Love For Eleanor

By FatimahIdris3

1.1K 807 528

Kutulis kisah ini untuk banyak orang. Untuk mereka yang pernah terluka dan ragu untuk kembali membuka hatinya... More

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24.1
BAGIAN 24.2
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31

BAGIAN 12

28 19 5
By FatimahIdris3

         Matahari bersinar sangat terang. Orang bilang pintu neraka lupa ditutup. Hingga membuat panasnya memancar sampai kebumi. Persis seperti Sikha yang kepanasan sejak beberapa menit yang lalu.

         Sikha menggerutu sendiri sambil menyusuri trotoar. Sepatu heel yang biasa digunakan saat dikantor, dia jinjing dan mengganti alas kakinya dengan sandal biasa. Ada alasan kenapa dia berjalan sendirian.

"Aish... Harusnya dia tau kalau mobilnya sedang bermasalah, untuk apa memaksakan mencari penumpang, kalau sudah begini aku yang repot, aaaaaaaaaargh"

        Sikha berteriak frustasi. Kakinya menendang sampah yang ada dipinggiran trotoar. Tidak lama, sebuah mobil berhenti tepat disampingnya. Sikha menghentikan langkahnya. Wanita itu tidak berharap pemilik mobil itu menawarkan tumpangan. Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, rasanya memang tidak mungkin.

Flashback on:

     Sikha masuk kedalam restoran milik Fai. Mengedarkan pandangannya kesekitar guna menemukan sosok yang sudah membuatnya kesal. Gotcha.... Pria dengan baju santainya itu tengah berbicara dengan salah satu pegawai.

       Dengan menggebu-gebu, Sikha menghampiri pria itu. Lalu tanpa mengatakan apapun, Sikha memukul tengkuk Diaz dari belakang. Membuat pria itu berteriak kesakitan.

"Heh... Beraninya kau!!!"

        Sambil berdiri dari duduknya, Diaz menoleh kebelakang dan terkejut saat tau siapa yang memukulnya. Sikha melotot membuat Diaz sedikit takut. Bukan takut Sikha memukulnya lagi, Diaz takut bola mata Sikha keluar dari tempatnya.

"Apa? Hah? Tega sekali meninggalkan aku dijalan, memintaku naik taksi, sementara kau sudah duduk manis disini? Memangnya kau fikir kau siapa?"

        Sikha meradang. Tidak peduli lagi dimana dia berada. Tidak peduli kalau dia bicara tanpa bahasa formal. Tidak peduli juga kalau didepannya ini salah satu atasannya.

"Heh Sikha, pelankan suaramu, kau bisa membuat orang salah paham" Kata Diaz mencoba menenangkan sekretaris Sharga itu.

"Aku tidak peduli, aku kesal" Ucap Sikha sambil menautkan kedua tangannya didepan dada.

"Ya ya ya aku minta ma'af aku salah, tapi aku kan sudah memberimu uang untuk naik taksi jadi tidak seutuhnya aku salah" Kata Diaz membela diri.

"Apa???!!! Heh, apa begitu kau memperlakukan wanita? Pantas saja tidak ada wanita yang dekat denganmu"

"Kenapa kau malah mengatakan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan ini? Waaah kau sudah keterlaluan, kau lupa kau sedang bicara dengan siapa? Kau juga tidak menggunakan bahasa formal denganku, benar-benar kau ini"

"Memangnya kenapa? Ini diluar kantor, ini bukan jam kerja, tidak ada atasan atau bawahan disini, aku akan melampiaskan rasa kesalku sekarang"

       Sikha menyingsingkan lengan bajunya hingga batas siku. Bersiap untuk memukul Diaz lagi.

"Berani kau menyentuhku....." Belum sempat Diaz menyelesaikan perkataannya, Sikha sudah melayangkan pukulan mautnya pada tubuh Diaz.

       Sikha terus memukuli Diaz membabi buta. Mereka menjadi pusat perhatian pelanggan, pegawai bahkan pemilik restoran itu. Mereka persis seperti pasangan yang ketahuan selingkuh.

Flashback off

🌺🌺🌺

"Heh Sikha, apa kau tuli? Cepat masuk sebelum aku berubah pikiran" Suara Diaz dari dalam mobil menyadarkan Sikha.

"Pak Diaz yakin?" Tanya Sikha tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.

"Astaga, ayo cepat" Jawab Diaz sedikit kesal.

        Secepat kilat, Sikha masuk kedalam mobil milik atasannya itu. Diaz kembali melajukan mobilnya. Sikha melirik kearah Diaz takut. Pria itu tidak mengatakan apa-apa. Hanya fokus kejalanan didepannya.

