ALDRICH

By shintasandani

137K 10.8K 2.7K

Aldrich Bagaskara. Julukannya penguasa jalanan, ketua geng motor terkenal di Jakarta. Si tampan bak dewa yang... More

VISUAL TOKOH
1 - Raja Jalanan
2 - New School
3 - Tatapan ketua Wynzelle
4 - Salah Sasaran?
5 - Hampir Jatuh
6 - Markas
7 - Duh Ketauan
8 - Heboh
9 - Saturday Night
11 - Konsekuensi
12 - Serangan Ravens
13 - First Request
14 - Arsen Bertingkah
15 - Dinner
16 - Bagaskara Big Family
17 - TPU
18 - Cemburu
19 - Balas Dendam
20 - Mall
21 - Baper
22 - Sesi Curhat
23 - Insiden Pagi Hari
24 - Galium (Ga)
25 - Class Meeting
26 - Loser
27 - Amarah & Pernyataan
28 - Tidak A6!
29 - ILY
30 - Yakali Gak Resmi
31 - 💖

10 - Aldrich vs Nindys

3.9K 342 46
By shintasandani

HAI, SEMOGA SUKA PART INI DAN SELAMAT MEMBACA KALIAN <3

•••

Mata Nindys berbinar gembira ketika sampai. Tempat yang cukup lama rasanya tidak ia kunjungi. Banyak perubahan, apalagi dari segi pengunjung. Karena dulu tak seramai sekarang.

Saking fokusnya enggak sadar ada seseorang yang memperhatikan. Mendadak dia terjengit merasakan tepukan dari belakang.

"Hadeh orang jauh akhirnya dateng juga. Kamana wae sia sok sibuk pisan ih!?" Tara menyambut sekaligus menyindir.

"Ck! kirain siapa, ngagetin tau." Nindys berdecak. "Maklum strict parents nih gue."

"Alah gaya bahasana. Aing tebak, maneh kadieu modal minggat betul teu?" ucapan Tara kadang suka campur pake logat sunda, se-moodnya aja. Untung Nindys sedikit-sedikit dapat mengerti.

"Cenayang gak sih lo, Kak? HAHAHA bener tapi. Abisnya kalo bukan gitu mana boleh gue ke sini." gadis itu manyun, ekspresi yang jarang banget muncul. Hanya pada orang tertentu.

"Cocok ngedukun berarti gue. Ganti profesi dah nih lama-lama,"

"Eh jangan dong. Yang biasanya maenan obeng entar berubah sesajen. Ngeri ah," Nindys dengan polos menganggap beneran, malah ngebayangin. Betapa bodohnya.

"Bisaan maneh ah. Ya henteu atuh becanda doang." elak Tara cekikikan akibat muka Nindys nampak lucu menurutnya.

Nindys tersenyum. Kemudian bertanya mengganti topik baru. "Pelanggan gimana? Rame lah yaa,"

"Alhamdulillah aya wae tiap harinya. Ini aing lagi punya waktu free. Baru pengen kabarin maneh eh keburu ngajak ketemu duluan. Kangen ya, ngaku hayooo!"

"Geer. Gue kangen sirkuit bukan lo," gadis itu mengelak padahal aslinya kangen dua-duanya, eh.

"Parah aing di lupain." Tara mendrama. Wajahnya dibuat semurung mungkin, cari perhatian.

"Kalo sama lo bukan kangen lagi. Tapi rindu hahay," ia mengedipkan mata menggoda Tara sampai dia salting sendiri.

Jarang orang ketahui, Nindys tuh anaknya suka ngegombal, entar kalo mangsanya baper tinggalin deh. Nggak canda seriusan!

"Eta panon kunaon ngadisko? Hayang aing colok?" laki-laki itu mengancam. Tepatnya mengalihkan lantaran salah tingkah.

"Nggak jadi rindu sama lo deh Kak, meni geuleuh." Nindys menyetus meniru logat Tara dua kata terakhir.

Tara tertawa. "Lucu pisan ikutan nyunda. Ngambek yeuh ceritanya??"

"Tau ah males," dia pura-pura acuh.

"Ih kenapa nambah gemes yee? Gak kuat bawaannya pengen meluk—" merentangkan tangan berencana memeluknya.

