BUKAN CINTA TERLARANG {END}

By IndahTriFadillah

179K 19.3K 4.7K

Kisah Vano si murid nakal, yang mencintai Jisya si guru dingin di sekolahnya. Berkali-kali penolakan yang dib... More

TRAILER
CAST
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45 "RADEVA"
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
EPILOG
New Story "BBM"
New Story "DIVIDED LOVE"
New Story : "Langit Favorit Arthur"

Chapter 22

2.2K 316 109
By IndahTriFadillah

"Happy Reading"



Jangan lupa spam komen!!
Chapter ini harus rame yaaa🙂

Siapin jantung juga biar gak kejedar kejedur 😂



Sudah delapan hari lamanya sejak Jisya menginap di apartemen milik Vano kemarin. Kini keduanya semakin terlihat akrab walau seperti biasa kalimat pedas dari Jisya tidak pernah absen walau hanya sehari.

Seperti sekarang ini, kedua insan itu tengah asik menyusun kepingan puzzle bersama anak-anak sambil sesekali bercanda dan tertawa bersama.

Vano melirik Jisya sekilas lalu kembali fokus menyelesaikan puzzle miliknya. "Kalau capek bilang. Saya takut Mis drop lagi kayak kemarin karena terlalu bersemangat" Ucapnya sesekali memandang ke arah Jisya.

"Saya udah minum obat sebelum ke sini jadi gak mungkin drop"

"Obat gak menjamin apapun. Lupa kalau Mis juga butuh kem–" Ucapan Vano tergantung saat tanpa sadar lelaki itu hampir mengucapkan kata yang seharusnya tidak dia ucapkan.

Mendadak pergerakan Jisya terhenti. Ini bukan yang pertama kalinya Vano menggantungkan kalimat setiap kali membahas kondisi kesehatannya. Jisya rasa lelaki itu tengah menyembunyikan sesuatu darinya.

"Enggh.... K-kita pergi makan yuk" Ucap Vano mengalihkan.

"Anak-anak masih seru mainin puzzle nya. Kasian kalau harus disuruh berhenti"

"Biarin mereka lanjutin mainnya, kita tinggal makan sebentar gak akan jadi masalah"

"Kamu gak lagi sembunyiin sesuatu dari saya kan?" Tanya Jisya menelisik. Pandangannya menyoroti Vano coba mencari jawaban melalui mata lelaki itu. "Saya lihat setiap kali kita membahas kondisi kesehatan saya kamu jadi aneh"

"Siapa bilang? S-saya cuma khawatir aja kejadian kemarin terulang" Vano menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.

"Saya benci kebohongan Vano! Ayo jujur sama saya kamu menyembunyikan apa"

"VANO!"

Tepat pada waktunya! Tama memanggil Vano disaat lelaki itu butuh menghindar atas pertanyaan Jisya barusan. "Kenapa?" Tanya Vano menoleh.

"Nih nyokap lo nelfon. Ponsel lo gak bisa dihubungi jadi dia nelfon ke nomor gue" Ucap Tama memberikan ponselnya.

Kening Vano mengernyit. Hal penting apa yang ingin mamahnya sampaikan sampai harus menelfon sahabatnya segala? Perasaan Vano mendadak gelisah. Perlahan dia berjalan menjauh mencari tempat yang aman untuk berbicara.

"Hmm?" Ucapnya malas.

"Dimana kamu Vano? Mamah telfon gak diangkat, pesan mamah juga gak kamu balas! Pulang sekarang!!"

Vano menjauhkan ponsel Tama dari telinganya saat kemarahan sang mamah terdengar menyakiti telinga. Merasa ponsel itu sudah kembali tenang di dekatkannya kembali untuk mulai berbicara. "Mau ngapain suruh aku pulang secepet ini?"

"Astaga Vano! Kamu lupa hari ini acara pertunangan kamu dengan Bella?! Bahkan kedua sahabat kamu saja ingat! Dasar anak nakal!"

"Hanya karena Vano gak inget bukan berarti Vano anak nakal Mah! Mau sampai kapan ngatain Vano anak nakal? Mamah gak tau aja apa yang Vano lakuin di luar rumah! Yang mamah bisa liat cuma sisi negatif aku!"

"Jangan berbalik marah kamu! Seharusnya mamah yang marah disini, cepat pulang karena acara akan segera dimulai!"

