Renjun Birthday

By Renjuniverse_

52.3K 4.1K 354

Hallo readers! Book ini adalah kolaborasi dari berbagai author yang dengan senang hati menyumbangkan cerita... More

•Preface•
•Unrequited Love•
•Youre still my number one
•I'm Hyung•
•Why Do I Accept Them•
•Welcome To NCT World_1•
•Welcome To NCT World_2•
•Welcome To NCT World_3•
•Ding Dong•
•Fallen Angel•,
•Birthday•
•Heather_2•
•My Dragon•
•Ketos•
•Baby•
•Renjun's Bodyguard•
•Candy•
•Tumbal•
•Hands To Myself•
•Things I Could Never Say To You•
•Pelangi•
•Raka & Joan•
•Sesat_1 •
•Sesat_2•
•Sesat_3•
•Walk You home•
•Mind Burden•
•Renjun Hyung•
•Jaemin, Renjun and Netizen•
•My Missing Puzzle Piece•
•Little Ren•
•Seven Days For Forever•
•Time•
•Happy Birthday Renjunnie•
•Mati Lampu•
•Surprise•
•Second_1•
•Second_2•

•Heather_1•

1.3K 99 3
By Renjuniverse_

Author: FoxieRenjun

Genre: -

Tipe: Twoshot

Cast:
• Huang Renjun
• Lee Jeno
• Lee Haechan

Pair: HyuckRen & NoRen



Pria mungil itu menatap sekitar dengan lengan saling memeluk satu sama lain. Udara pagi ini sangat sejuk. Dalam hati, pria mungil itu menggerutu, betapa menyebalkannya ibunya karena telah membangunkannya sangat cepat pagi ini. Tampaknya ibunya ingin cepat-cepat mengusirnya dari rumah.

3 Desember 2020. Hari ini, sekolahnya mengadakan perpisahan outdoor yang rencananya akan dilakukan selama kurang lebih seminggu. Pagi ini, tepatnya pukul 8, mereka akan berangkat menuju lokasi yang sudah ditentukan.

Seharusnya saat ini, pria mungil yang akrab disapa Renjun itu masih bergelung dalam selimut, mengarungi dunia mimpi, dan mengucap salam perpisahan dengan tempat tidurnya, tapi ibunya malah membangunkannya pukul 4 dan memaksanya berangkat ke sekolah pukul 5. Di sinilah Renjun sendiri, menunggu teman-temannya datang.

"Renjun" pria mungil itu menoleh mendengar sahabatnya memanggil.

"Jeno?"

"Ini benar kau? Renjun, sahabatku yang selalu datang terlambat ke sekolah, sedang duduk manis di sini?" Tanya Jeno dengan raut tidak percaya. Ia sudah mengenal Renjun sejak mereka menginjak sekolah dasar. Melihat Renjun duduk di hadapannya tentu membuat pria bermata sipit itu tidak percaya.

"Salahkan ibuku! Dia membangunkanku pukul 4! Kuulangi, pukul 4!" Teriak Renjun.

Jeno tertawa kemudian mendudukkan diri di sebelah Renjun.

Jeno mengerutkan dahi melihat Renjun berkali-kali mengusap lengannya sambil sesekali mendesis. "Kau kedinginan?"

"Aku lupa membawa jaketku" balas Renjun.

"Kau lupa? Bagaimana bisa? Mau kuambilkan sekarang?"

"Tidak, tidak. Tidak perlu, Jeno"

"Kau bisa sakit. Ini perjalanan satu minggu kalau kau lupa" balas Jeno. Pria bermata sipit itu melepas sweater yang dikenakannya lalu memberikannya pada Renjun. "Pakai ini"

"Bagaimana denganmu? Kau juga akan kedinginan"

"Kau tidak lihat tubuhku yang besar ini? Lagipula, aku sudah terbiasa dengan udara dingin" Jeno lantas memakaikan sweater miliknya pada Renjun karena melihat pria mungil itu tidak kunjung memakainya sendiri.

Jeno tertawa melihat tubuh mungil Renjun yang tenggelam dalam balutan sweater miliknya. "Lihat ini. Kau tenggelam"

"Sweater milikmu terlalu besar" gerutu Renjun.

"Tidak apa. Ini cocok untukmu, menggemaskan" Jeno mengusak puncak kepala Renjun.

Renjun menunduk dengan pipi merona. Perlakuan Jeno sangat manis padanya. Bagaimana ia tidak semakin jatuh pada pesona pria itu?

