Hi! Juania

By _emstory

5.8K 709 456

[COMPLETED] Beberapa tanya hadir ketika ada rasa tak puas atau mungkin keingintahuan yang lebih tinggi. Terma... More

Pembukaan
00. Pra-rilis 1
00. Pra-rilis 2 🔞
01. Pertanyaan Ke 1
02. Pertanyaan Ke 2
03. Pertanyaan Ke 3
04. Pertanyaan Ke 4
05. Pertanyaan Ke 5
07. Pertanyaan Ke 7
08. Pertanyaan Ke 8
09. Pertanyaan Ke 9
10. Pertanyaan Ke 10
11. Pertanyaan Ke 11
12. Pertanyaan Ke 12
13. Pertanyaan Ke 13
14. Pertanyaan Ke 14
15. Pertanyaan Ke 15
16. Pertanyaan Ke 16
00. Kata dari Arjuan Rafisqy
00. Kata dari Rania Alisha

06. Pertanyaan Ke 6

270 34 40
By _emstory

.

.

2021, STUDIO HI! JUANIA

"Pertanyaan untuk Kak Juan sama Kak Nia. Kemarin waktu jawab di instastory, Kak Juan sama Kak Nia mau jawab ini barengan. Di sini ada tiga pertanyaan; ceritaiin honeymoon kalian; suka travelling jauh gak? kalau ada kesempatan ke luar negerti, kalian mau ke negara mana; manjanya Kak Juan tuh kayak gimana sih?"

"Ini pertanyaan dari satu orang yang sama?" balas Juan dengan tanya.

"Ini dari tiga orang yang beda Kak. Ada lazynim, peisinoehona, dan adelr.d."

Rania belum mengeluarkan sepatah katapun. Bagai sebuah kebiasaan, wanita itu selalu menatap suaminya lebih dulu sebelum menjawab. "Kayaknya kemarin Nia emang mau ngejawab ini barengan tapi sekarang lupa."

Dihadapkan pada Rania yang tengah berpikir hanya membuat Juan terlihat seperti budak cinta sejati. Bagaimana tatap itu tak lepas pada wajah sang istri, ditambah senyum tipisnya. Bahkan kini tangannya sudah terulur untuk mengusap pipi Rania. "Udah ingat? Kalau gak ingat cerita yang ingat aja."

Mata Rania mengerjap beberapa kali, bibirnya terkulum di sudut, ia pertemukan tatapnya pada sang suami. Begitu saja senyumnya melebar dan kembali menghadap depan. "Aku inget!" serunya bersemangat.

"Apa Kak? Apa? Tumpahin tehnya Kak!"

Juan masih dengan mode gentle yang tak menaruh curiga. Sementara lirikan mata Rania berserta senyum miringnya seperti akan menumpahkan sesuatu. "Benar, tiga pertanyaan itu bisa digabungin dalam satu cerita. Kita honeymoon di Labuan Bajo, lebih tepatnya kita liburan di kapal. Kata Mas Juan biar lebih romantis. Destinasi dan segala konsep ini Mas Juan yang milih. Fyi aja, Mas Juan suka liburan tapi di dalam negeri, jadi dia pengen ke Labuan Bajo pertama kali sama istri katanya. Dan buat pertanyaan, manjanya Mas Juan itu gimana? Selama di atas kapal Mas Juan manja banget soalnya dia mabuk laut!"

Akhir dari penjelasan Rania itu sontak membuat Juan membulatkan matanya. "Nia mau cerita itu?"

Rania tolehkan kepala, lalu memberi anggukkan seakan apa yang akan ia ceritakan itu adalah hal menyenangkan. "Iya. Ceritanyakan seru Mas. Apalagi kalau inget reaksi penumpang kapal lainnya. Untung aja Mas Juan gak jadi nyewa kapal sendiri, kalau gak aku keribetan udah ngurus Mas Juan sendirian."

Juan hela napas beratnya, menjatuhkan pandang pada lantai. Sementara aksi diamnya Juan memberi Rania kuasa sebagai pencerita.

"Aku mulai ya ceritanya!"

.

.

