat, kedua orang tuanya belum sanggup angkat suara karena keduanya sendiri pun terkejut melihat reaksi Sehan yang seperti itu.

"Han...? Kamu kenapa begitu...?" Ayah yang clueless pun memberanikan bertanya.

Butuh bermenit-menit kemudian untuk Sehan menjawab. "Lamaran Sehan ditolak, Yah."

Laki-laki yang melemas di ruangan itu bertambah. Ayah sama kecewanya dengan Sehan. Ayah sampai bersandar pasrah di sofa. Hanya Ibu yang masih terlihat tenang selepas membuat Aurora sibuk dengan mainannya. Ibu duduk di hadapan Sehan yang tak berminat lagi menyentuh nasi gorengnya.

"Han? Kamu terpukul berat ya?" Ibu menjatuhkan telapak tangannya di sisi lengan Sehan.

"Sehan berhak kecewa nggak sih, Bu?" Sehan meremas rambutnya cukup kencang. "Padahal pas kemarin-kemarin Sehan bisa nenangin diri sama kemungkinan tertolak. Tapi kok pas udah ditolak beneran, rasanya sakit banget ya Bu..."

"Nggak apa-apa, Sehan. Kamu berhak sedih dan kecewa. Pelan-pelan bisa ikhlasin ya..."

Sehan mengubur wajahnya di kedua tangan yang terlipat di atas meja. Nada bicara berikutnya terdengar bergetar, berkemungkinan Sehan akan segera mengucurkan air mata.

"Apa ini gara-gara Sehan jujur soal Sejara ya, Bu? Niat Sehan jujur soal Sejara kan sengaja biar Jisoo nggak ngira Sehan ada menyembunyikan sesuatu dari dia. Sehan beneran mau serius sama Jisoo, makanya Sehan coba buat lebih terbuka ke dia..."

"...."

"Tapi ternyata kejujuran Sehan mungkin bikin dia ragu ke Sehan?"

"...."

"Jujur demi apapun, Sehan nggak ragu sama sekali ke Jisoo cuma gara-gara Sejara. Sehan cuma takut suatu saat Sejara mau ambil Aurora dari Sehan. Itu aja kok, Bu..."

Semakin bergetar dan agak tersendatnya napas Sehan, sudah cukup ditarik kesimpulan bahwa lelaki itu betulan tengah menangis sekarang.

"Sabar, Sehan."

"Bahkan suara Ibu aja sekarang kedengaran kayak suaranya Jisoo di telinga Sehan."

Tidak ada suara lagi pada lima menit berikutnya. Timbul sebuah dorongan Sehat untuk mengangkat kepalanya. Dia terkejut bukan main tatkala melihat siapa yang kini ada di depannya.

"Ji? Jisoo?" Sehan mengucak-ngucak matanya sendiri, memastikan bahwa peremuan berkuncir kuda di hadapannya itu bukan sebatas halusinasinya belaka. "Saya kan udah bilang, Ji, nolaknya lewat paket aja. Kamu nggak usah datang langsung."

Jisoo menutur lancar, "Bang Sehan nyatainnya langsung. Jisoo nolaknya juga harus secara langsung."

Sehan bersumpah, itu kalimat terjahat yang pernah Jisoo katakan kepadanya.

Jisoo menoleh pada Ayah yang nampak kebingungan. "Makasih ya, Om, udah seneng sama Jisoo."

Sehan menatap penuh tanya. Ibunya yang masih berada di sekitarnya itu malah menahan senyum yang bikin Sehan semakin bingung.

"Maksud kamu apa, Ji?"

"Aku dengar semuanya. Yang kamu dan ayah kamu omongin." Jisoo menunjuk sisi bawah tangga dimana, "Tuh, Jisoo ngumpet di situ. Dari tadi. Dari sebelum Bang Sehan turun gendong Aurora."

Tiba-tiba Jisoo bertos ria dengan Ibu Sehan. Sehan semakin pening untuk mengertinya.

"Berhasil ya nih, Tan?"

"Berhasil-berhasil!!"

"Saya nggak ngerti untuk apa kamu ngumpet di situ dan menguping isi pembicaraan saya kalo tujuan kamu cuma buat nolak saya."

"Ya ampun, masih belum ngerti juga nih anak..." kata Ibu.

"Bang Sehan, Jisoo emang ngasih penolakan." Jisoo mengulas sebuah senyum, dia mengambil kotak cincin yang terangguri. "Penolakan untuk pasang cincin ini sendiri. Jisoo maunya Bang Sehan yang pasangin cincin ini ke jari Jisoo."

