BUKAN CINTA TERLARANG {END}

IndahTriFadillah tarafından

179K 19.3K 4.7K

Kisah Vano si murid nakal, yang mencintai Jisya si guru dingin di sekolahnya. Berkali-kali penolakan yang dib... Daha Fazla

TRAILER
CAST
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45 "RADEVA"
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
EPILOG
New Story "BBM"
New Story "DIVIDED LOVE"
New Story : "Langit Favorit Arthur"

Chapter 7

2.9K 428 72
IndahTriFadillah tarafından

"Happy Reading"

Kegaduhan di lapangan semakin tidak terkendali. Vano masih terus berusaha memberi pukulan pada wajah tampan Dion yang selalu berhasil menghindar. Dion sendiri masih tidak mengerti maksud Vano ingin memukulinya seperti ini. Jika Vano bilang alasannya karena ia menggoda kinara, sangat tidak masuk di akal mengingat sahabatnya itu dengan Kinara tidak pernah akur.

Saat otaknya sibuk berfikir sambil menghindari pukulan Vano. Mata Dion tidak sengaja melihat keakraban Alvino dan Jisya di pinggir lapangan. Sudah bisa dia tebak. Merekalah alasan Vano ingin menjadikannya samsak tinju. "Nih anak minta di tabok pake arit kali ya? Di pikir gak sakit apa di lempar bola segede itu" Maki Dion dalam hati.

'Grep'

Vano berhasil membawa leher Dion terapit di lengannya. Jauh yang diharapkan bukannya membalas atau memberi perlawanan Dion malah terlihat pasrah dan santai.

"Pukul gue" Bisik Vano membuat Dion sedikit mendongak lalu terkekeh pelan.

"Ogah! Emang lo kira gue mau ikutan drama alay gini?"

"Pukul atau dipukul?" Ancam Vano penuh penekanan. Di eratkan lengannya membuat leher Dion semakin terasa tercekik.

"Opsi kedua lo lebih menantang. Pukul aja, siapa tau kalau babak belur gue bisa operasi plastik jadi Jimin BTS si oppa nya kinara" Dion berucap santai. "Lumayan bisa dapetin dia tanpa harus berjuang"

"Bugh!"

Sebuah pukulan kuat yang mendarat tiba-tiba pada wajah Vano membuatnya jatuh tersungkur, bersamaan dengan lepasnya aliran di leher Dion. Sudut bibir dan hidung Vano mengeluarkan darah kental.

Teriakan histeris dari para murid akhirnya berhasil mengambil perhatian Albino dan juga Jisya. Mereka sangat terkejut melihat Vano dan Dion terlibat perkelahian dan mengakibatkan keduanya terluka parah. Tidak––mungkin lebih tepatnya hanya Vano yang terluka parah akibat pukulan kuat Tama yang datang secara tiba-tiba.

Tama menarik Vano untuk berdiri berusaha mengikuti permainan sahabatnya. Drama palsu yang mereka buat kini seolah nyata sedang terjadi. "Bangun lo cupu! Beraninya mukulin sahabat gue!!"

"Memang Vano bukan sahabat kita juga?" Celetuk Dion berbisik pada Tama. Otaknya mendadak lemot akibat benturan bola basket tadi.

Tama melirik Dion dengan tatapan membunuh. "Diem bego! Lo gak liat kita lagi akting?"

"Tau nih, goblok banget sih lo!" Timpal Vano pelan.

Dion mengangguk takut. Cowok bermata sipit itu memukul pelan kepalanya sambil bergumam, "Otak gue korslet nih kayaknya. Masa gitu doang gak tau? Gak, gak boleh nih. Bisa-bisa Tama lebih pinter dari gue"

'Bugh! Bugh!'

Ringisan kecil terdengar dari mulutnya. Sungguh sial! Dia tidak berfikir Tama akan ikut andil dan benar-benar memukul nya sampai sekuat ini. Pukulan lelaki itu seperti telah meremukkan rahang dan tulang hidungnya. Tapi Vano sedikit merasa beryukur, karena pukulan itu berhasil menarik perhatian Alvino dan Jisya yang sekarang terlihat berjalan ke arah mereka.

Tama menghempas kasar Vano begitu melihat kehadiran dua gurunya. Vano jatuh terkulai di lapangan sambil memegangi hidungnya yang semakin mengeluarkan banyak darah. Perlu diingatkan lagi jika dia sedang berpura-pura. Rasa sakit diwajahnya tidak sebanding dengan rasa sakit hatinya saat melihat kedekatan Alvino dan Jisya.