Nindys sontak bergeser, menghindari serangan Tara. Ia mengangkat jemari yang udah terkepal kuat. "Heh berani?!"

"Sieun," Tara terbahak lagi hingga perut sakit kebanyakan ketawa. "Boongan lagi ge. Yakali gue seriusan nyentuh lo bisa-bisa diamuk almarhum Bil—"

Ucapan Tara terhenti saat sadar. Dalam hati mengumpat sebab kalimat yang tidak sepatutnya keluar. Melirik seksama Nindys yang terdiam kaku. Aduh jadi ngerasa bersalah kan!

"Lupain. Gue nggak bermaksud—maaf," dia mengusap lembut bahu Nindys.

"Gakpapa." gumamnya pelan sembari tersenyum samar.

"Oiyaa, si merah gue lihat-lihat kinclong bener." Tara mengubah topik supaya pikiran gadis itu teralihkan.

"Wah iya dong. Gue rawat sepenuh hati." Nindys menjawab dengan bangga. "Yang mandinya sehari sekali kalah sama motor gue, mandinya sehari dua kali."

"Anyinggg pantesan!" laki-laki itu geleng-geleng kepala, takjub. "Butuh service enggak?!'

Nindys menggeleng. "Baru minggu kemaren. Entaran aja gue mampir deh ke tempat lo."

"Siap." ia mengacungkan kedua jempol sekaligus.

Tara Naufal Wijaya. Kenalan baik Billy dan Nindys. Asal dari Sukabumi tapi merantau ke Jakarta. Usianya hampir seumuran dengan Vanes. Dia bekerja di bengkel yang lumayan dekat dari sirkuit.

Awal bertemu sewaktu Billy dan Nindys dalam perjalanan pulang dari sirkuit dulu. Tiba-tiba motor Billy mogok, saat itu juga Tara datang menawarkan bantuan. Dengan senang hati pun mereka terima.

Mulai dari situ hubungan mereka berlangsung baik. Bahkan hingga kini masih sering berkomunikasi, sayangnya ada yang kurang, Billy.

•••

"Sakedap deui paling orangnya muncul, sabar." Tara menyeletuk. Seakan paham tujuan awal Nindys sebenarnya berkunjung. "Pasti dateng aing jamin."

"Emangnya siapa sih? Penasaran."

"Ceunah temennya temen gue. Nggak ngasih tau namanya." jawabnya. Dia memutar tubuh lalu menatap Nindys serius. "Maneh bener ieu hayang balap?"

"Heeh," Nindys manggut tanpa ragu. "Gue udah berusaha semaximal mungkin cari waktu yang tepat buat keluar masa iya enggak balap. Itung-itung ngelepas bosen."

"Aing teh panik," laki-laki itu membuang napas berat. Manik matanya memancarkan kepanikan—tepatnya khawatir.

"Kok panik? Artinya lo ngeraguin gue dong," ia bersedekap dada tidak terima.

"Sedikit." Nindys spontan melotot mendengar sahutan Tara diluar dugaan. "Ih nyebelin!" amuknya.

Suara bising orang-orang menyita perhatian. Disusul lima motor besar memasuki area sirkuit. Sedangkan Nindys mengernyit, seperti mengenali satu di antaranya.

"Nah tuh keknya mereka. Salah satunya bakal jadi lawan lo." Tara menunjuk objek yang menjadi perhatian.

Nindys terpusat cuma pada ninja merah. Apalagi ketika pemilik motor tersebut membuka helm. "Aldrich?!" kagetnya.

"Lah kalian saling kenal?"

"Orang satu sekolah." ia mendadak terserang panik. "Dari sekian banyaknya manusia di bumi ini kenapa harus dia anjir,"

Bukannya takut kalah, pikirannya nethink duluan. Gimana kalo Aldrich menyebarkan kepada anak sekolah bahwa dirinya ikut balapan? Mau dikata apa nanti?!

"Teu ngartos aing." mengangkat bahu lantas Tara melambaikan tangan pada temennya. "NATTT MARIH, KADIEU!"

Disambut baik oleh Nathan. Iya, si wakil Wynzelle, orang yang Tara calling barusan. Kenapa kok bisa kenal? Simple sih, karena Nathan pelanggan setia bengkelnya.