Jisoo mengulurkan jemarinya beberapa jengkal dari wajah Sehan, "Nih! Ayo pasangin!"

"Ji... maksudnya... kamu terima lamaran saya...?"

Tidak butuh waktu lama untuk mendapat anggukan riang dari Jisoo.

"Saya... masih nggak percaya..." Sehan menelan saliva berat, "Kamu beneran nggak ragu setelah saya cerita soal Sejara?"

"Buat apa ragu? Jadi makin yakin malah."

"...."

"Bang Sehan, kayak yang udah Bang Sehan bilang, tujuan Bang Sehan jujur ke Jisoo itu untuk membuktikan seberapa serius perasaan Bang Sehan ke Jisoo. Jisoo bisa ngerasain itu. Jisoo sangat menghargai inisiatif Bang Sehan untuk berani cerita soal keresahan yang Bang Sehan alami. Udah banyak banget hal yang Jisoo pertimbangkan di hari sebelum-sebelumnya. Yang pada ujungnya... semakin Jisoo pikirin... semakin Jisoo nggak menemukan alasan untuk menolak Bang Sehan."

Sesak di dada Sehan kian menghilang semakin dia mencerna kalimat demi kalimat yang Jisoo utarakan.

"Cuma Bang Sehan yang bisa menghadapi dengan sabar sifat Jisoo yang kadang nyebelin. Cuma Bang Sehan yang bisa selalu kasih Jisoo saran tanpa perlu mengatur-ngatur yang bukan haknya, cuma Bang Sehan yang bisa bikin Jisoo nyaman ketika butuh sebuah sandaran. Jisoo sadar kalau Jisoo sayang dan nggak mau kehilangan sosok Bang Sehan di hidup Jisoo. Oleh karena itu, mari kita hidup bergandengan untuk jangka waktu yang lebih lama lagi dengan sebuah ikatan peresmian."

Jisoo dan Sehan melempar senyum satu sama lain. Sehan pun lekas memasangkan cincin itu ke jemari lentik Jisoo kemudian berhambur memeluknya dengan air mata bahagia yang menetes lagi.

"Ji, makasih udah menerima saya... Saya seneng banget..."

"Jisoo juga makasih karena Bang Sehan udah memilih menawarkan keseriusan ke Jisoo."

Selanjutnya, perlukan pun terlepas. Ibu Sehan ikutan terharu, dan tatkala Jisoo menengok ke arah Ayah Sehan, terharunya pria itu bahkan lebih dramatis karena dia ikut menitikkan air mata.

"Aduh, Namira... Namira... saya harus syukuran pakai apa ya hari ini. Kita harus makan-makan besar pokoknya untuk perayaan momentum mengharukan ini!"

"Makan apa tuh?" tanya Ibu Sehan.

"Makan apa aja Namira bakal suka. Soalnya Namira itu kan..."

"Spesies omnivora!" Ayah Sehan dan Jisoo kompak berujar begitu diikuti dengan tertawaan mereka yang bersahut-sahutan.

Akhirnya, Sehan bisa punya gandengan besok di acara wisudaan.

⚪⚪⚪

Ada hal kecil yang bikin heboh sebelum acara wisuda dimulai. Yaitu kedatangan Agus sebagai pasangan Jennie di acara wisuda perempuan itu. Agus tidak datang sendiri tentunya. Dia bersama Mami, Mino, dan Eji, membawa buket bunga hadiah sebagai tanda selamat atas kelulusan Jennie.

Namun, yang bikin heboh bukan cuma kedatangan Agus, melainkan orang-orang membicarakan penampilan Agus yang dirasa terlalu sederhana pakai batik bermotif lama yang biasanya cenderung dipakai oleh bapak-bapak. Malahan ada yang sampai ngatain Agus lebih cocok jadi sopir barunya Mami Jennie, padahal Mami sendiri yang orang fashion nggak merasa terganggu sama sekali dengan penampilan Agus. Lagian Agus ganteng banget kok hari ini. Manaan dia jidatan dan kulit putih cerahnya itu bisa menarik atensi setiap orang memandang. Orang-orang julid yang ngatain Agus pake pelet ke Jennie bisa diyakini bakal mau juga pasti kalo didekati Agus—merekanya aja yang munafik.

Serius deh, baju Agus tidak semencolok itu. Hanya saja mungkin faktor Mami dan Jennie yang auranya terlalu glamor makanya emang agak kontras untuk melihat cowok beraura sederhana seperti Agus mendadak muncul setelah orang-orang mengira Jennie sedang tidak dekat dengan siapa-siapa.