"HEI KALIAN!" Tegur Al berteriak. Aura dinginnya semakin terpancar menimbulkan kesan menakutkan untuk para murid. "Sudah hebat sampai berani bertengkar di jam pelajaran saya?"

"Sudah pak" Balas Tama dengan tampang polos tidak merasa bersalah.

Sekuat tenaga Dion coba menahan tawanya. Lagi-lagi Tama tampak begitu lugu dan bodoh. Sahabatnya itu masih tetap sama ternyata, syukurlah. Berbeda jika di luar sekolah. Begitu sangar dan liar. "Maaf Pak. Kami gak berniat bikin keributan di jam bapak"

"Lah? Kita kan memang nia––"

Dion menyikut perut Tama kesal. Hampir saja mereka ketahuan tengah bersandiwara. "Maaf ya pak" Ucap Dion sekali lagi.

"Hukumannya kalian akan dianggap absen di pelajaran saya sampai saya sendiri berniat mencabut hukuman itu. Tidak perduli kalian bisa lulus atau tidak dengan nilai yang kosong" Tegas Alvino. "Sekarang obati luka kalian. Setelah itu temui saya di kelas"

Yang di beri perintah hanya mengangguk sebagai balasan. Mereka tampak santai menyikapinya. Sekolah mana yang ingin terlihat jelek karena tidak meluluskan tiga anak berpengaruh di kota mereka? Ancaman Alvino sangat biasa dan tidak menantang bagi ketiganya.

"Yang lainnya kita lanjutkan pelajaran di kelas. Masuk semua!!" Titah Al berlalu pergi dengan segudang kemarahan. Dia sangat tidak suka ada keributan dari murid yang mengganggu pelajaraannya.

Semua murid terlihat menyoraki Vano dan kedua sahabatnya. Ulah ketiga cowok nakal itu membuat mereka harus mendengar materi hari ini. Menyebalkan!

Sepeninggal semuanya Jisya berniat ikut pergi. Namun terhalang oleh percakapan ketiga murid yang tadi membuat ulah hingga menampilkan sosok lain dari Alvino yang tidak pernah Jisya liat sebelumnya.

"Bantuin gue" Pinta Vano mengulurkan tangan pada Tama yang ditepis kasar oleh lelaki itu.

"Sahabat gue juga juga terluka karena lo!" Nada suara Tama ia buat seketus mungkin. "Ayo Di. Gue anter ke kantin"

"Gue kan sakit bukan laper"

"I-iya makan dulu maksudnya, baru obatin luka lo. Gue laper butuh tenaga" Balas Tama merangkul Dion lalu pergi meninggalkan lapangan.

Jisya menghela nafas sebelum beranjak mendekati Vano dan berjongkok di sampingnya yang masih terbaring sambil meringis menahan sakit. "Ayo saya bantu"

Vano terhenyak. Rencananya ternyata benar-benar berhasil. "Mis gak keberatan?"

"Sebenernya iya, keberatan. Apalagi mengingat sikap kamu kemarin" Ujar Jisya dingin.

"Terus kenapa masih mau bantuin saya?"

"Saya cuma gak mau berhutang budi. Kemarin kamu udah menolong saya yang hampir tertimpa lukisan. Lagipula saya masih punya hati"

Dalam hati Vano sudah berteriak senang. Kali ini rencananya membuahkan hasil yang membuat darahnya berdesir. Terlihat berlebihan memang, tapi begitulah adanya. Vano tidak ingin munafik seperti kebanyakan orang yang tidak ingin mengekspresikan dan mengungkapkan perasaan.

"Gendong" Rengek Vano membuat mata Jisya melotot lebar. Sepersekian detik Vano tersadar atas ucapannya. "Emmm....m-maksudnya bantu saya buat jalan"

"Saya tuntun" Putus Jisya menaikkan sebelah tangan Vano ke lehernya. Perlahan mulai membantu remaja lelaki itu untuk bangkit dan berjalan meski harus tertaih-tatih.

Dalam jarak sedekat ini Vano semakin sulit mengatur detak jantungnya. Jisya terlihat semakin cantik dalam jarak sedekat ini. Wajah yang menenangkan milik wanita itu mampu menghangatkan hati seorang Revano Alterio Savian. Hanya Jisya yang bisa membuatnya segila dan sebodoh sekarang dengan menyakiti dirinya sendiri.