        Tanpa sadar, Sikha melihat ada warna hitam kebiruan ditangan kiri Diaz. Sikha makin merasa bersalah. Pasti itu karna ulahnya.

"Pak"

"Hem"

"Ma'af ya pak"

"Untuk?"

"Untuk kelakuan saya yang sudah memukul anda, pasti badan anda sakit semua"

"Harusnya sebelum bertindak, kau dengarkan dulu penjelasanku, seenaknya saja memukul orang"

"Iya pak, saya tidak tau kalau saat itu anda sedang berusaha mendekati nona El, hihihihi" Kata Sikha yang tertawa geli membayangkan Diaz berusaha keras mendekati El.

"Siapa yang memberitahumu?"

"Pak Sharga" Jawab Sikha keceplosan.

"Ck dasar tidak bisa dipercaya" Kata Diaz kesal.

"Tapi apa mungkin seorang pria seperti pak Diaz bisa menakhlukkan wanita seperti nona El? Ya dilihat darimanapun juga nona El sangat berbeda dengan anda"

"Apa maksudmu?"

"Nona El itu orang yang mudah akrab dengan siapa saja, dia juga ceria walaupun sedikit aneh, sementara anda...."

"Ada apa denganku?"

"Apa anda tidak sadar, jika anda sedikit menakutkan. Kalau dengan orang yang sudah mengenal anda cukup lama mungkin akan mengerti bagaimana diri anda sebenarnya. Tapi orang-orang seperti nona El, pasti menganggap anda orang yang sedikit kejam, mungkin"

"Berlebihan sekali"

"Apanya yang berlebihan? Memang begitu adanya. Jika anda ingin mendekati seorang wanita, cobalah untuk mengurangi sikap datar anda"

"Tidak akan, jika dia benar-benar menyukaiku, menerimaku, dia akan menerima semua sikap yang ada pada diriku. Ini aku, tidak ada kata berubah hanya untuk menakhlukkan hati seorang wanita. Jika memang berjodoh, akan Tuhan lancarkan semua. Jika tidak, anggap saja hanya sebatas kenangan"

"Waaaaaaaah menakjubkan, baru kali ini saya dibuat terpukau dengan kata-kata anda" Kata Sikha sambil bertepuk tangan dengan heboh.

       Diaz memutar matanya malas. Belum tau saja, Diaz pandai menasehati tapi tidak pandai menjalani.

"Oya, bagaimana tugas dari Sharga? Kenapa kau berjalan kaki?" Tanya Diaz saat teringat sekretaris Sharga itu berjalan seorang diri ditrotoar.

"Huh, tadinya saya sudah lupa, pak Diaz malah mengingatkan lagi" Kata Sikha cemberut.

         Lalu mengalirlah cerita Sikha yang diminta Sharga untuk menemui salah satu CEO sebuah perusahaan majalah. Gara-gara telepon yang tidak mendapat tanggapan, Sikha berinisiatif sendiri mendatangi perusahaan itu. Meminta CEO itu untuk menghentikan pemberitaan yang berhubungan dengan Sharga dan Ahra.

       Hingga akhirnya dia naik taksi yang mengalami kerusakan ditengah perjalanan. Berakhirlah Sikha berjalan kaki dibawah terik matahari.

"BWhahahahahahah... Harusnya kau memesan taksi lain atau menghubungi pihak kantor" Kata Diaz sambil tertawa puas.

"Apa ada yang lucu?"

"Heheheh ma'af Sikha" Diaz berusaha menahan tawanya.

"Sayangnya ponsel saya mati, jadilah saya memutuskan untuk berjalan kaki"

"Astaga... Kenapa tidak pinjam sopir taksinya? Bagaimana jika tadi aku tidak lewat jalan itu? Bisa habis kakimu itu"

"Ish... Berlebihan sekali, itu tidak terpikir tadi"

"Sudahlah, anggap saja itu permintaan ma'afku karna kemarin sudah meninggalkanmu"

"Heheheheheh terima kasih pak Diaz"

"Hem"

"Eh tapi.... Apa pak Diaz tidak marah? Karna kemarin saya memukuli pak Diaz dan membuat tangan pak Diaz memar"

        Diaz mengerutkan keningnya. Tidak mengerti apa yang dimaksud Sikha. Diaz mengikuti arah pandangan Sikha yang tepat melihat pada tangannya.

"Ah... Kau merasa bersalah karna ini?" Tanya Diaz sambil mengangkat tangannya.

         Sikha mengangguk. Diaz tertawa terbahak-bahak membuat Sikha bingung.

"Asal kau tau, ini bukan memar karna kau pukuli, ini tinta printer yang tidak sengaja tumpah, melihat wajah bersalahmu lucu juga ya hahahahah"

"Ish... Menyesalnya aku" Kata Sikha sambil memukul lengan Diaz.