2020, LABUAN BAJO

Juan dan Rania seakan bertukar rasa saat ini. Juan yang dari Jakarta selalu mengembang senyum kala mengingat bulan madu menariknya, berbeda dengan Rania yang lebih banyak bermenung sembari memeluk lengan sang suami. Ini pertama kali bagi keduanya untuk menaiki kapal di atas laut lepas. Biasanya hanya menaikin mainan yang ada di danau. Namun sesaat menaiki kapal hitungan belasan menit, Juan menyatakan dia tak sanggup berdiri lama. Arjuan Rafisqy yang merencenakan kesenganan ini berakhir berbaring lemas di dalam kabin tempatnya dan sang istri akan beristirahat.

Ketukan pada pintu kabin mereka membuat Rania menarik diri dari berbaring.

"Kakak, ini saya mau ngasih obat dari kapten!" seru suara diluar setelah mengetuk.

Rania buka pintu kamarnya yang langsung diuluri sebuah obat di dalam mangkuk. "Oh, terima kasih banyak," sahut Rania mengambil mangkuk tersebut.

Senyum dari perempuan berperawakan lebih tinggi dari Rania itu terlihat begitu menarik. Kepalanya sedikit teleng, adanya ingin tahu kondisi pasien dadakan di dalam kamar si pengantin baru. "Apa suami Kakak baik-baik saja? Harus kita menepi atau ganti menginap di darat?"

Rania tak lantas menjawab, tawaran ini pilihan terbaik baginya. Tapi apa mungkin si keras kepala Juan dengan segala kemauannya melunak. Oh, Juan itu tidak pernah keras kepala kecuali pada seseuatu yang benar-benar dia inginkan. "Nanti saya tanyakan suami saya ya. Sampikan terima kasih kami kepada kapten. Saya akan menyapannya nanti."

"Tidak masalah Kakak. Tamu lain juga khawatir melihat suami Kakak muntah-muntah tadi."

Rania meringis akan pernyataan tadi. Beruntung tak ada yang mengenal Juan di atas kapal ini. Jika saja ada, reputasi keren yang selalu ia sandang sudah dipastikan lenyap. "Maaf merepotkan. Saya kasih suami saya dulu obatnya ya."

"Baik Kakak. Selamat beristirahat!" perempuan itu mengambil satu langkah bersamaan Rania yang perlahan menutup pintu.

Kini tatapnya bertemu dengan Juan yang masih merebahkan kepala. "Mau minum obat ini? Ditawarin nginep di darat, Mas Juan mau?" tanya Rania sembari menaiki tempa tidur kembali.

"Di kapal aja. Coba lihat obatnya," Juan masih enggan untuk bergerak. Memudahkan sang suami yang tak bertenaga, Rania anggkat kepala Juan untuk jatuh di atas pangkuannya. Lalu mangkuk kecil tadi ia beri lihat pada si dokter yang sakit. "Ini obat apaan?"

"Gak tahu. Kayanya herbal gitu dari mereka. Makanya Nia nanya, Mas Juan mau coba? Atau mau pake obat yang Mas siapin buat Nia aja?" akhir dari tanyannya bernada geli.

Juan dengan gerak lambat mengangkat kepala guna menatap sang istri. "Seneng banget ngeledeknya," ucapnya setengah kesal.

Rania menunduk, menyatukan ujung hidung mereka dengan gemas. "Mulutnya udah gak bau muntah, mau cium gak?"

Adanya penawaran tadi membuat Juan memajukan bibir dengan sempurna. Bersambut manis keinginannya dengan kecupan kecil dari Rania. "Coba dulu aja minum obat dari mereka. Mungkin udah sering kejadian kayak gini. Mereka aja gak panik tadi pas Mas Juan mulai oleng." Bujuk Rania dengan jemari mengusap puncak kepala Juan.

Juan mengangguk dan perlahan duduk dibantu Rania. Di bagian atas kepala ranjang sudah tersedia empat botol air mineral. Sementara Juan melahap obat yang membuat sebelah matanya menutup, Rania sudah bersiap dengan botol air yang terbuka. Satu botol kecil air mineral itu habis tak bersisa. Tangan Rania menepuk punggung Juan pelan yang membuat si pemilik tubuh bertanya dengan tatap.