Agus memandangi Jennie yang tengah berfoto bersama Mami—Jennie berkali-kali lipat lebih cantik hari ini berkat rambutnya yang dicepol menyiratkan keayuan. Senyumnya manis idaman, sampai-sampai Agus menahan senyumnya yang bisa kapan saja ikutan.

"Gus! Ayo foto!"

Jennie mendadak memanggil Agus, bikin orang-orang yang mangantre sesi foto itu serempak mengarahkan tatapan pada Agus. Agus bergelagat menolak karena dia malu, akan tetapi Jennie malah menjemputnya lalu menariknya menuju ke spot foto.

"Ni, baju saya teh norak. Nanti merusak foto kamu."

"Mau baju senorak apapun kalo orang yang pake ganteng ya tetep ganteng."

Jelas Agus menahan blusing susah payah habis dibilang ganteng sama Jennie. Jennie juga tiba-tiba menggandeng Agus, Agus agak terkejut namun dia netralisir dengan tersenyum—yang tak disangka bikin sebagian orang-orang julid yang sebelumnya ngatain dia kayak sopir itu terpana. Siapa suruh main-main sama senyumnya orang datar. Sekalinya senyum, mampus lah kau dibuatnya.

Setelah foto-foto dan acara selesai, Jennie bisa dengar ada yang bisik-bisik pengen tau nama instragamnya Agus. Jennie bukannya cemburu tapi malah ngakak dalam hati, belum tau aja mereka kalo Agus masih main facebook.

Jennie iseng memancing, "Anak-anak fakultas saya cantik-cantik ya..."

"Jahat sekali kalau saya bilang mereka jelek sedangkan semuanya pakai riasan yang menawan."

Agak kecewa ya pemirsa, soalnya Jennie berharap bakalan dapet jawaban 'iya pada cantik-cantik, tapi yang paling cantik itu kamu' gitu.

"Kalo saya gimana, Gus?" Jennie masih berusaha.

"Apanya?"

"Cantik nggak?"

"Sama seperti yang lain."

"Ampun, deh, muji cantik doang susah amat!" gerutu Jennie setengah ngambek.

"Iya cantik, Ni, cantik. Jangan merajuk atuh..."

Agus menyusul langkah Jennie yang tadi hampir meninggalkannya. Selesai acara, Jennie random banget ngajak Agus keliling kampus dengan jalan kaki—sebenernya pengen ngobrol berdua aja sih tanpa ada yang nguping. Hitung-hitung sekalian say goodbye sama kampus yang bittersweet ini.

"Pasti kekasih kamu dulu tampan-tampan, ya."

"Kenapa emangnya?"

"Tadi orang-orang melihat saya seolah saya memang tidak pantas disetarakan oleh pendamping kamu yang sebelum-sebelumnya."

"Terbalik, sih. Mereka yang nggak pantes disamain sama cowok tulus kayak kamu." gamblang Jennie.

"Memangnya saya begitu?"

"Kurang tulus apa kamu ngasih saya kardigan bikinan sendiri padahal statusnya masih belum jadi siapa-siapa." Jennie menambahkan, "Anyway, kardigannya beguna banget, loh! Waktu saya nanjak gunung yang gagal, saya pake itu jadi nggak kedinginan."

"Terima kasih. Saya pikir kamu tidak akan sudi memakainya." Agus senang mengetahui fakta itu.

"Pake, dong! Asal kamu tau, kado semahal apapun bakalan kalah sama kado yang dibuat pake jerih payah ketulusan."

"Baguslah kalau begitu..." Agus memberanikan diri bertanya, "Kalau Tama, kasih kamu hadiah apa?"

Jennie menatap Agus dengan tatapan tak terbaca, "Tenang, Gus, dia udah nggak deketin saya kok..."

"Huh? Saya kan hanya bertanya. Bukan bermaksud ke arah sana."

"Bukan salah lagi. Udah, tenang aja, bahkan dia nggak secepet kamu untuk tau kapan tanggal ulang tahun saya. Tapi—"

"Jangan tanya saya tahu darimana!"

"Yeee siapa juga yang mau nanya. Orang saya mau bilang makasih."

"Untuk?"

"Makasih udah bilangin Jisoo dan Rose kalau hari itu saya ulang tahun. Meskipun telat, saya seneng banget mereka bisa tau ulang tahun saya. Itu... pertama kalinya saya dikasih surprise ulang tahun sama seorang teman sungguhan yang selama ini saya nggak punya."