"Aku udah nolak perjodohan ini kan? Kenapa masih dilanjutkan?"

"Gak ada yang minta pendapat kamu! Sekarang pulang atau kamu bisa liat jenazah mamah sesampainya di rumah nanti!"

"Ancaman mamah selalu soal penyakit asma Mamah! Aku udah dewasa Mah! Kapan sih mamah bisa ngertiin Vano?!"


Tit!



Sambungan diputuskan sepihak membuat Vano menggeram marah sekaligus kesal atas perlakuan mamahnya. "Arghhh!! Gue gak cinta sama dia!" Maki Vano menendang kerikil jalanan sekedar melampiaskan amarahnya.

Tama dan Dion yang memang sudah mengetahui pertunangan ini meski belum tau siapa calon tunangan sahabat mereka, Keduanya kini berjalan mendekati Vano untuk menenangkan. Lelaki itu jika sudah marah segala sesuatu yang berbahaya bisa terjadi.

"Mending lo turuti aja mau nyokap lo, Van"  Dion menepuk pundak Vano pelan.

"Jangan sampe nyesel, gue takut nyokap lo nekat" Timpal Tama.

Vano mengusap wajahnya frustasi lalu menatap Dion dan Tama bergantian. Apakah kali ini dia harus mengalah dan bertunangan dengan Bella?

Pandangannya teralih pada Jisya yang masih asik menyusun puzzle dengan senyum mengembang. Perasaan bersalah menyelimutinya saat mengingat Vano pernah menjajikan cinta yang tulus. Lihatlah? Sekarang dia menghianati ucapan cintanya karena akan bertunangan bersama Bella.

"Gimana sama Jisya? G-gue cinta sama dia" Lirih Vano dengan masih memandangi wanita itu dari kejauhan.

"Lo tinggal pilih. Nyokap atau gadis kesayangan lo itu" Balas Tama. "Jangan jadi pengecut dengan mau keduanya. Hidup itu penuh dengan pilihan, Van"

"Gue sayang keduanya Tam! Gimana bisa lo suruh gue buat milih?"

"Tapi itu faktanya Vano! Lo harus pilih sekarang juga!" Bentak Tama emosi melihat sikap Vano yang tidak bisa tegas terhadap pilihannya.

Keadaan mengheningkan sejenak saat Vano menimbang keputusannya. Lelaki itu menunduk lalu melihat ke arah Jisya yang secara kebetulan juga melihat ke arahnya. Mata teduh itu meskipun dari jauh selalu berhasil menghangatkan Vano.

"Gue bakal pergi tunangan" Putusnya berusaha yakin memilih berada di pihak sang mamah. "Tapi untuk ngejauh dari Jisya setelahnya gue gak bisa. Selagi gue masih belum terikat dalam hubungan yang bernama pernikahan, masih ada kesempatan buat bersatu sama Jisya"

"Kalau akhirnya lo tetep bersatu sama tunangan lo itu Jisya bakal lo kemanain?" Tanya Dion.

"Mengikhlaskan dia sama yang lain kayaknya jadi pilihan terakhir" Mata Vano memanas. Hatinya sangat pedih seperti tengah disayat saat harus membayangkan jika Jisya benar bersanding dengan lelaki lain. "Gue balik duluan, titip pesan ke Jisya kalau gue ada acara keluarga dirumah"

"Nyokap lo minta kita berdua buat ikut dateng Van" Beritahu Dion.

"Gue gak mungkin biarin Jisya pulang sendiri! Lebih gak mungkin lagi kalau gue anter dia pulang dulu karena waktu udah mepet" Jelas Vano. "Salah satu dari kalian siapa yang mau anter Jisya pulang?"

"Yaudah gue aja, lagipula gue harus pergi lagi jadi maaf gak bisa dateng ke acara lo ini" Ucap Tama mengajukan diri.

Vano menepuk pundak Tama yakin. "Gue percaya lo. Bawa dia pulang kerumah dengan selamat, jangan kebut-kebutan karena Jisya punya trauma sama jalanan"

"Iya udah sana pergi! Gue jaga dah barang antik lo"

Vano melenggang pergi berjalan ke arah gubuk terburu buru diikuti oleh kedua temannya. Lelaki itu segera meraih kunci mobil serta tas sekolahnya untuk segera pergi.