Nathan serta keempat orang lainnya pun menuruti arahan. Membuat Nindys langsung memiringkan sedikit tubuh agar tidak mudah dikenali.

"Kebiasaan sia ngaret Nat." cibirnya.

"Noh si Al. Mandi sejam udah kayak cewek." Nathan terang-terangan menyalahkan Aldrich. "Btw temen lo mana?"

"Lah ini anaknya sok malu-malu kucing. Padahal barusan nanyain," Tara memutar paksa badan Nindys menghadap mereka.

Tara bangsat!

"Bentar, bentar! Dia kan Nindys anak sekolah kita. SERIUSAN LAWAN AL CEWEK ANJIRRR?!" yang barusan membisu Arsen langsung koar-koar tak percaya.

Bukan hanya Arsen yang terperangah. Melainkan semuanya. "Bang demi apapun jangan ngelawak gini lah," cemooh Nathan.

"Saha anu ngelawak kampret!? Yakali lagi genting aing boong, serius atuh."

"Yang bener aje. Mana level Al lawan cew—" sebelum selesai omongan Gilang lebih dulu Aldrich potong.

"Gakpapa. Gue terima." dia tersenyum penuh arti.

Abisnya dari pertama singgah dia udah salfok sama Nindys. Meskipun belum sempat terlihat muka tapi Aldrich mengenal postur tubuh dan rambutnya.

Arsen berbisik ke Gilang. "Waktunya buktiin. Kalo emang Nindys cocok jadi buketu kita."

"Yoiii!" Gilang berseru semangat.

•••

Decakan kerap keluar dari bibir tipis Nindys. Tatapan mencemooh yang Aldrich layangkan sangat menyebalkan. Seakan tengah mengejeknya.

Mereka telah siap di atas motor masing-masing. Tinggal menunggu intruksi. Aldrich mulai bicara, "Kaki lo aman? Misal masih sakit gak usah maksain."

"Mendingan. Berkat tukang urut." jawab Nindys seadanya.

"Ganteng manaan tukang urutnya ya." paparnya pelan namun dapat terdengar jelas.

Gadis itu memutar mata, enggan menggubris Aldrich. Bentar lagi aba-aba hitungan mundur akan dilakukan. Sebelum mengenakan helm Nindys melirik Tara yang sedang menyemangati tanpa suara.

Sorak-sorak heboh seperti biasa kaum hawa maupun adam menyoraki idola mereka, Aldrich. Nindys sama sekali tidak terpengaruh. Memilih menulikan telinga biar konsennya tak terpecah.

Mencengkram erat gas, tepat hitungan satu motor keduanya melesat sekencang-kencangnya meninggalkan garis start.

Sungguh langka. Dimana sang raja jalanan tandingan balapnya seorang gadis cantik.

"Kira-kira sape yang bakal menang, keliatannya pada pro tuh," gumam Nathan membuat yang lain saling adu pandang.

"Nindys kek udah biasa gak sih anjrit?! Liat aja deh cara bawa motornya sungguh berdamage." Arsen berkali-kali berdecak kagum.

"Ngendarain Sen, bawa motor berat." koreksi Dimas. Dia pun menggaruk tengkuk, "Iya itu maksudnya. Salah ngomong gue."

"Ternyata selama ini maneh wakil geng besar Nat? Baturna Aldrich deui, atuh kunaon henteu pernah bebeja anying?! Aing ngefans."

"Sama gue?" dengan pede Nathan menyela.

"Halu!" sergahnya. "Batur maneh tah,"

"Batur tuh inian bukan. Apa tuh namanya yang papan kotak kecil-kecil warna item putih terus ada rajanya, menteri, bent—"

"Plis banget itu catur bodoh!" hardik Gilang sembari menoyor kencang kepala Arsen.

Sang empu malah cengengesan. "Makanya jangan ngomong sunda napa Bang," desak Nathan pada Tara.

"Lidah gue nih belibet. Kadang nyampur sendiri kagak jelas! Mon maap ye."

"Hooh Bang santai. Bahasa sunda gue emang gak ngerti tapi kalo bahasa G boleh di adu." Arsen berkata seakan akrab sama Tara.