"Mis" Panggil Vano melihat ke arah Jisya sembari tersenyum tipis.

"Kenapa?" Balas Jisya tanpa menoleh.

"Bilangin ke Ibu atau mamah Mis. Makasih udah ngelahirin putri cantiknya"

"Bunda saya punya dua anak perempuan. Kamu muji saya atau adik saya?"

"Muji wanita di samping saya lah. Lagian saya kan gak kenal sama adik Mis"

Jisya memutar bola matanya malas. "Berisik Vano! Lagi sakit masih sempet-sempetnya ngegodain saya, kamu!"

"Nanti kalau udah saatnya pasti nagih pengen denger ocehan saya" Kekeh Vano tersenyum kotak.

Jisya diam tidak berniat membalas ucapan Vano lagi. Percakapan mereka akan semakin melenceng jika terus dilanjutkan. Lebih baik dia tidak merespon agar Vano berhenti berbicara tidak jelas. Kalau saja Jisya tidak punya hati, akan dia pastikan Vano masih terkapar di tengah lapangan tanpa pertolongan.

•••••

Untuk kedua kalinya di hari ini. Vano menatap Jisya penuh dengan rasa kagum dan tatapan memuja atas keteduhan wajah milik wanita yang telah mengisi hatinya selama beberapa tahun ini. Jisya terlihat sangat cekatan mengobati luka di wajahnya. Pergerakannya juga tidak pernah luput dari penglihatan Vano.

Mata Vano refleks memejam sebentar saat Jisya mengusapkan kapas berisi betadine di sudut bibirnya. Dia meringis kecil menahan sakit saat merasakan perih yang teramat. Sepertinya Tama berhasil membuat mulutnya sedikit robek.

Vano mencekal pergelangan tangan Jisya. Membawanya untuk berhenti mengobati wajahnya. "Mis, Kepala saya kenapa makin pusing ya?"

"Hidung kamu ngeluarin banyak darah. Mungkin itu penyebabnya" Ucap Jisya terdengar dingin dan datar.

Vano menggigit pelan bibir bawahnya gelisah. Tidak taukah Jisya jika dia sudah cukup pusing untuk sekedar mencari topik pembicaraan. Dengan mudahnya wanita itu mematikan topik tanpa berniat menanyakan keadaannya lebih jauh atau sekedar memberikan respon khawatir. Apa susahnya sekedar bertanya apa kamu butuh sesuatu?

Benar-benar tidak peka! Cibir Vano dalam hati.

Jisya beralih ke wastafel mencuci tangannya kemudian kembali menghampiri Vano yang kini berbaring di brankar UKS.

"Istirahat disini sampai rasa pusing kamu hilang. Setelah itu jumpai Pak Alvino seperti perintahnya tadi" Ujar Jisya. "Saya pergi" Pamitnya hendak berbalik pergi namun dengan cepat Vano menahan lengannya.

"Kenapa?"

"Disini aja temenin saya" Pinta Vano memohon.

Perlahan Jisya melepaskan cekalan Vano pada lengannya. "Jangan salah artikan kebaikan saya Vano. Jangan kira saya bantu kamu itu berarti kamu bisa sesuka hati memerintah saya"

"Saya memohon bukan memerintah"

"Tapi saya rasa kalimat kamu tadi sedang memerintah!" Sela Jisya cepat. "Jangan pernah memanfaatkan kebaikan seseorang untuk kepentingan diri kamu sendiri. Berhenti menjadi seorang yang egois!!"

Ucapan Jisya berhasil membuat Vano mati kutu. Dia tidak bisa mengelak lagi karena yang Jisya katakan memang benar. Wanita itu seperti tau apa yang telah Vano rencanakan untuk mendapatkan perhatiannya. "Boleh saya tau alasan Mis gak pernah mau membuka hati untuk saya?"

"Saya dan kamu terpaut umur yang sangat jauh berbeda"

"Hanya itu?" Suara Vano terdengar berat. "Apa Mis gak pernah dengar kalimat, cinta itu gak memandang usia?"

"Ya tapi saya tidak mencintai kamu! Jadi untuk apa kalimat itu kamu lontarkan?"

Skakmat. Hati Vano patah dengan pengakuan yang menyadarkannya. "Karena saya ingin Mis tau kalau cinta saya ke Mis gak salah. Umur bukan apa-apa" Lirihnya.