Renjun menghela nafas lesu. Ia tahu perasaannya salah. Ia tahu tak seharusnya ia menyimpan perasaan terlarang ini. Tapi, memangnya ia bisa memilih ingin jatuh cinta pada siapa? Memangnya ia bisa memilih kepada siapa jantungnya berdetak dengan cepat?

Renjun tidak bisa mengendalikan hatinya. Sebisa mungkin ia menyembunyikan perasaannya, serapat mungkin. Ia tidak ingin persahabatannya dengan Jeno rusak karena perasaan bodoh ini. Karena...

"Jeno!" Sepasang sahabat itu menoleh. Wanita cantik dengan rambut terkibas angin itu berlari ke arah mereka-tidak, lebih tepatnya Jeno.

"Oh, kau sudah datang, Xiyeon?"

"Belum, aku masih tidur di kamarku" ucap wanita itu menatap sinis pada Jeno. Jeno dan Renjun tertawa mendengar balasan Xiyeon.

Dalam diam, Renjun memperhatikan setiap gerak-gerik wanita cantik itu. Mata indah, hidung mancung diiringi senyum manis, sifatnya yang lembut dan mudah bergaul, selalu ramah pada sesama, ditambah dengan deretan prestasi yang selalu diraihnya, membuat wanita itu tampak sempurna. Tidak heran Jeno menaruh rasa pada wanita cantik itu. Renjun semakin miris pada dirinya sendiri. Ia bukan apa apa dibandingkan Xiyeon.

"Renjun? Kenapa melamun?" Renjun tersentak dan menemukan raut khawatir Xiyeon di depannya. "Kau ada masalah?"

"Ti-tidak. Aku tidak apa" balas Renjun dengan senyum canggungnya.

Ketiganya berbincang santai hingga langit tampak terang. Beberapa toko di sekitar sekolah mulai dibuka.

"Jeno, bisa temani aku membeli snack untuk di perjalanan?" Tanya Xiyeon dengan gestur memohon pada pria bermata sipit itu sebelahnya.

"Tidak perlu memasang wajah memelas seperti itu. Kau semakin jelek" Jeno tertawa sambil mengusak puncak kepala Xiyeon.

"Kau ini!" Xiyeon memperbaiki tatanan rambutnya dengan dahi mengerut kesal.

Keduanya pergi meninggalkan Renjun yang menatap pedih pada mereka. Matahari yang mulai bersinar, juga sweater milik Jeno bahkan tidak mengurangi rasa beku di hatinya.

Jeno dan Xiyeon, keduanya tampak serasi jika berjalan bersama. Jeno yang memegang bahu wanita cantik itu, mendapatkan tatapan kagum dari beberapa teman mereka yang melihatnya. Beberapa dari mereka juga tampak menggoda keduanya. Renjun membayangkan jika ia berada di posisi Xiyeon. Apa orang-orang akan memberikan tatapan kagum padanya?

Renjun menghembuskan nafasnya. Berkali-kali mengingatkan diri untuk tidak berharap lebih.



Senyuman di bawah Jeno semakin melebar melihat daftar nama di depannya. Kelasnya dan kelas Xiyeon akan berada di bus yang sama.

"Kendalikan wajahmu, kau tampak menyeramkan" bisik Renjun. Renjun tertawa kecil dalam hatinya. Ucapannya jelas adalah kebohongan, karena seperti apapun raut wajah pria bermata sipit di sampingnya ini, akan terlihat tampan baginya.

"Aku sangat senang. Aku harus duduk di sebelahnya. Harus!" Bisik Jeno semangat.

"Semoga berhasil" Renjun menepuk bahu Jeno sebelum melangkah memasuki bus. Sepertinya perjalanan kali ini tidak akan semenyenangkan perkiraannya.

"Hai, bisa aku duduk di sini?" Renjun melepas headset miliknya lalu menoleh pada pria berkulit tan di sebelahnya. "Bangku lain sepertinya sudah penuh"

"Te-tentu. Duduk saja" balas Renjun. Haechan mengambil posisi tepat di samping jendela.

"Namaku, Haechan" pria berkulit tan itu mengulurkan tangannya ke arah Renjun. "Namamu?"

"Renjun. Huang Renjun"

"Ah, begitu. Salam kenal" balas Haechan.

Keduanya sibuk berbincang santai. Menurut Renjun, Haechan adalah tipe orang yang banyak bicara. Selalu saja ada topik yang bisa dibicarakan dengan pria berkulit tan itu. Tidak heran, Haechan berasal dari kelas unggulan, kelas yang sama dengan Xiyeon, pasti wawasannya luas.

