Anna menjalankan mobil jeep milik anggota Dangerous Dragon siang itu. Ia terus saja membunyikan klakson di tengah ramainya jalan. Dengan kecepatan tinggi ia menuju ke rumahnya. Tak peduli dengan umpatan dari pengendara lain, ia terus saja menyalip kendaraan di depannya.
Waktu di kantin, dirinya dengan paksa meminta kunci mobil salah satu dari orang yang menjaganya. Amarahnya tak bisa lagi ia bendung. Seakan meledak saat itu juga.
Berita terkini.
Direktur Utama dari GH Group telah meninggal dunia siang tadi pukul 13.56
1 tahun mengalami koma, Gerald Hans...........
"BENER-BENER PARA BAJINGAN ITU!" Desis Anna memukul setir di depannya ketika mendengarkan berita tersebut.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumahnya, dirinya kini sudah memasuki halaman. Ia melihat mobil lamborghini berwarna biru milik Helena lalu sengaja menabraknya.
BRAAKKKKKKKK!!!
Anna terdiam di dalam mobil untuk beberapa detik. Baru kali ini dia menabrakkan mobil dengan kecepatan tinggi. Kepalanya bahkan hampir bertabrakan dengan setir di depannya.
Beberapa wartawan dan polisi yang sudah di depan rumah Anna seketika menoleh ke sumber suara. Gadis berjaket kulit itu langsung keluar dan berjalan menerobos kerumunan orang - orang di depan rumahnya.
"Minggir," Kata Anna menepis orang yang menghalangi jalannya.
Ia sempat berdecak karena ada wartawan yang tak mau memberikannya jalan.
"MINGGIR!!!!" Teriak Anna.
Sampai akhirnya dia tiba di dalam rumahnya. Gadis itu berjalan cepat mencari keberadaan Vanya. Ia mendapati mama tirinya sedang duduk dan menangis di pelukan Helena.
Anna sedikit tertawa kecil melihat sandiwara yang sedang mereka buat. Air mata itu palsu.
Anna langsung berjalan mendekat.
"Kenapa kalian bunuh papaku?" Tanya Anna di depan mereka, juga Boy.
"Anna, kamu bicara apa?" Tanya Helena, sok tak percaya. Anna tertawa kecil lagi.
"Jangan berlagak sedih," Lirih Anna. Kini dirinya di saksikan beberapa polisi dan wartawan yang ada di dalam rumahnya.
"Itu putri kandung Pak Hans?"
"Itu putri kandungnya."
"Apa itu Anna Alessia?"
"Dia mirip dengan ibunya."
"Kenapa dia mengatakan hal seperti itu?"
Banyak wartawan yang mulai memotret Anna dan mengatakan hal-hal yang tentunya bisa Anna dengar dengan jelas.
"Anna, jangan seperti itu di depan mama!" Sahut Boy.
"Jangan sok dramatis," Sahut Anna.
"ANNA!" Teriak Vanya.
"Kami sedang berduka! Tolong jangan mengatakan hal seperti itu!"
"Apa? Kami?" Anna tertawa lagi tak percaya.
"Aku yang lebih berdukaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" Teriak Anna.
"Kalian baru 4 tahun masuk ke dalam keluarga kami. Dan aku? Selama 18 tahun hidup sama papa. Kalian bilang kami sedang berduka? Terus aku gimana? Hah? Apa aku keliatan lagi bahagia?!" Teriak Anna, lagi.
"Anna, bukan seperti itu maksud mama." Suara Vanya.
"Kalian bener-bener udah ngelewatin batas," Ucap Anna sambil mengeluarkan pistol dari balik jaketnya.
DUAARRRRRRRRRRR!!!!!!!!
Anna menembak salah satu figura yang memperlihatkan foto keluarga mereka. Polisi yang ada di situ langsung mengambil posisi dan mengeluarkan senjatanya masing-masing. Sedangkan lainnya spontan membungkukkan badan dan menutup telinga.
Anna mengalihkan pistolnya ke arah Vanya.
"TURUNKAN SENJATA SEKARANG!" Teriak salah satu polisi.
"Kalau kalian menembakku, akan ku pastikan orang-orang di depanku juga mati," Ucap Anna.
"Anna. Jangan seperti itu nak," Ucap Vanya.
"Diem, mama bikin aku makin jijik," Jawab Anna.
"Anna! Turunin senjatanya!" Teriak Boy.
"Kenapa? Kakak juga mau aku tembak?" Tanya Anna.
"Jangan harap hidup kalian bahagia setelah ini," Ucap Anna.
"ANNA!" Teriak seseorang.
Anna tak perlu menoleh untuk tahu siapa pemilik suara itu. Karena sudah pasti itu adalah Gabriel.
"ANNA UDAH!" Gabriel meraih lengan Anna dan merengkuh wanita itu.
