Towards Death

Od Faizah-chan

2K 583 2.4K

Satu kesalahan besar memaksa mereka berkejaran dengan kematian. Sekelompok sekawan melepas rindu dalam suatu... Více

Catatan Author 📓
Chapter 00. Prolog
Chapter 01. Wanita Kantor
Chapter 02. Reuni
Chapter 03. Awal Mula
Chapter 04. Pertemuan
Chapter 05. Merah
Chapter 07. Ketukan
Chapter 08. Tenang 'tuk Sesaat
Chapter 09. Sidik Jari
Chapter 10. Titik Balik

Chapter 06. Dicurangi Kematian

126 41 183
Od Faizah-chan

Waktu berlalu, langit telah mengeluarkan semburat oranye, satu per satu pegawai mulai meninggalkan kantor karena memang sudah masuk jam pulang kerja. Rania mematikan komputer, membereskan meja kerja, kemudian beranjak dari kursinya, seperti pegawai lain dia juga hendak menuju rumah. Rania baru berjalan beberapa langkah, tetapi dia langsung berhenti kala merasakan ada seseorang yang menepuk bahunya. Seketika Rania berbalik untuk mendapati Yuli yang tengah berdiri tepat di belakangnya.

"Ran, ke parkiran bareng, yuk!" ajak Yuli.

Rania mengangguk kecil, lalu berjalan berdampingan dengan Yuli. Setibanya di parkiran, Rania dan Yuli berpisah karena rumah mereka memang tidak searah. Hampir satu jam Rania terjebak macet, walau kepanasan dia tak banyak protes. Biasalah, jalan raya ibu kota memang benar-benar padat, apa lagi pada jam-jam sibuk. Usai keluar dari daerah kemacetan, akhirnya Rania sampai ke kontrakannya.

Begitu gerah, Rania segera melepas blazer, lalu menggantungnya di balik pintu. Rania langsung ke kamar mandi guna membersihkan diri, beberapa saat kemudian dia keluar dengan dua handuk yang menutupi badan dan rambutnya. Rania membuka lemari, tanpa pikir panjang dia memutuskan untuk memakai kaus dan celana pendek selutut, lagi pula tidak ada gunanya bersolek, dia tak 'kan bertemu siapapun malam ini.

Riiing!

Mendadak ponsel Rania berbunyi, ketika dicek ternyata panggilan masuk dari Rangga. Rania merebahkan diri di atas kasur sebelum akhirnya mengangkat telepon. "Halo, Rang. Ada apa?"

"Bukan apa-apa sih, Ran. Aku lagi kepikiran kejadian tadi pagi. Apa aku salah ngomong, ya, sama Andre?" tanya Rangga di ujung telepon.

"Astaga, kau kayak baru kenal Andre saja. Dia memang orangnya begitu, kalaupun dia yang salah, dia segan minta maaf duluan. Egonya tinggi," balas Rania.

"Iya juga, sih. Besok aku mau ke rumah Andre saja, biar aku yang minta maaf duluan," ujar Rangga mengalah.

"Baguslah, buat apa juga masalah begitu diperpanjang." Rania menghela napas lega.

"Ya, sudah, Ran. Aku mau pergi ke luar dulu, ya." Rangga hendak mengakhiri percakapan.

"Aku tahu kau mau pergi ke mana, ke bioskop 'kan? Dengan Alika," ucap Rania begitu yakin.

Sontak Rangga penasaran. "Eh? Kau tahu dari mana?"

Rania tertawa kecil kemudian menjawab, "Alika sendiri yang bilang ke aku. Semoga kencan kalian lancar, ya."

"Ini bukan kencan, Ran!" sanggah Rangga cepat.

"Ya, terserahlah mau kau sebut apa. Sudah, buruan sana, Alika pasti sudah nungguin,"

"Oke, aku tutup ya, Ran," ujar Rangga mengakhiri percakapan.

Setelah telepon itu berakhir, Rania meletakkan ponselnya di tepi kasur, dia mematikan semua lampu, lalu menutup jendela dan gorden yang berada di samping tempat tidurnya. Rania memejamkan mata, bersiap untuk tertidur, beberapa saat kemudian kesadarannya memudar dan dia terbawa ke alam mimpi. Namun tiba-tiba Rania terbangun di tengah-tengah mimpi, dia bisa merasakan kantung kemihnya yang telah penuh, mau tak mau dia harus pergi ke toilet sebentar.

Rania hendak bangkit dari kasur, tetapi mendadak ada hawa dingin menerpanya dari samping, dia lantas menoleh untuk mendapati gordennya yang bergerak akibat tertiup angin dari luar sebab jendelanya yang terbuka lebar. Tak pikir panjang, Rania hanya mengira mungkin dia lupa menutup jendela sebelum tidur. Nanti saja dihiraukannya jendela itu, Rania buru-buru pergi ke toilet, dia sudah tak tahan lagi.