Agus agak tercekit mendengar nada kesenangan yang terselip kisah miris dari mulut Jennie.

"Itu semua berkat kamu, Gus." Jennie tersenyum penuh ketulusan.

"Gus, saya nggak tau jelasnya jenis perasaan apa yang sekarang saya rasakan ke kamu. Intinya, kamu selalu berhasil bikin saya bahagia dengan cara paling sederhana yang kamu punya. Jadi... saya minta... kamu jangan pernah jauh dari saya, ya? Saya pengen deket terus sama kamu lebih lama lagi. Dalam hari-hari, bulan-bulan, dan tahun-tahun yang nggak bisa dihitungi, saya pengen kamu ada mendampingi." lugas Jennie.

Agus mendapat pengharapan yang besar dari untaian kalimat Jennie barusan. Dia membalas senyum tulus Jennie—yang jarang-jarang bisa dia tampilkan semudah itu, tidak ada alasan untuk tidak tersenyum setelah mendengar peluang besar dari orang yang sedang disukai.

"Saya juga. Saya juga ingin terus dekat dengan kamu." kata Agus, "Makanya... sejak kamu pergi dari desa... saya berpikir sesuatu. Saya mempertimbangkan untuk pindah ke Jakarta."

"Demi saya?"

Jennie kira, kepedeannnya itu lagi-lagi akan dibalas hempasan kalimat gengsian dari Agus. Namun, tebakannya salah. Agus menjawab sesuai ekspektasinya.

"Ya. Demi kamu, Nini."

⚫⚫⚫

Lisa tahu kalau dia barang kali jadi manusia paling aneh di acara wisudaan ini sebab baru sekali acara selesai, selepas dia berfoto bersama keluarga, Lisa langsung berlarian menuju Fakultas Ekonomi seolah ada sekumpulan zombie yang siap menyantapnya di belakang sana.

Dia pakai kebaya berbawahan rok span cukup ketat, tak heran cara larinya nampak semakin aneh karena tak nampak seperti orang berlari melainkan seperti gabungan antara semi pocong blasteran suster ngesot dalam mengambil langkah. Kadang kakinya agak diseret, kadang melompat untuk mempercepat. Heels delapan senti hasil meminjam dari Somi itu berkali-kali membuatnya nyaris terpeleset maupun terjengkang. Tak jarang dia tanpa sengaja menyenggol bahu orang yang sedang lewat dan berbagi jalan.

"Katanya Jimmy bakalan langsung cabut ke bandara abis acara wisuda."

Sederet kalimat Arjun semalam itulah yang bikin Lisa panik bukan main soalnya Jimmy pun nggak mengatakan apapun padanya. Setelah Jisoo memberi tahu minggu lalu soal Jimmy yang akan pergi ke Makassar, selama seminggu itu juga Lisa tidak pernah bertemu Jimmy. Dia bilang dia lagi sibuk mengurus berkas-berkas, yang Lisa tebak bahwa berkas yang dimaksud adalah berkas untuk persiapan kerjanya di sana sekaligus menyiapkan barang-barangnya untuk diangkut ke Makassar.

Rambut pendek Lisa tataannya mulai berantakan. Jepitan bermotif bunga-bunganya dia lepas secara bringas agar tidak terjatuh hilang ke tanah.

Lisa sampai di Fakultas Ekonomi yang masih ramai akan mahasiswa dan para orang tua itu. Dia tidak peduli terhadap semakin bertambahnya pasang mata tatkala dia memutuskan untuk menyeker melepas heelsnya, masuk ke dalam fakultas demi mencari keberadaan Jimmy.

Manik Lisa mulai diambangi air mata ketika dia mulai putus asa. Lisa sudah mencari ke seluruh sudut dan tak menemukan tanda-tanda eksistensi Jimmy dimanapun. Bodohnya, dia sejak tadi tidak berinisiatif untuk bertanya pada siapapun orang yang ada di sana. Dia hanya berlari-lari panik seperti orang gila, pikirannya kacau balau membayangkan ditinggal pergi tiba-tiba.

Langkah Lisa berakhir di pekarangan belakang fakultas. Ada segerombolan mahasiswa yang tengah merokok di sana meski masih memangku toga dan mengalungkan medali. Kehadiran Lisa menarik perhatian, dia hampir di cat calling sama para cowok yang menilik tertarik ke arahnya tersebut.

"Jimmy!"