"Itu bagi kamu. Tapi bagi saya selain umur kita juga memiliki banyak ketidak cocokan. Jadi berhenti un––"

"CUKUP!" Potong Vano. "Mis boleh nolak cinta dan kehadiran saya tapi jangan larang saya untuk membuat cinta itu ada di hati Mis!!  Saya masih akan berjuang sampai takdir sendiri yang jadi pemisah"

Jisya membuang pandangannya ke arah lain. Mengusap wajahnya kasar atas keras kepalanya Vano. "Apa alasan kamu mencintai saya?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutnya.

Vano bangkit menjadi duduk di atas brankar. "Cinta gak butuh alasan" Ungkapnya serius"

"Saya bukan anak remaja seusia kamu Vano!!" Jisya menaikkan nada suaranya. Beruntung UKS sedang sepi. "Kalimat itu bukannya membuat saya suka tapi malah semakin muak!! Bohong jika kamu mencintai saya tanpa alasan!"

"Tapi itu kebenarannya!! Saya gak pernah bohong tentang perasaan"

"Kamu tau? Segala sesuatu berasal dari sesuatu. Setiap kali ada aksi ada reaksi. Dari sini kamu tau kan kenapa saya membutuhkan alasan yang tepat dari ungkapan cinta kamu? Saya yakin ada alasan yang kamu simpan hingga cinta itu bisa ada dan tumbuh"

Merasa sudah membahas hal yang tidak seharusnya dibahas antara seorang guru dan murid. Jisya mengambil ponselnya yang terletak di atas meja segera ingin pergi dan menjauh dari Vano.

Bagaimana mungkin dia bisa membalas cinta dari Vano? Bahkan yang lebih mendukung ke-tidak mungkinan itu saat Jisya mengingat jika adiknya Bella menyukai Vano. Bella pasti akan semakin tidak menyukainya jika tau kebenaran ini. Itulah salah satu alasan Jisya memerintahkan Bella agar menjauh dari Vano. Karena dia tau Vano hanya sekedar singgah tidak untuk menetapkan karena hatinya untuk Jisya.

Kaki Vano menuruni brankar berlari kecil mengejar Jisya. Begitu jarak langkah mereka semakin dekat ia berhenti berlari kemudian berujar kuat penuh penekanan. Membuat Jisya langsung menghentikan langkahnya.

"Saya masih labil dan mudah terombang-ambing sama keadaan. Kamu pegangan saya, pembimbing saya, dan penuntun saya dengan kedewasaan yang kamu punya!! Itu bukan alasan tapi fakta pertama kenapa saya bisa mencintai kamu Jisya Fania Bahri"

Entah sejak kapan Vano menggunakan sebutan kamu untuk Jisya, yang pasti itu semua spontan ia keluarkan dari dalam hatinya. "Apa itu masih kurang jelas?!"

Tubuh Jisya mematung masih coba mencerna kalimat Vano barusan. Kalimat itu mampu membuatnya kehilangan kata-kata. Bibirnya keluh tidak mampu lagi bersuara.

Getaran ponsel ditangannya menyadarkan Jisya. Segera ia mengangkat panggilan setelah melihat nama yang tertera di layar tanpa memperdulikan Vano yang masih berdiri dibelakangnya. "Halo Bunda" Ucapnya lembut.

Jisya diam beberapa detik mendengar ucapan di dalam ponsel lalu menutup mulutnya terkejut. "A-apa? Bunda dirumah sakit?" Ucapnya lirih dengan segudang ke khawatiran. "I-iya Jisya kesana sekarang" Ucapnya segera berlari pergi dari sana.

Vano hanya diam ditempat memandangi punggung Jisya yang sudah menjauh. "Pada akhirnya diri memilih sanggup, padahal hati udah hampir mati" Vano terkekeh pelan menyadari betapa bodohnya dia.













Jangan lupa tinggalin jejak!!
Nikmatin dulu alur happy nya, gak lama lagi kita bawang-bawangan wkwkwk
See u next chapter❤❤

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

194K 9.5K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
71K 3.2K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...
48K 4.1K 84
#taekook #GS #enkook "Huwaaaa,,,Sean ingin daddy mommy. Kenapa Sean tidak punya daddy??" Hampir setiap hari Jeon dibuat pusing oleh sang putra yang...
149K 15.2K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...