Di dalam toilet Rania menurunkan celana pendeknya, usai mengosongkan kantung kemih dia segera membasuh kemaluannya, lalu memakai celana kembali. Masih setengah sadar Rania berjalan ke arah kasur, mendadak langkahnya terhenti lantaran penglihatannya yang tiba-tiba menangkap kilatan cahaya putih yang sekilas muncul dari kolong tempat tidur. Sempat bingung, tetapi Rania tak terlalu menggubris kejadian itu, mungkin saja dia hanya salah lihat. Tanpa berprasangka buruk Rania melanjutkan langkahnya.

Kini Rania duduk di tepi kasur, sambil mengerjap-ngerjapkan mata dia meraih ponselnya, ternyata sudah jam sepuluh lewat. Pandangan Rania beralih dari layar ponsel ke arah jendela yang masih terbuka, maka dari itu dia segera berdiri dan hendak menutup jendela. Namun tanpa disangka ternyata kunci jendelanya telah rusak, perasaan Rania jadi tidak enak, pasalnya kerusakan itu tampak begitu disengaja. Keringat dingin bermunculan di dahi Rania kala dia memandang waspada seisi kontrakan, sebab firasat buruknya berkata bahwa bisa jadi seseorang telah menerobos masuk saat dia tengah tertidur. Apakah mungkin ada pencuri? Tapi tampaknya tidak ada barangku yang hilang. Lagi pula buat apa seorang pencuri menargetkan kontrakan kecilku ini? Rania membatin.

Rasa takut muncul kala Rania mulai menduga-duga tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi, alhasil telapak tangannya ikut berkeringat, refleks dia mengepalkan tangan kiri dan menggenggam erat ponsel di tangan kanan. Dalam keheningan tiba-tiba telinga Rania menangkap ada suatu bunyi yang terdengar begitu jelas.

Cekrik!

Bunyi itu muncul bersamaan dengan kilatan cahaya dari bawah kasur, nyaris sama seperti kejadian sebelumnya. Seketika jantung Rania berdegup kencang, dia dengan cepat mengenali bahwa itu adalah bunyi kamera. Berarti kilatan cahaya tersebut adalah senter ponsel yang menyala ketika seseorang dari dalam kolong kasur secara diam-diam mengambil foto Rania. Bulu kuduk Rania langsung berdiri, sekujur tubuhnya mulai bergetar, rasa panik dan takut bercampur menjadi satu, dia tak bisa membayangkan sudah berapa lama orang asing itu bersembunyi di kolong kasur sambil mengambil foto-foto dirinya yang sedang terlelap tanpa izin.

Sekarang pilihan yang Rania punya hanya dua, antara memergoki orang asing yang bersembunyi di bawah kasur atau kabur keluar dari kontrakannya sendiri. Tentu saja Rania memilih opsi kedua, mana berani dia bertatap empat mata dengan orang asing itu, ditambah lagi dia bukan sosok wanita yang mahir bela diri, bisa gawat kalau ternyata orang asing itu melawan dengan senjata.

Rania mengumpulkan segala sisa keberaniannya untuk menghampiri pintu keluar. Dengan cepat Rania mengambil kunci motor, membuka pintu, lalu berlari keluar dari kontrakan. Rania buru-buru menyalakan mesin motor, setelah itu dia langsung tancap gas, pantang sekali dia menoleh ke belakang. Insting Rania berkata bahwa dia harus pergi ke tempat yang ramai, alhasil dia membawa motornya berkendara di jalan raya.

Kepala Rania dipenuhi rasa gelisah, saat ini dia sedang tidak bisa kembali ke kontrakan, dia harus mencari tempat lain untuk menghabiskan malam. Tak perlu berlama-lama, Rania segera memutuskan untuk bermalam di rumah Andre, pasalnya rumah Andre adalah yang paling dekat lokasinya sekarang.

Usai beberapa menit mengemudi dengan kecepatan tinggi, untunglah Rania bisa sampai ke rumah Andre dengan selamat. Rumah Andre dua tingkat, bergaya minimalis dengan taman kecil yang mengelilinginya, tampaknya uang selebritas Instagram cukup banyak. Rania terus menggedor pintu rumah Andre dengan panik, tetapi pria itu tak kunjung memberikan respons. Rania yakin bahwa Andre pasti sudah tertidur, sebenarnya dia tak mau mengusik sahabatnya yang tengah terlelap, tetapi apa boleh buat, dia benar-benar sedang butuh bantuan sekarang. Mau tak mau Rania mengeluarkan ponselnya guna menelepon Andre.

Di sisi lain, dering telepon sukses membuat Andre terbangun dari tidur. Sambil menahan kantuk, Andre lantas meraih ponselnya, ketika dicek dia benar-benar heran, buat apa Rania meneleponnya larut malam begini. Namun sebagai sahabat yang baik, Andre tetap mengangkat telepon dari Rania.

"Halo, Ran? Kenapa kau menelepon malam-malam begini?" tanya Andre bingung.