Jimmy yang baru sadar kalau Lisa berhasil menemukannya itu membuka mulut tidak menyangka melihat penampilan Lisa yang nyeker dengan rambut semi menyembang sekarang ini.

"Kemana aja, sih! Gue nyariin lo tau nggak?!"

Sekali lagi, Lisa tidak peduli akan orang di sekitar mereka yang menatap heran. Terlebih saat Lisa tiba-tiba memeluk Jimmy yang masih susuk memegang rokok di antara teman-temannya itu.

"Lis, kenapa dah? Jangan peluk-peluk, nanti pinggan lo kesundut rokok nih!"

"Huhu gue nyariin lo daritadi..."

"Lis, lepas dulu—"

"Nggak! Nggak mau! Nanti lo pergi ninggalin gue!"

"Uhuyyy mantap sekali epribadehhh..."

Mereka berdua dicie-ciein. Lisa setia menyumpal telinganya untuk itu.

"Lis, ayo ngobrolnya jangan di sini. Lepasin dulu."

Jimmy berhasil membujuk Lisa untuk menepi—menjauh dari kerumunan teman-temannya yang masih kepo apa yang terjadi di antara keduanya.

"Nih, pake." Jimmy memberikan sandal slip on miliknya yang dia bawa sebagai cadangan di tasnya.

"Jim, jangan tingg—"

"Pake dulu, buset dah nyai!"

Bibir Lisa mencebik, menurut perintah Jimmy.

"Dah, sekarang mau ngomong apa?"

Lisa menarik napas dalam-dalam, kemudian memukul dada Jimmy cukup keras. Untungnya nggak sampe bunyi kaya intro netflix.

"LO TUH ANJING TAU GA."

Suara Lisa kelewat kencang, makanya teman-teman Jimmy otomatis mentertawakannya dengan heboh.

"Daripada anjing, si Jimmy mah lebih mirip ke lutung sih!" celetuk salah satu temannya yang langsung dipelototin sama Jimmy.

"Dateng-dateng main peluk-peluk. Udah nyeker, rambut dora ngembang, ngatain anjing lagi. Dasar cewek prik!" balas Jimmy seraya menyentil dahi Lisa.

"Abisnya lo ngeselin! Mau pindah ke beda pulau nggak bilang-bilang! Lo anggap gue selama ini apa, hah?! Mau ngeghosting gue lo?! Mau PHP-in gue di saat lo udah tau susahnya gue pulih dari rasa patah hati?! JAHAT!! Semua cowok sama aja!"

"Oke kalo gitu tolong sama-samain gue sama Prince Mateen."

"Mateen-mateen pala lo! Lo mah cocoknya matiin bukan mateen! Mau lo gue matiin?!"

"Ya Allah aura nyai-nya berasa banget. Manaan lo lagi pake kebaya lagi."

"Jim, gue nggak lagi bercanda!" Lisa menghela napas berat, "Kenapa lo nggak bilang-bilang mau kerja di Makassar? Selama ini kita jalan terus, apa gue cuma dijadiin temen kesepian lo?"

"Bukannya lo yang gitu? Gue ngerasa cuma dijadiin lo pelarian."

"Pelarian atas dasar apa?"

"Atas dasar lo yang belom move on dari mantan lo."

"Jim, lo tau kan masalah gue sama mantan gue sebelumnya berat? Gue nggak hanya harus melupakan kenangan gue selama gue pacaran sama dia. Tapi juga gue harus merelakan kelakuan jahat dia terhadap gue. Susah, Jim, susah... Nggak segampang yang orang-orang kira."

"Gue nggak mengira itu gampang, tapi poin pertamanya lo udah bisa lupa apa masih suka mengenang-ngenang tentang dia?"

"Gue... masih butuh waktu. Tapi yang jelas gue udah nggak berangan-angan buat balik lagi sama dia. Bukannya itu namanya kemajuan?"

Jimmy diam dulu, menjawab agak frontal. "Selama kita sering jalan, kemajuan itu diiringi sama kemajuan perasaan lo ke gue juga, nggak?"

"M-maksud lo...?"

"Gue tau lo udah paham apa maksud gue." serius Jimmy. "Lo juga tau kan kalo gue bahkan udah suka sama lo semenjak lo belom putus dari mantan lo?"

"Lo suka gue tapi kok lo mau nunggalin gue gitu aja?!"