"Slow slow mannnn, udah turunin." Suara Ray menyuruh polisi yang mengangkat senjata untuk menurunkannya.
Tepat setelah itu beberapa gerombolan anak buah Gabriel masuk mengepung Anna. Melindunginya dari serangan siapapun.
"Udahhh, tenang." Gabriel mengambil dengan lembut pistol di tangan Anna.
Anna masih diam di pelukan Gabriel sambil menatap Vanya. Di sana, ia bisa melihat sedikit senyuman dari Vanya.
"Bajingan," Gumam Anna.
"JANGAN KIRA KALIAN MENANG SETELAH INI!!!!!" Teriak Anna.
"Sssttt sssttt udah, ayo keluar dulu." Gabriel melepas pelukannya dan menuntun Anna keluar dari rumah.
"AKU BISA LIAT SENYUMAN MAMA!!!!" Teriak Anna lagi sebelum akhirnya dia menuruti apa kata Gabriel.
"Turunin." Suara Fero kepada salah satu polisi yang masih saja mengangkat senjatanya.
Kini Gabriel, Fero, Anna, dan Ray berjalan keluar dari rumah tersebut diikuti 5 orang anggota Dangerous Dragon.
"Gue harus bunuh diaa," Gumam Anna ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil.
"Bukan ini saatnya!" Teriak Gabriel.
"Dia udah bunuh papa-"
"Kita semua tau," Sahut Fero.
"Kita terlalu gampangin si tua itu. Harusnya kita pikir kemungkinan kalau dia bakal bunuh papa lo," Sambung Ray.
Anna menyandarkan punggungnya, menghela nafas. Dia belum bisa menangis saat itu, hatinya dipenuhi rasa marah karena perbuatan keluarga tirinya.
"Aku mau temuin papa." Anna hendak keluar dari mobil tapi ditahan oleh Gabriel.
"Nggak, nanti aja. Tenangin diri lo dulu," Ucap Gabriel.
"Di sini dulu aja, Anna. Di dalem banyak wartawan. Nanti kalau ada yang bikin artikel aneh tentang lo, bakal rumit lagi," Ujar Fero.
"Emang bener-bener gila mereka!" Desis Ray.
"Gue nggak nyangka mereka bakal sejauh ini," Sambung Gabriel.
"Emang kita yang salah, kemungkinan terburuk harusnya kita masukin ke daftar," Sahut Fero.
"Liat aja, bajingan-bajingan itu bakal hancur," Gumam Anna.
•••oOo•••
3 jam kemudian.
"Papa," Lirih Anna di dekat peti milik papanya.
"Papa..." Panggil Anna lagi. Di ruangan itu, hanya ada dirinya dan Gabriel yang berada di ambang pintu. Membiarkan Anna bersama papanya untuk beberapa waktu.
"Papa katanya mau liat Anna lulus," Suara Anna terdengar bergetar. Tangannya mulai menyentuh wajah mendiang papanya.
"Papa bangun..." Lirih Anna, air matanya mulai menetes. Gabriel yang melihatnya segera mengalihkan pandangan, ia merasa tak nyaman melihat Anna menangis.
"Papa kenapa diem aja?" Tanya Anna.
"Aaakhhhh, papaaa....." Tangis Anna mulai pecah.
Dirinya tak bisa menghadapi situasi menyebalkan ini. Hatinya seakan remuk melihat wajah papanya yang sudah memucat. Dunia yang ia pijak terasa tak sama lagi. Ia merasakan muak di dalam hatinya. Sesak. Marah.
"Papa udah ketemu mama ya di sana?" Tanya Anna.
"Terus aku di sini gimana?"
Gabriel tak tahan melihat Anna menangis seperti saat ini, ia segera berjalan mendekati Anna dan memegang kedua bahu gadis itu.
"Sssstt." Gabriel mengelus lembut bahu Anna dengan ibu jarinya.
Bukannya tenang, Anna malah semakin menangis ketika Gabriel mendekatinya.
"Papaku..." Lirih Anna kepada Gabriel.
"Iya iya gue tau."
"Papa udah-"
"Iya, Annaa. Udah udah." Gabriel kembali merengkuh gadis di depannya.
"Aku harus gimana sekarang...." Lirih Anna di dalam pelukan Gabriel.
"Nggak perlu gimana-gimana, Anna," Jawab Gabriel dengan lembut.
"Ada kita di sini, lo nggak akan sendirian," Lanjutnya.
"Sakit banget, ielll."
"Iya, Anna. Gue paham."
"Udah, ya nangisnya?"
Anna malah semakin larut dengan tangisnya. Perlahan ia mulai melingkarkan tangannya ke tubuh Gabriel. Ia menenggelamkan wajahnya di bahu lebar milik lelaki itu.
•••••