"Maaf membangunkanmu, Dre. Aku di depan rumahmu sekarang. Lihatlah ke bawah!" pinta Rania.

"Huh? Apa?" Andre makin bingung, tetapi dia mengikuti permintaan Rania. Benar saja, ketika Andre melihat ke luar jendela, dia langsung mendapati Rania yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya dengan tampang gelisah.

"Dre ... kumohon bukakan pintu," ucap Rania dengan nada yang begitu pelan.

"Iya, Ran. Tunggulah sebentar." Tanpa banyak tanya Andre segera turun ke bawah sebab dia yakin sesuatu yang buruk telah terjadi pada sahabatnya.

Sesampainya di lantai bawah, Andre secepat mungkin membuka pintu dengan cara memasukkan PIN. Ketika pintu terbuka, Andre langsung dihadapkan dengan Rania yang gemetar ketakutan. Andre yang menyaksikan hal itu tentu saja tidak tega, dia lantas memeluk Rania dengan harapan bisa sedikit membantu menenangkan.

"Ran, di luar dingin. Masuklah, kita cerita di dalam saja," bisik Andre di sela-sela pelukkannya.

Rania mengangguk perlahan, lalu Andre menuntunnya masuk ke dalam rumah. Kini Rania duduk di atas kasur Andre dengan tubuh yang terbalut selimut, dia benar-benar menggigil, entah karena diterpa dinginnya angin malam atau karena rasa takut yang merangkaki dirinya.

Andre memberikan Rania secangir air putih, lalu berkata, "Ceritalah, Ran. Ada apa?"

Rania menyambut air putih dari tangan Andre, dia diam sejenak sambil meneguk minumannya perlahan-lahan. Usai sedikit tenang, Rania baru membalas, "Sebelumnya maaf mendadak datang ke rumahmu seperti ini. Aku benar-benar merasa tidak aman berada di kontrakan. Jendelaku tiba-tiba terbuka dan aku yakin bahwa ada orang asing yang masuk."

"Apa itu pencuri? Aneh, bukankah biasanya pencuri menargetkan rumah-rumah besar?" ujar Andre yang kemudian membantah pernyataannya sendiri

"Entahlah, aku juga tidak tahu motifnya. Tapi, Dre, apa aku boleh menginap di rumahmu malam ini?" tanya Rania.

Mendengar hal itu, mana mungkin Andre bisa menolak. "Tentu saja, kau boleh tinggal selama yang kau butuh, Ran."

"Terima kasih ...." Rania tersenyum tipis sambil meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.

Tiba-tiba ponsel Andre berbunyi, sebuah pertanda bahwa ada notifikasi yang masuk. Andre membuka ponselnya dan mendapati notifikasi dari aplikasi Death Timer yang bertuliskan: Prediksi kematian Anda telah diperbarui. Andre tidak memedulikan notifikasi itu, dia malah langsung menutup ponselnya kembali.

Rania yang juga ikut membaca notifikasi tersebut lantas berkata, "Dre, buka aplikasi Death Timer sekarang."

"Ran, kau percaya dengan aplikasi konyol ini? Kau termakan ucapan Rangga atau bagaimana, sih?" Andre menjadi skeptis.

"Apa kau tidak sadar? Hal aneh mulai bermunculan sejak kita men-download Death Timer! Pokoknya begini saja, buka dulu aplikasi itu sekarang." Rania bersikeras.

Walau sungkan, pada akhirnya Andre membuka Death Timer, dia melihat prediksinya yang semula 00 tahun, 20 hari, 01 jam, 09 menit, dan 11 detik, mendadak angka itu berhitung mundur dengan cepat hingga menjadi 00 tahun, 00 hari, 00 jam, 09 menit, dan 59 detik.

Tok! Tok! Tok!

Keduanya tersentak kaget kala mendengar bunyi ketukan pintu yang benar-benar keras. Rania dan Andre memandang satu sama lain dengan tampang khawatir ketika suara ketukan di pintu itu semakin intens. Siapapun yang ada di luar sana, tampaknya dia benar-benar ingin masuk ke dalam.

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

18K 2.4K 26
"kenapa menunggu pelangi ? karna menurutku pelangi itu indah jika melihat pelangi itu bisa membuat ku bahagia walaupun hanya sementara" " Tunggu pel...
521K 30K 39
[WARNING⚠⚠ Ada banyak adegan kekerasan dan Kata² Kasar, mohon bijak dalam membaca] ••• Achasa seorang gadis cantik keturunan mafia rusia yang tidak s...
MONSTERS? Od rachel

Mystery / Thriller

5.5K 618 37
" Aku membutuhkan darahmu sayang, untuk hidup ku " - monsters. *** Di malam hari, banyak manusia yang menghilang karena muncul suara seruling yang t...
About Alena Od fanyww

Mystery / Thriller

385K 30.8K 75
[15+ / Death riddle; misterius; teka-teki; geng; mafia; kill; kekerasan; badas; sneaky brain; intelligence; action; trust] ^Dimohon Follow Sebelum Ba...