"Fokusnya di sini bukan masalah ninggalin, Lis. Tapi kalo gue tetep di sini, lo-nya bisa pastiin nggak kalo gue menetap untuk perasaan yang tepat?" Jimmy mengangkat sebelah alisnya menuntut jawaban. "Gue nggak bisa bertahan tanpa status yang jelas sementara gue harus terus kerja keras bangun karir gue, Lis."

"Ah, sialan. Masa gue ngaku duluan, sih. Gengsi bangke!" Lisa mengumpat. "Iya-iya, pesek! Gue suka sama lo. Puas?!?!?!"

"Masa?"

"Si tai pake nggak percaya." Lisa dongkol tapi dia malah menguliti lagi kegengsiannya dengan menambahkan berkata. "Ayo pacaran! Gue mau lo jadi pacar gue, gue mau lo terus ada di sisi gue tanpa ninggalin gue. Gue mau coba mulai hubungan sama lo!"

Jimmy cengo sesaat lalu menampar-nampar pipinya sendiri. "Ini serius nih nyai yang katanya mau merubah takdir ke dukun banten kalo berjodoh sama gue malah nembak gue duluan????"

"Iya. Gue kena karma dari Tuhan."

Barulah Jimmy mesem-mesem, "Hmm gimana ya, kalo mau jadi pacar gue, lo harus ambil nomor antrean dulu. Nggak bisa main nembak-nembak aja."

"BUKANNYA BERSYUKUR ANJENGG ADA CEWEK SECANTIK GUE YANG MAU SAMA LO!!!!" emosi Lisa. "Lo sekali lagi belagu, leher lo gue cekek pake medali!"

"Belom apa-apa udah tersirat inspirasi pembunuhan berencana aja lo!"

"Bodo! Udah cepet jawab apa, lo mau apa mau jadi pacar gue?"

"Pilihan enggaknya gak ada?"

"Nggak ada! Nggak terima penolakan!"

"Yaudah kalo gitu mau."

"Kepaksa banget!"

"IYA-IYA GUE MAU PACARAN SAMA LO DELISA THE VIRGIN!!"

"Delisa Virginia ya nyet!" Lisa berancang mau nampol Jimmy tapi dia urungkan niatnya itu. "Lo nggak jadi ke Makassar kan kalo gitu? Nggak ninggalin gue kan???"

"Lah, siapa bilang gue mau ke Makassar?"

"Arjun sama Jisoo!"

"Orang gue nolak tawaran itu. Udah dari bulan lalu."

"??????"

"Gue udah dapet kantor baru. Di Jakarta, kok. Cie-cie yang kemakan umpan gue, Arjun sama Jisoo." Jimmy menjawil dagu Lisa jahil.

"Apa maksud lo?!"

"Ya gitu, lah. Iseng aja nyuruh Arjun sama Jisoo kasih tau lo kalo gue mau pergi jauh. Cuma buat liat reaksi lo aja sih awalnya. Siapa sangka ujungnya lo jadi nembak gue duluan kaya gini? Kan abang jadi enak."

Lisa merasa bodoh untuk gegabah. Dia tidak punya rasa malu yang bisa diekspresikan sebab dia sudah tidak tau malu sejak menyusuli Jimmy kemari. Ternyata, hilangnya Jimmy seminggu memang buat mengurus berkas kerjanya tapi bukan di Makassar.

"WAH BANGSAT JUGA LO PA—"

Ucapan Lisa terhenti tatkala bibir Jimmy menempel pada bibirnya sekilas. "Peraturan nomor satu kalo pacaran sama gue. Sekali ngomong kasar, gue cium."

"Memanfaatkan kesempatan banget anj—"

Cup. Jimmy menjatuhkan kecupan kedua, yang bikin mereka disorakin sama gerombolan udud yang hebohnya tak kalah dari supporter bola.

"Kalo ngomongnya lebih kasar lagi, mungkin nggak bakal gue kecup doang, tapi gue lumat. Gue jago ciuman, gue yakin lo juga. Jadi nggak sabar buat menantikan sesi perang bibir kita nanti."

Pipi Lisa memerah, Lisa hampir kehilangan akal mendengarnya.

⚫⚫⚫

"Jadi.... setelah ini kita bakal apa?"

"LIBURAN KE BALI LAH!"

Saat kampus sudah sepi, anak kelompok delapan berkumpul di dekat gerbang utama untuk foto-foto bersama. Tapi sesi fotbar itu jadi kurang seru karena sekarang status mereka sudah banyak yang berubah berpacaran atau jadi pasangan.