"Jeno, aku ingin duduk di samping jendela" Renjun menoleh ke arah kiri. Jeno dan Xiyeon ternyata duduk di barisan yang sama dengannya. Tanpa sadar, tangan pria mungil itu mengepal.

"Kalau kau mengantuk, bersandarlah di bahuku" ucap Jeno memamerkan bahu lebar.

Renjun menyibukkan diri menatap ponselnya meski sesekali pria mungil itu akan melirik interaksi Jeno dan Xiyeon dari sudut matanya.

"Jangan melihatnya jika itu menyakitimu"

Renjun menoleh cepat pada Haechan. "A-apa? Kau bilang apa?"

Haechan tersenyum.

"Aku tahu. Kau dan dia" ucap Haechan seraya menunjuk Jeno. Renjun menelan ludahnya susah payah. Seseorang tahu rahasianya. "Tenang saja. Rahasiamu aman bersamaku"



"Renjun, kau mau sekamar denganku?" Tanya Jeno mengeratkan pegangannya pada tali ransel di punggungnya.

"Ah, maaf. Aku sudah janji dengan Haechan tadi. Kau tidak bilang sebelumnya" tolak Renjun dengan senyum canggungnya.

"Kau meninggalkanku?" Gerutu Jeno yang tampak tidak suka dengan kehadiran teman baru Renjun itu.

"Ma-maaf, Jeno"

"Ya sudah, aku akan cari yang lain. Tapi kau harus mengangkat teleponku jika aku menghubungi!"

"Iya, iya. Aku janji" Renjun langsung berlari ke arah Haechan yang sudah menunggunya.

"Kau yakin dengan keputusanmu?" Tanya Haechan. Matanya diam-diam melirik Jeno yang membantu Xiyeon membawakan koper wanita itu.

"Tentu saja. Aku akan semakin terluka jika satu kamar dengannya. Dia pasti akan selalu menceritakan tentang hari-harinya dengan Xiyeon" Renjun ikut melirik Jeno. "Kau sendiri, tidak apa sekamar denganku?"

"Huh, bagaimana ya? Sebenarnya aku keberatan, tapi sepertinya kau butuh sosok sepertiku untuk mengobati luka hatimu" Haechan menepuk dadanya bangga.

"Ck, percaya diri sekali kau!" Keduanya melangkah memasuki kamar.

Ting! [Italic]

Renjun, kurasa besok malam aku akan menyatakan perasaanku pada Xiyeon. Kudengar Mark juga menyukai Xiyeon [Italic]

"Nyatakan saja, tidak ada yang peduli" desis Renjun.

"Oh, benarkah? Tidak peduli atau mencoba tidak peduli?" Tanya Haechan setelah membaca pesan Jeno.

"Diam kau!"

"Saranku, kau juga harus menyatakan perasaanmu secepatnya. Percayalah, setelah kau menyatakannya, rasanya akan sangat lega walaupun awalnya sakit" jelas Haechan.

"Sepertinya kau sudah berpengalaman" goda Renjun tersenyum jahil.

"Ya, dan aku berakhir ditolak. Pria itu bahkan menjauhiku" balas Haechan membuat Renjun terdiam.

"P-pria?"

"Iya, kau terkejut ya?" Haechan terkekeh. "Tidak ada yang salah dalam mencintai. Cinta itu anugerah dan anugerahku berbeda dari orang lain"

"Bagaimana rasanya?"

"Apanya?"

"Sebelum dan setelah kau menyatakannya"

"Sebelum menyatakan, tentu aku merasa berat setiap kali melihatnya. Sepertinya ada beban berat di punggungku. Aku memaksakan diriku untuk menyatakan perasaanku. Awalnya memang sakit, terlebih melihat tatapan terkejut sekaligus jijik darinya. Aku sempat merasa menjadi manusia hina. Ia menjauh bahkan menganggap kami tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Di saat itu, aku mencoba mengobati luka hatiku"

"Bagaimana kau mengobatinya?" Tanya Renjun penasaran.

"Aku menemukan sosok manis dan menggemaskan. Aku yang menjadi pihak bawah saja rasanya rela menjadi pihak atas untuknya. Dia sangat rapuh dan aku merasa aku harus menjaganya" jelas Haechan menatap Renjun.

"Oh, benarkah? Siapa dia?"

Haechan terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengedikkan bahunya. "Aku tidak tau. Aku belum sempat berkenalan dengannya"

"Ah, kau pengecut!" Ejek Renjun.