        Diaz makin keras tertawa. Sementara Sikha makin cemberut selama perjalanan.

🌺🌺🌺

        Fai menatap tidak suka pada pria yang kini tengah duduk berhadapan dengan El disalah satu meja di restorannya. Pria itu tidak lain adalah Billy. Mantan kekasih El yang hanya bertahan beberapa bulan saja. Karena pria itu juga persahabatan antara El, Fai dan Ahra jadi sedikit merenggang.

       Tanpa diundang pria itu sudah berdiri didepan restoran sejak pagi tadi. Bersikeras ingin menemui El meski sudah dilarang oleh Fai dan Aro.

      Billy juga pernah datang pagi-pagi buta ketempat kost Fai dan Ahra. Namun saat itu, El dan kedua sahabatnya tengah menginap ditempat Sharga. Aro adalah informan yang saat itu melihat bagaimana Billy duduk seorang diri diteras depan kost.

"Sudah biarkan saja mereka menyelesaikan masalah mereka, kau tidak perlu ikut campur" Tegur Aro yang entah sejak kapan berdiri disamping Fai.

"Aku tidak bermaksud ikut campur, hanya saja...."

"Hanya saja, ada beberapa pesanan yang harus kau buat" Aro memutus perkataan Fai sambil menempelkan note berisi pesanan pelanggan dikeningnya.

         Fai menghembuskan nafas pasrah. Lalu memandang kearah El dan Billy beberapa detik sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya.

"Aku berharap El tidak termakan rayuannya lagi" Gumam Fai.

"Fai!!!!!" Teriak Aro.

"Iya iya, akan kukerjakan bagianku" Sahut Fai.

🌺🌺🌺

         Billy memandangi wajah El yang.   sedari tadi menghindar. Sejak keduanya duduk disalah satu meja di restoran itu, El sama sekali tidak bersedia menatap kearahnya. Wajahnya selalu terarah keluar restoran.

        Billy mengerti, jika El terlanjur sakit hati padanya. Terlebih saat mendengar pernyataan Chitra tempo hari yang menyatakan dirinya tengah mengandung anak Billy. Hati wanita mana yang tidak terluka saat mendengar hal itu.

       Billy tidak akan memaksa hubungannya dengan El akan membaik seperti sebelumnya. Tapi setidaknya, dia masih bisa berteman baik dengan wanita yang pernah mengisi relung hatinya itu.

"Ehem... El, aku minta ma'af sebelumnya" Billy memulai pembicaraan meski sedikit canggung.

      Tidak ada reaksi apapun yang ditunjukkan El. Wanita itu masih sibuk dengan fikirannya sendiri sambil terus menatap keluar jendela.

"Ma'af karna sudah melukai hatimu, ma'af karna sejak awal aku tidak pernah bercerita tentang Chitra, tapi jujur El sejak awal pemilik hati ini hanya kau seorang. Aku memang mengenal Chitra lebih lama, bahkan orang tuaku mengenalnya. Namun tidak sedikitpun aku menyimpan rasa padanya, aku hanya menganggapnya teman. Tapi setiap kebaikanku ternyata disalah artikan olehnya. Dia menyukaiku dan berusaha merebut hati ibuku"

"Ibu yang sejak lama ingin aku menikah sangat senang saat tau kedekatanku dengannya. Awalnya kufikir tidak masalah membiarkan mereka dan orang-orang berfikir bahwa aku dan Chitra menjalin hubungan. Namun sejak bertemu denganmu, fikiranku mulai berubah. Aku ingin lepas dari semua kebohongan yang secara tidak langsung aku ciptakan sendiri. Tapi ternyata tidak mudah. Rasa suka Chitra berubah jadi obsesi yang bukan hanya menginginkanku tapi juga hartaku. Dia melakukan banyak hal agar aku menikahinya termasuk memberikan pernyataan palsu tentang kehamilannya"

      Billy berhenti sejenak. Dia menunduk, mengutuk dirinya sendiri.

"Untuk apa kau menceritakan semua itu padaku? Sama sekali tidak berguna. Kau lupa bahwa kau dan aku sudah tidak ada hubungan apapun. Jadi percuma saja kau bercerita panjang lebar begitu" Kata El pada akhirnya.

       Billy mengangkat kepalanya, menatap El yang sekarang juga tengah menatapnya. Namun tatapan itu sangat berbeda dengan tatapan El saat masih berstatus sebagai kekasihnya. Sorot mata lembut itu sudah tergantikan dengan sorot mata tegas dan tajam. Tidak ada pancar cinta tulus, yang ada hanya pancar datar seolah ada batas antara dirinya dan El.