Tentunya, ketiga cowok jomblo alias Arjun, Jeon dan Tama pun hanya bisa menontoni sambil iri dikit—iri banyak, deh, soalnya mereka suka memampangkan keuwuan tak terduga yang bikin jomblo gigit jari ngerasa pengen juga. Para ciwi pada foto sama pasangannya, eh Arjun, Jeon dan Tama foto bertigaan—berasa bintang film biru bagian adu pedang threesome.

"Jangan lupa ya lusa kita ngumpul di rumah Jennie buat ngomongin liburan!" Jisoo berteriak, menongolkan kepala dari balik kaca mobil Sehan. Mereka memang sudah mau bubaran.

"Jun, jangan lupa bawa uno, ya!" ingat Rose. Kenapa juga gitu harus Rose yang ngingetin ke Arjun yakan.

"Iye!"

Hingga tersisalah mereka bertiga yang masih berdiri mematung atas kepulangan para pasangan itu.

"Ya Allah, kalo tau endingnya begini pasti hamba kagak bakal berani cinlok Ya Allah..." keluh Arjun, yang bikin Jeon dan Tama ngakak.

Jeon ikut-ikutan, "Ya Allah, kalo tau endingnya begini pasti hamba gak bakal ikut KKN Ya Allah, biar pacar hamba nggak punya kesempatan selingkuh."

Arjun dan Jeon memandang Tama, menuntut agar ikutan juga.

"Ya Allah, kalo tau endingnya begini pasti hamba bakal memilih terlahir sebagai wibu softboy aja Ya Allah, biar nggak jadi cowok brengsek fuckboy gini." ujar Tama.

Mereka ngakak serempak sampai gigi mau kering.

"Eh, lu pada ada acara kagak abis ini?"

"Ngapa, Jun? Mau ngajak nge-sadboy di diskotik?"

"Boro-boro ke diskotik, Jeon, waktu itu gua berdua-dua Tama nge-sadboy di karaoke inul!"

"Bagus, dong, lebih halalan toyyiban."

"Kenapa lo nanya gitu, Jun? Gue nggak ada acara nih. Mau ngajak main?"

Arjun merangkul Jeon dan Tama, "Jadi begini gaes, my mom alias my loply emak nanti malem mau ngadain pengajian syukuran atas wisudaan gua."

Jeon bingung, "Terus kenapa? Tim marawisnya kekurangan orang makanya lo nyuruh gue sama Tama gantiin?"

"Gobloknya anak ini." hina Tama.

"Maksudnye gua mau ngajak lo berdua dateng! Banyak besek dan makanan looohhh... Gratis-tis-tis!"

Mendengar kata gratis dan makanan digabungkan dalam satu kalimat, Tama langsung semangat. "Gas banget gue mah."

"Gas juga! Sambil nunggu pengajiannya mulai, kita ngerental PS yang deket rumah Arjun itu, gimana?"

"SETUJU."

"Eh, Jun, gue nebeng dong. Gue nggak bawa motor ke sini."

Jeon menimpali, "Laahh gue juga baru mau minta nebeng. Mobil gue dibawa balik nyokap."

"Dahlah gaskeun, lo berdua gua angkut!"

Dan akhirnya, ketiga sadboy itu pun bonceng tiga menuju rumah Arjun dalam rangka menghibur diri berteman PS dan berkat pengajian.

⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪⚫⚪

Random Questions;

1. Ada kesan dan pesan yang kalian mau sampein selama kalian baca KKN sampai tamat ini?

2. Gimana menurut kamu ending chapter ini?

3. Kasih tau aku 3-5 part/adegan yang paling kamu suka dan paling membekas selama kamu baca KKN!

4. Kapalmu berlayar nggak yorobunsss??

***

malam, prudens, ini terakhir kalinya aku nyapa kalian di lapak ini yah hehe...

soo yah, itu endingnya. ending versi wattpad. ending lain yang lebih lengkap bisa kalian baca di kkn versi novel nanti karena kkn mau naik cetak yey! (soal keterangan tentang ini bisa dibaca di part selanjutnya, sebelum baca itu tolong baca author notesku di bawah ini dulu ya)

first thing first, aku mau ngucapin makasih banget untuk semua Prudentirals yang masih setia ngikutin kkn sampai tamat sekarang ini. baik itu Prudentirals lama yang baca ini dari awal-awal baru kupublish maupun Prudentirals baru. kalian sama berartinya buat aku.