Namun sebelumnya, Vano menghampiri Jisya dan tanpa izin mengecup dahi wanita itu singkat sambil menggumamkan kata, "Maaf" Lalu setelahnya pergi begitu saja dengan motornya dan juga Dion.

Disisi lain Jisya mematung menatap kepergian Vano dengan penuh tanda tanya. Kecupan tadi seperti salam perpisahan dari lelaki itu. Kenapa Jisya merasa bahwa perlakuan manis Vano itu adalah untuk yang terakhir? Melihat mobil lelaki itu yang semakin menjauh membuat Jisya merasakan jika Vano nya juga akan menjauh setelah ini.

Mungkin bukan menjauh sepenuhnya, lebih tepatnya Jisya seperti merasakan akan ada batasan diantara mereka.

"Nanti pulang bareng saya gak papa kan?" Tanya Tama.

"Emm...Memangnya Vano dan Dion mau kemana?"

"Mereka ada urusan, Vano suruh saya buat anterin Mis pulang. Dia juga titip pesan buat jaga Mis selama masih disini" Ucap Tama memberi jeda. "Jadi kalau butuh apa-apa bilangnya ke saya aja"

Jisya hanya mengangguk. Dia kembali menunduk menatap kepingan puzzle dengan pikiran berkecamuk. Perasaannya menjadi gusar setiap kali mengingat hangatnya kecupan Vano tadi.


"Kamu masih tetap di samping saya kan? Jangan pergi karena saya rasa akhir perjuangan kamu sebentar lagi"

"Saya rasa cinta itu sudah ada dan tumbuh di dalam hati ini, Vano..."

Ucapan dalam hatinya kemarin kembali memenuhi kepalanya. Semoga saja harapannya bahwa Vano masih tetap sabar menunggu benar terjadi.

•••••

Setibanya di rumah Vano dan Dion dapat melihat banyaknya mobil terparkir di halaman rumah Vano yang terbilang sangat luas. Mata Vano mengedar, dia yakin kedua orang tuanya pasti menyiapkan acara ini dengan sangat matang hingga mengundang seluruh kolega bisnis mereka.

"Van"

"Hmm?"

"Buset! Ini lo mau tunangan atau nikahan sih? Meriah amat acaranya"

Vano tidak membalas perkataan konyol Dion. Lelaki itu mulai membuka jaket serta helmnya bersiap masuk ke dalam rumah.

Bunyi dering ponsel mengalihkan kedua anak remaja laki-laki itu. Dion merogoh saku jaketnya saat merasakan getaran dari ponsel miliknya. "Halo?"

"...."


"Owh oke, iya gue kesana sekarang"

Panggilan terputus. Dion kembali memasukkan ponsel miliknya kedalam saku jaket lalu memakai kembali helmnya. "Gue harus pergi, titip salam aja sama tante Alana dan om Savian. Sukses buat pertunangan lo juga"

"Lo mau kemana?"

"Kinara sakit. Dia minta dibawain bubur ayam kesukaannya"

"Sejak kapan lo sama dia deket?"

"Sejak gue berhenti godain cewek-cewek disekolah karena nasihat lo"

"Cih! Di club lo masih Dion yang sama kalau lo lupa"

Dion hanya terkekeh kecil lalu melajukan motornya pergi begitu saja tanpa menunggu respon Vano selanjutnya.

Vano mendesah berat. Dia harus siap menghadapi banyak orang-orang menyebalkan di dalam sana. Setidaknya hanya untuk satu malam, karena setelah itu semua akan selesai.

Setelah berjalan bak maling melalui pintu belakang akhirnya Vano bisa sampai ke kamarnya. Segera mandi dan bersiap. Di atas ranjang sudah tersedia setelan kemeja yang sepertinya telah disiapkan oleh mamahnya. Pikirannya lagi-lagi harus teralih pada Jisya, baru beberapa menit berpisah saja dia sudah rindu menjahili wanita cantik itu.

Vano jadi senyum-senyum sendiri saat membayangkan seandainya ini adalah pesta pertunangannya dengan Jisya. Membayangkan wanita itu menggunakan gaun cantik dan melangkah anggun menghampirnya hampir menghilangkan kewarasan seorang Vano sebelum akhirnya suara pintu yang dibuka menyadarkan lamunannya.