"Mungkin aku akan mencoba untuk mengenalnya. Aku akan menunggu waktu sampai aku siap menyatakan perasaanku, dan kupastikan dia akan menerimaku"

Renjun meremat ujung sweater yang dikenakannya. Perasaannya mendadak gugup saat mendapati tatapan dalam yang diberikan Haechan kepadanya.



Renjun menatap jauh ke depan. Tubuhnya masih terbalut sweater milik Jeno, membuatnya merasakan kehangatan kala udara malam menerpanya.

"Kau disini ternyata" Renjun menoleh dan mendapati Jeno berdiri tidak jauh darinya. Pria bermata sipit itu melangkah mendekatinya. "Sedang apa kau?"

"Berenang" balas Renjun ketus.

"Apa? Tapi ini sudah malam, Renjun. Kau ingin sakit?"

"Bodoh!" Sinis Renjun membuat Jeno tertawa.

"Kenapa kau di sini? Udara malam tidak baik untukmu. Kau bisa sakit"

"Aku laki-laki. Udara malam tidak akan membuatku sakit" balas Renjun.

"Tapi kau berbeda" balas Jeno.

"Apanya yang berbeda?" Tanya Renjun sedikit kesal.

"Tubuhmu kecil"

"Ck, diam kau!" Renjun kembali menatap hamparan langit malam yang ditaburi bintang.

"Jeno"

"Hm?"

"Kapan kau akan menyatakan perasaanmu pada Xiyeon?" Renjun tersenyum kecil melihat raut semangat Jeno.

"Aku juga masih bingung. Bagaimana kalau besok malam?" Tanya Jeno.

"Coba saja"

"Aku sangat gugup" Renjun tertawa mendengarnya.

"Dia pasti menerimamu. Kulihat, dia juga menyukaimu" Renjun menepuk bahu Jeno.

"Begitukah?"

"Iya. Percaya padaku"

"Kau sendiri bagaimana? Kapan kau menyatakan perasaanmu? Kau sudah menyimpannya cukup lama" Renjun mendadak terdiam. Ia tidak mengira akan mendapat pertanyaan seperti itu. Renjun memang kerap kali bercerita bahwa ia menyukai seseorang, sejak mereka menginjak bangku SMA. Renjun tidak pernah memberitahu siapa nama orang itu.

"Kau harus mengatakannya secepatnya, Renjun. Jangan sampai dia diambil lelaki lain" ucap Jeno.

"Aku juga berencana menyatakan perasaanku besok" ucap Renjun dengan mata memanas.

"Wah, kapan? Aku tidak sabar!"

Renjun tertawa palsu. "Kau pasti akan terkejut, Jeno"



"Bagaimana?"

"Rasanya aku ingin mati" Haechan tertawa mendengarnya. Tangannya menepuk bahu Renjun prihatin.

"Kapan kau akan menyatakannya?"

"Malam ini, setelah dia menyatakan perasaannya pada Xiyeon. Aku mengajaknya bertemu di pantai"

"Kau bisa, Renjun" ucap Haechan menyemangati. Saat ini keduanya sedang berjalan menuju restoran untuk makan malam.

Renjun melirik jam di dinding. Sekarang pukul 7, itu artinya Jeno sebentar lagi akan menjadi kekasih Xiyeon. Dadanya semakin sesak.

'tidak apa, Renjun. Cinta tidak harus memiliki'

Berkali-kali Renjun menyemangati dirinya sendiri.

Renjun mengamati sekitar sembari menghabiskan makan malamnya. Ini restoran mewah, tetapi rasanya hambar di lidah Renjun. Entah karena masakannya, atau karena hatinya. Renjun tidak dapat berpikir dengan benar saat ini.

Ting! [Italic]

Renjun, ayo bertemu di pantai! Aku ingin membagi kebahagiaanku! [Italic]

Hati Renjun mencelos membacanya. Air matanya perlahan turun. Dadanya terasa sesak. Berkali-kali Renjun memukul dadanya, mencoba meredakan rasa sakit itu.

Ini baru awal tapi rasanya sudah sesakit ini. Renjun menutup wajahnya dengan bahu bergetar.

Haechan menyaksikan semuanya. Ia membaca pesan dari Jeno setelah Renjun meletakkannya di meja. Hatinya ikut hancur melihat pria mungil di depannya menangis. Rasanya Haechan ingin menghajar Jeno karena telah menyakiti Renjun, pemilik hatinya.