"GIGINIGI BUGUKAGAN?" tanya Tara berseri-seri, pasalnya bahasa tersebut emang pernah ia gunakan waktu kecil.

"IGIYAGA BEGENEGER, HAHAHHAHA!" dia tertawa lepas. "Akhirnya nemu juga orang yang paham."

Gilang mencibir pelan. "Samanya enggak waras."

Di lain tempat Aldrich mengencangkan pegangan pada stang, berusaha menyusul Nindys. Salah dirinya karena sempat anggep remeh gadis itu, ternyata dia ahli mengecoh dan menyalip.

Nindys sadar Aldrich ingin mendahului tidak tinggal diam. Ia bergeser terus ke kanan kiri, menghalangi jalan laki-laki itu. Di balik helm siapa sangka Aldrich sedang tersenyum merasa tertantang.

Tepat waktunya Nindys lengah dan Aldrich menemukan celah tentu tak menyiakan kesempatan tersebut. Ia langsung menyodok bahkan hingga Nindys oleng saking terkejutnya.

Garis finish mulai nampak. Kedua orang itu makin meningkatkan laju. Meskipun Nindys tertinggal namun ia pantang menyerah. Enggan membiarkan Aldrich melewati finish seorang diri.

Tepuk tangan penonton menghiasi ketika mereka berdua melintasi finish secara barengan. Artinya score seri.

Aldrich menyudahi aksi dengan melakukan stopie. Lalu berhenti sampingan sama Nindys. "Lo curang! Hampir bikin gue jatuh tau gak?!" Nindys berujar marah.

"Itu namanya taktik. Siapa suruh ngalangin jalan." ujarnya membuat dia mendengkus kurang terima.

"Misalnya lo nggak nyalip tiba-tiba bikin kaget mungkin gue udah menang."

"Kita seri. Terima aja, jangan banyak mau." Aldrich menimpali agak ngeledek.

"Ngeselin!!!" Aldrich melipat bibir ke dalam, menahan sudut bibirnya agar tidak terangkat membentuk senyum ketika Nindys memakinya.

"WOY AL BERDUAAN AJE!" Arsen meneriaki. Mereka berlari mendekat.

"Halo Nindys kenalin gue Arsen, lebih lengkapnya Lovelin Arsenio. Kalo orang-orang gak gue bolehin manggil Love, buat elo boleh banget."

"Siapa tau bisa falling in love beneran sama gue." lanjutnya menggombal seraya menyengir genit, sksd.

Nindys tersenyum kikuk sebagai bentuk respon. "Hai Arsen,"

"Begaya monyet! Giliran gue manggil Love ngamuk lo." Gilang menjambak rambut Arsen dari belakang.

"Ya beda lah jamet," sang empu menyetus.

Gilang menutup hidung. Lalu membatin dalam hati;

Daripada meladeni Arsen mending ia memuji Nindys. "Lo keren. Baru kali ini ada yang sebanding sama Al, manaan cewek. Arsen aja paling kalah lawan lo."

"Sut ih! Jaga image gue dikit napa, Ting." Arsen menyenggol temennya.

"Alah biasanya malu-maluin ge," laki-laki itu kemudian mengenalkan diri. "Ngomong-ngomong gue Gilang."

"Thankyou Gilang." Nindys senyum. Temen Aldrich ramah juga ternyata.

Sementara Gilang mau meninggoy rasanya. "Tahan mulut jangan ngejerit anjeng!" gumamnya tertahan kesenengan.

"Udah-udah. Modus mulu kebiasaan." Nathan melerai.

Aldrich mendengkus. Entah kenapa kurang suka akan interaksi mereka. Apalagi sampai Nindys tersenyum, dia aja belum pernah tuh di senyumin.

EH BENTAR, KOK KAYAK ORANG LAGI CEMBURU GINI SIH?!

•••

GIMANA CHAPTER INI?

stopie; teknik dalam memainkan rem dengan mendadak sehingga roda belakang motor terangkat

THANK U YANG UDA BACA LOVYU BANYAK-BANYAK. JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN SHARE KE TEMEN KALIAN YA 💅🕊✨💗

FOLLOW IG : @wynzelle_ofc

tertanda, —shinta

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

522K 24.5K 48
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
424K 27.4K 52
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
5.4M 368K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
6.3M 143K 40
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...