"Mamah kira kamu gak akan pulang sayang. Mamah seneng karena akhirnya kamu setuju untuk bertunangan" Ucap Alana merapikan jas yang dipakai putra bungsunya.

Vano memutar bola matanya malas. "Aku ngelakuin ini bukan berarti setuju dengan perjodohan ini, semua hanya karena mamah bukan yang lain!" Tekannya.

"Tidak masalah yang penting kamu sudah datang. Sekarang ayo kita turun, acara akan segera dimulai"

Alana menggait lengan kekar Vano berjalan beriringan menuruni tangga membuat seluruh pasang mata menatap ke arah mereka.

Vano dibawa mendekati Bella untuk bersanding berdua di depan para tamu. Keduanya terlihat serasi dengan pakaian yang terbalut dengan warna senada. Bella terlihat tersenyum senang karena acara yang ia tunggu akhirnya terjadi juga. Diapit nya lengan Vano untuk dipeluk.

"Kamu tampan banget malam ini" Ucap Bella pelan pada Vano.

"Jangan harap gue bakal puji lo balik!" Ketus Vano dengan nada pelan namun tajam. "Bahkan pakaian semewah itu jadi terlihat kampungan karena lo yang pake!"

Bella mencebikkan bibirnya kesal. Vano ternyata masih tidak berubah. Sikap lelaki itu saat dirumah sakit hilang begitu saja entah kemana.

"Ayo pah kita mulai" Bisik Alana yang diangguki oleh sang suami.

"Baiklah untuk semuanya saya minta perhatiannya sebentar karena kita akan masuk ke inti acara. Sebelumnya untuk para tamu yang saya hormati, semoga kalian semua menikmati acara ini dengan nyaman. Kalian semua pasti tau acara ini adalah acara  pertunangan putra saya Revano altherio Savian dengan putri tercinta dari nyonya Maya Kania Bahri yaitu Arabella Tania Bahri " Jelas Savian mengucapkan kata sambutannya.

Riuh tepuk tangan memenuhi ruangan saat nama kedua pasangan disebut oleh sang tuan rumah. "Jangan terkejut kenapa pertunangannya dilaksanakan dirumah kami dengan keluarga wanita yang menghampiri keluarga lelaki. Alasannya karena Bella sudah kami anggap seperti anak sendiri, jadi rumah kami juga rumah putri kami"

Tangan Vano terkepal erat menahan emosi. Sejak tadi banyak drama yang dimainkan kedua orang tuanya. Vano muak! Benar-benar muak atas pujian papahnya pada Bella yang membuatnya mual seakan ingin muntah.

"Saya harap semua tamu bisa memaklumi dan tidak mempertanyakan hal aneh yang mengganggu kalian. Baiklah, untuk mempersingkat waktu mari kita saksikan acara pertukaran cincin kedua anak kami Vano dan Bella"

Lagi lagi riuh tepuk tangan menambah kesan meriah dalam acara. Selain dekorasi seluruh persiapan yang cukup matang membuat semuanya tampak sempurna. Hanya satu yang kurang, keluarga Savian tidak dalam formasi yang lengkap karena Alvino masih belum pulang.

Bella dengan semangat memasukkan cincin pada jari Vano tanpa hambatan sedikitpun. Kini giliran Vano, namun lelaki itu seolah tengah memperlambat semuanya. Tangannya ragu untuk menyematkan cincin indah ini pada orang yang tidak ia harapkan akan menjadi pasangannya.

"Vano ayo! Jangan bikin tamu nunggu!!" Bisik Alana tajam.

Perlahan Vano meraih tangan Bella dan mulai memasukkan cincin tadi namun terhenti kala teriakan seseorang menggema di ruangan luas itu.

"BERHENTI! TIDAK ADA ACARA PERTUNANGAN!" Teriak Alvino tiba-tiba bagai pahlawan untuk Vano yang kini bisa sedikit bernafas lega.























Jangan lupa vote dan komennya!!
See u next chapter 💕












Continue Reading

You'll Also Like

124K 8.9K 56
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
71.4K 3.2K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...
34.9K 7.7K 38
Selama ini Taehyun tidak pernah menyadari jika cowok populer di kelasnya itu berhasil membuat dirinya menjadi seperti orang bodoh karena jatuh cinta...
433K 34.6K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"