jujur, aku pernah ada di titik dimana aku beneran hopeless banget sama cerita ini. karena kesibukan real lifeku, aku pernah lama banget nggak update sampe sebulan sekali pun belum tentu aku bisa update. angka reads, vote, dan comment perchap turun. bahkan ada yang anjlok abis gara-gara updateku nggak menentu. atau mungkin memang banyak yang lost interest dan hapus cerita ini dari library. maka dari itu, Prudentirals yang masih bertahan menanti cerita ini dan Prudentirals yang masih menemani aku meramaikan votment setiap part baru dipublish itu bener-bener bikin semangatku terus naik untuk tetap menamatkan cerita ini. pemikiran aku untuk nyerah selalu terkikis karena ada aja Prudentirals yang masih nggak bosen-bosen nungguin kkn update.

i know, ceritaku belum sempurna. masih banyak cacatnya. tapi aku selalu berusaha menyajikan yang terbaik karena sedikitpun aku nggak pernah berniat untuk mengecewakan para pembacaku. untuk itu, aku mau mengucapkan terimakasih juga kepada Prudentirals yang selalu apresiasi usahaku di kolom komentar ataupun DM. maaf ya aku nggak bisa balesin setiap komen kayak dulu, meskipun begitu aku selalu bacain semua komen dari kalian kok dan aku bisa menyerap banyak energi positif yang selalu bisa aku jadikan motivasi demi lebih baik ke depannya.

di ending ini, aku sadar masih banyak pertanyaan menyisakan di benak kalian karena aku memutuskan untuk nggak menuntaskan semuanya. kenapa? selain karena hal yang belum tuntas ini kemungkinan besar bakalan ada di versi novelnya, TIDAK semua cerita harus dikisahkan dengan sangat jelas. kalo semuanya aku ceritain sampe benar-benar tuntas di wattpad, entah sampai kapan ini tamatnya. jadi aku harap temen-temen Prudentirals mengerti maksudku ya. inilah ending versi wattpad. jeff dengan rose, jisoo dengan sehan, lisa dengan jimmy dan jennie dengan agus. meski banyak pertanyaan belum terjawab, INILAH ENDINGNYA. di versi wattpad. aku nggak mengatakan kalo ending versi novel nanti bakalan berbeda 180°, tapi di novel kalian bisa menemukan side story yang belum kujelaskan di sini. (sekali lagi keterangan soal novel vers ada di part selanjutnya).

makasih buat para pembaca yang mungkin kecewa tapi tetap bisa jaga ketikannya dan nggak meninggalkan komentar jahat di lapakku. aku sangat menghargai itu. kkn ini cerita yang paling aku sayang karena kkn bawa banyak dampak besar untuk namaku semakin dikenal. agak lega sekaligus berat untuk say goodbye sama cerita ini. seneng liat Prudentirals banyak yang terhibur atau bisa mengembalikan mood yang buruk hanya karena baca tulisanku.

yang suka bilang "yahh kkn tamat, nanti apa lagi yang aku tunggu-tunggu?", kalo kamu suka gaya tulisanku mungkin kamu bisa follow aku biar nggak ketinggalan sama story-story baruku. next year i plan to publish a story about NCT which has been delayed for a long time but selagi menyiapkan kkn versi novel, aku bakalan nulis Afterglow dulu. Afterglow ini emang di intro castnya cuma tiga, tapi seiring berjalannya chapter bakalan terus nambah castnya. genrenya juga comedy gt kok cuma bedanya ini soal married life. setelah afterglow tamat, aku baru lanjut ke cerita MoM 97line. semoga kalian suka!

segitu aja yang mau aku sampein, intinya terimakasih banyak untuk Prudentirals🤗🤗 kalo bisa jangan hapus cerita ini dari library ya soalnya nanti bakalan ada bonus chapter. TAPII kemungkinan aku baru bisa kasih bonus kalo proses terbit versi novelnya udah selesai ya...

untuk mengetahui lebih lanjut seputar kkn versi novel, silahkan scroll ke next chap!💞

Continue Reading

You'll Also Like

90.8K 10.9K 74
Rumah bergaya Belanda kuno tersebut nampak seram kejam dan dingin disaat malam, orang orang sekitar memanggilnya rumah bougenville karena hampir selu...
116K 10K 36
Gausa basa basi ayo langsung aja ke ceritanya^^
327K 47.6K 55
Ketika boss galak dipertemukan dengan seorang desainer yang cerobohnya tujuh turunan. Pasti akan menjadi bencana besar. "Dasar Jung bawel!" "Apa kam...
84K 9.3K 52
Katanya sih KKN tuh kuliah kerja ngebaper, tapi baper beneran gak ya? Β©Indomeiseleraku.