"Apa? Kali aja biar nyaman makanya Nia tepuk-tepuk."

Juan menggeleng lemah, dua lengan panjangnnya langsung memeluk pinggang Rania. "Apa ngaruhnya sayang," balas Juan yang merasa aneh dengan sikap Rania.

Dengan tuntunan Rania, keduanya berbaring tanpa ada celah untuk memisah. Kepala Juan bersandar pada dada sang istri. "Kira-kira itu ada obat tidurnya gak Mas?"

"Kayanya ada," balas Juan dengan mata sudah hampir terpejam sempurna.

"Yaudah sayangnya Rania tidur," ia jatuhi satu kecup di puncak kepala Juan. "Kesian banget mau honeymoon malah sakit," berlanjut rancauan Rania meski tangan tak berhenti membuat sang suami nyaman dengan usapan punggung. "Cepat sembuh, besok kita mau turun ke Pulau Komodo, kan gak lucu kalau Nia jalan sama orang lain bukan gandeng suami ganteng."

Kekeh samar Juan menandakan belum sepenuhnya pria itu hilang kesadaran. "Maaf sayang," ucapnya lesu.

"Tapi cuddle kaya gini di atas kapal selama tiga hari dua malam juga romantis kok."

Juan hanya bergumam sebagai tanggapan akhir. Seperti tak ada rencana lain yang akan Rania lakukan, perempuan itu ikut menyusul Juan menggapai alam mimpi sesaat.

.

.

Matahari sudah terbenam beberapa puluh menit lalu. Rania tak melewatkannya, ia nikmati panorama alam itu dengan para penumpang kapal lainnya. Juan? Oh dokter tampan itu masih berada di alam bawah sadarnya. Saat seluruh tamu kembali ke kamar bersiap untuk makan malam, Rania pun melakukan hal yang sama.

Sambutan Rania kala membuka pintu adalah Juan yang duduk dengan wajah sembab sehabis bangun tidur. "Hai ganteng!" serunya yang langsung menaiki ranjang dan merangkak mendekati. Tangannya terulur menangkup wajah Juan yang sedikit pucat. "Udah enakan? Apa masih pusing?"

Juan peluk tubuh itu dengan lengannya, "allhamdulillah udah gak pusing. Udah waktu maghrib?"

"Udah isya," balas Rania dengan kecupan di dahi lebar sang suami. "Waktunya makan malam, Mas Juan mau ikutan?"

Hanya anggukan lemah yang Juan berikan. "Kayanya emang belum terbiasa aja walaupun lebih nyaman merem," kini pun ia memejam mata.

Rania tertawa kecil. "Yaudah mandi dulu, terus nanti sholat isya sebelum makan malam. Nanti tanya lagi sama kapten arah kiblat ke mana."

Juan tahu ada yang membuat istrinya terlihat bahagia dari sebelumnya. Tapi ia hanya mampu unuk memerhatikan, belum ada rasa ingin bertanya apa alasan kebahagian itu. Rania membantu Juan turun dari ranjang. Saat sepenuhnya kedua pasang kaki menapak lantai, Rania leluasa memeluk tubuh yang lebih besar darinya itu.

"Mas Juan makasih!" serunya seraya menumpu dagu pada dada Juan saat mengangkat pandang.

"Makasih karena?" sulit bagi Juan untuk menunduk seperti biasanya. Tentu saja karena rasa pusing yang masih mendera.

"Karena udah ngide honeymoon di atas kapal. Seru! Tadi ngeliat sunset bareng tamu yang lain. Terus mereka dari kota yang beda-beda."

Juan tak merasa berkecil hati dengan pernyataan itu meski tak ada dia. "Baguslah kalau Nia seneng. Tapi tetep pake masker semua kan tamu yang lain? Selalu bawa hand sanitizer? Gak nyentuh apapun sembarangan?"

Ocehan Juan dibalas dengan kecupan oleh Rania. "Bawel ih!"