"Ck harusnya aku sadar, tidak ada gunanya menemuimu lagi, sepertinya kau benar-benar tidak ingin mengenalku lagi"

"Baguslah jika kau sadar" Bukan El yang mengatakan itu. Tapi seorang pria berbadan tegap yang kini berdiri disamping El.

        El mengernyit saat tau siapa pria yang ada disampingnya saat ini.

"Kau tau, setiap kali kau muncul aku harus menahan diri untuk tidak melayangkan satu pukulan kewajah brengsekmu itu"

"Ck bicara apa sih pria ini?" Gumam El dalam hati.

"Aku minta ma'af, aku janji tidak akan mengganggu El lagi. Aku tidak akan datang menemui El lagi. Kau juga tidak harus menahan diri lagi. Terima kasih untuk semua hal yang pernah kita lalui bersama, El. Kau wanita baik dan aku rasa pria ini adalah pria yang tepat untukmu" Kata Billy sambil menunjuk kearah pria disamping El.

        El hanya memutar matanya lelah. Sementara diam-diam, pria disamping El meng-amini ucapan Billy dalam hati. Billy melangkah pergi, tinggallah El dan pria yang muncul tiba-tiba itu.

"Heh... Sejak kapan kau ada disini? Kenapa dengan seenaknya ikut campur urusanku? Lalu apa tadi maksudmu?" Tanya El.

        Tanpa mengatakan apapun, pria itu melangkah pergi begitu saja menuju meja tempat biasa Fai dan yang lain berkumpul.

"Heh.... Diaz!!! Jawab dulu pertanyaanku!!!" El mengejar pria yang tidak lain adalah Diaz.

         Diaz dengan santai duduk disalah satu kursi kosong. Disebelahnya ada Sharga yang sibuk memperhatikan Ahra yang tengah menikmati makanannya. Baru saja El ingin berbicara pada Diaz, Aro muncul memotong perkataan El.

"Jangan banyak bicara, ayo makan" Kata Aro sambil menyodorkan piring berisi makanan pada El.

        El cemberut dan dengan terpaksa mematuhi perkataan Aro. Dengan kesal El duduk dikursi yang berhadapan langsung dengan Sharga dan Ahra. Melihat kemesraan pasangan itu, El semakin kesal. Diapun meletakkan piringnya sedikit keras.

"Tok..."

       Ahra mengangkat kepalanya melihat kearah El.

"Ada masalah apa lagi kali ini?" Tanya Ahra penasaran.

        El tidak menjawab. Dia malah melahap makanan yang sudah disajikan Aro tadi.

"Kalau ada yang menanyakan sesuatu, dijawab" Kata Fai sambil memukul pundak El pelan.

"Aaaakh... Kau menyakitiku tau" Kata El.

     Fai memutar matanya bosan. Lalu mulai menikmati makanannya. Disaat semua orang sibuk dengan makanannya, diam-diam Diaz memperhatikan El. Tanpa sadar senyum kecil tersungging dibibirnya.

      Rupanya Sharga menyadari hal itu. Dengan jahilnya, dia berbisik.

"Apa aku tidak salah lihat? Seorang Diaz tersenyum memperhatikan seorang wanita, wah menakjubkan sekali"

"Diam kau!" Bisik Diaz sambil menatap tajam kearah Sharga.

"Hahahahahahahaha"

        Tawa Sharga meledak mendengar teguran Diaz. Membuat yang lain yang ada dimeja itu mengalihkan perhatiannya pada Sharga. Yang diperhatikan malah tidak sadar diri. Ahra dengan santainya mengingatkan tunangannya itu dengan menginjak kakinya. Dengan otomatis, Sharga langsung menatap kearah Ahra.

        Ahra melotot, memberi tanda agar pria itu menghentikan tawanya. Sharga tidak membantah. Fai, Aro dan El hanya menggeleng tidak percaya. Seorang CEO terkenal luluh dengan wanita biasa seperti Ahra. Benar-benar cinta bisa mengubah siapapun.

🌺🌺🌺

Ma'af ya kalau author updatenya kelamaan🙏🙏🙏

Author kagak janji bakal sering update. Tapi pasti setiap cerita bakal author tamatin. Mohon bersabar ya hehehehe.

Ok gitu ajah cuap-cuapnya.

Buat yg masih setia sama karya author makasi ya..... Sayang kalian buanyak-buanyak😘😘

Jangan lupa vote dan komentnnya ya.....

Sampai jumpa di bagian selanjutnya......

Continue Reading

You'll Also Like

832K 31.2K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
28.9M 916K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...
55.1M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...
4.8M 255K 34
Those who were taken... They never came back, dragged beneath the waves never to return. Their haunting screams were a symbol of their horrific death...