"Renjun, kau ingin ke tempat sepi? Kau ingin menangis sepuasmu?" Tanya Haechan lembut.

Renjun menggeleng tanpa menjawab. "Aku harus menemui Jeno setelah ini hiks"

"Kau tidak bisa menemuinya dengan keadaan kacau seperti ini"

"Bahkan nantinya aku akan lebih kacau setelah dia tahu perasaanku. Apa bedanya?" Renjun menghapus air matanya berkali-kali. Menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya.

"Aku pergi dulu" ucap Renjun setelah memperbaiki penampilannya.



"Jeno" Renjun memasang senyum selebar mungkin. "Bagaimana?"

Jeno langsung memeluk Renjun erat. Menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher Renjun. "Dia menerimaku!"

Renjun menelan ludahnya susah payah, menekan suaranya agar tidak bergetar. "Benarkah?"

"Iya! Dia bahkan menangis. Dia memelukku! Astaga, aku sangat senang!" Teriak Jeno.

"Selamat. Sekarang kau memiliki kekasih. Jangan menyakiti hatinya" nasehat Renjun sambil menepuk punggung Jeno.

"Ah iya, kau sendiri bagaimana?" Tanya Jeno.

Renjun menggeleng. "Belum. Aku belum menyatakan perasaanku"

"Apa? Kenapa?"

"Aku akan menyatakannya sekarang" jelas Renjun mengepalkan tangannya yang mulai bergetar.

"Kalau begitu pergilah. Kau harus berhasil juga sepertiku"

"Kurasa tidak. Aku tidak akan berhasil, Jeno" ucap Renjun pelan. Jantungnya berdetak semakin kencang.

"Kenapa begitu?"

Renjun diam beberapa saat, mempersiapkan dirinya akan segala kemungkinan yang terjadi. Entah Jeno akan membencinya, entah Jeno akan menjauhinya bahkan menganggapnya tidak ada. Renjun tidak peduli. Renjun hanya ingin beban ini menghilang.

"Jeno" Renjun memberanikan diri menatap Jeno. Tangannya mengepal semakin kuat. "Aku... Mencintaimu"

Jeno terdiam di tempatnya. "A-apa?"

"Aku mencintaimu, Jeno. Sejak aku tau apa arti cinta"

Jeno mundur selangkah. Matanya menatap tajam pada Renjun. Wajahnya berubah datar, sama datarnya saat Jeno marah karena ada yang menjahili Renjun saat mereka sekolah dasar dulu. "Jangan bercanda, Renjun!"

"Tidak! Aku tidak bercanda! Aku mencintaimu, Jeno" teriak Renjun.

Jeno menggeleng kencang. Matanya menutup beberapa saat, kemudian terbuka dengan pandangan yang semakin tajam. "Kau menjijikkan"

Renjun membeku di tempatnya. Matanya perlahan mengerjap dan setetes air mata membasahi pipinya.

"Aku tau, karena itu aku tidak pernah memberitahumu" Renjun menarik nafas dengan susah payah. "Aku tidak ingin merusak persahabatan kita. Tapi cepat atau lambat, kau juga harus tau. Maafkan aku. Maaf karena mencintaimu dengan perasaan menjijikkan ini"

Renjun menundukkan kepalanya. Berbulir-bulir air mata menetes dan jatuh membasahi pasir.

Keduanya terdiam beberapa saat.

"Aku tidak ingin dekat denganmu lagi. Temui aku jika perasaan menjijikkan itu sudah hilang" Jeno pergi tanpa menoleh sedikitpun.

Renjun merasakan kakinya bergetar hingga akhirnya jatuh. Tangannya menutup wajahnya dan pria manis itu menangis keras. Berkali-kali ia memukul dadanya tapi rasa sesaknya tidak kunjung berkurang.

"Hiks maafkan aku, Jeno"

Pada akhirnya, hati Renjun hancur berkeping. Ia kehilangan sahabat sekaligus cinta pertamanya.



TBC


_renjuniverse

Continue Reading

You'll Also Like

600K 48.9K 47
Rifki yang masuk pesantren, gara-gara kepergok lagi nonton film humu sama emak dia. Akhirnya Rifki pasrah di masukin ke pesantren, tapi kok malah?.. ...
665K 34.9K 43
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
98.8K 10.8K 18
[Content warning!] Kemungkinan akan ada beberapa chapter yang membuat kalian para pembaca tidak nyaman. Jadi saya harap kalian benar-benar membaca ta...
517K 2.7K 18
Cerita ini bagian dari @fantasibersama