Beri keduanya waktu untuk menikmati malam pertama mereka berbulan madu. Sehabis Juan dan Rania mandi, mereka menunaikan ibadah sholat isya sesuai kiblat yang ditunjukan kapten. Menikmati makan malam bersama dan senda gurau dengan teman baru. Bahkan Juan cukup terkejut saat dia datang memasuki dek atas tempat mereka menggelar makan malam, semuanya memanggilnya dengan embel-embel dokter.

Hanya ada tiga pasangan yang menjadi tamu di atas kapal. Sudah peraturan pemerintah selama covid19. Malam pertama mereka habiskan di titik berbeda dari seluruh kapal. Ada yang berada di kamar, berada di bagian belakang, sementara di bagian depan kita temukan Rania dan Juan.

Berselimutkan kain yang tak cukup tebal, keduanya saling memeluk pasangan masing-masing. Masih dengan Juan yang bersandar pada istrinya. Jika Juan bisa mengumpat, ia akan lakukan. Tapi kapten mengatakan untuk menjaga kata-kata selama di atas perairan.

"Maafin Mas Juan ya," ujar Juan yang berhasil membelah sunyi di antara keduanya.

"Karena sakit?" balas Rania dengan tanya.

Juan mengangguk, "kalau gak begini pasti kita bisa ngelakuin banyak hal."

"Pelukan kaya gini bisa aja di rumah. Tapi kapan lagi bisa pelukan di atas air dan di bawah langit." Rania menunduk guna ingin melihat sang suami. "Nia seneng Mas, jadi jangan minta maaf. Kecuali kalau Nia marah-marah kesal karena Mas Juan sakit semuanya jadi rusak. Nia biasa aja tuh. Kalau memang maafnya Mas Juan karena rasa bersalah ke Nia, ya."

"Jangan ngelirik cowo lain," ucap Juan.

Rania cubit ujung hidung bangir Juan gemas. "Coba lihat, emang ada suami lain yang lebih ganteng dari suami Nia? Ih, yang ada Nia takut istri mereka caper ke Mas Juan. Makanya seneng Mas Juan di dalam kamar doang tadi." Ia akhiri ucapnya dengan tawa.

"Cemburuan," cibir Juan.

"Bukan cemburu tapi peka aja. Nia juga kayak perempuan itu kok, kalau ada yang cakep pasti ngelirik."

Kalimat tadi memciu Juan untuk lepas dari pelukan istrinya, kini berubah menjadi menidih Rania dengan siku sebagai penyangga. "Suami udah tampan mapan begini masih aja ngelirik yang lain?"

Rania kalungkan lengannya di leher Juan. "Gak pusing sayang?"

Juan memejam mata setelahnya, dan jatuh menimpa tubuh kecil Rania.

"MAS JUAN IH BERAT! MINGGIR!"

.

.

2021, STUDIO HI! JUANIA

"Astaga! Kenapa kalian so sweet banget?!"

Juan dan Rania saling pandang dengan reaksi itu. "Kok reaksinya begini?" tanya Rania. "Kok gak ngeledekin Mas Juan yang mabuk laut?"

"Kenapa Mas Juan harus diledekin?" tanya Juan membalas.

"Yakan jauh dari image Mas Juan. Orang waktu Nia cerita ke abang, dia ketawa. Kok mereka gak sesuai ekspetasi?"

"Sudut pandang orang beda-beda sayang."

"Yaudah aku lanjutin ya gimana Mas Ju-" ia tak dapat menyelesaikan kalimatnya karena sudah lebih dulu tangan Juan membukap mulut.

.

.

SELESAI

Catatan Cici:

Gimana gimana gimana??? Udah so sweet belum? Lumayan panjang juga chapter ini. Selamat malam mingguan netijen!

.

.

#210424
©Meclaulin

Continue Reading

You'll Also Like

162 52 11
Meskipun Chanyeol sudah menjadi seorang Jaksa, tapi semboyan anak haram dan pembawa sial masih selalu diucapkan oleh Ayahnya. Tekanan demi tekanan se...
2.1K 276 11
Cakra percaya bahwa dirinya serupa potongan puzzle yang rumpang dan dengan terus hidup, dia bisa mengais semua penjuru akan eksistensi potongan yang...
1.9M 91.3K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
6.5M 335K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...