Love For Eleanor

By FatimahIdris3

1.1K 807 528

Kutulis kisah ini untuk banyak orang. Untuk mereka yang pernah terluka dan ragu untuk kembali membuka hatinya... More

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24.1
BAGIAN 24.2
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31

BAGIAN 4

78 66 53
By FatimahIdris3

Adakah yang kangen Author????
Rasanya sih kagak ada ya.... Heheheheh

Yaudah kangen El aja ya....

Selamat membaca semua...

🌺🌺🌺

            Sudah 10 menit yang lalu Diaz menunggu El di Shara restoran. Tempat dia membuat janji dengan EO yang ditunjuk Sharga, atasan sekaligus sahabatnya itu. Tapi tidak ada tanda-tanda kedatangan wanita itu.

         Kesal, lelah hingga bosan bercampur menjadi satu. Beberapa piring yang sudah kosong memenuhi meja.

"Huft... Benar-benar wanita itu" Diaz bermonolog sendiri.

         Seorang pelayan menghampirinya. Mengambil piring-piring bekas yang memenuhi meja tempat Diaz menunggu El.

"Ma'af tuan, saya rapikan mejanya" Kata Pelayan itu.

"Silahkan"

         El datang dengan nafas yang tidak beraturan. Tanpa rasa bersalah, El mengambil minuman yang ada diatas meja. Meminumnya hingga habis. Diaz melotot melihat hal itu. Bahkan pelayan yang sedang merapikan meja tadi juga ikut melongo.

"Terima kasih" Ucap El setelah meletakkan kembali gelas yang sudah kosong dimeja.

          Pelayan itu hanya mengangguk. Lalu melangkah meninggalkan Diaz dan El. Diaz bersidekap, menatap tajam kearah El. Mendapat tatapan dingin dari pria didepannya ini, tentu saja El takut.

"Hehehehe" El cengengesan salah tingkah.

"Ma'af saya terlambat, tadi ada sedikit masalah dijalan" El memberi alasan kenapa dia sampai terlambat datang.

          Namun Diaz sama sekali tidak mengubah mimik wajahnya. Aura dingin dan tidak bersahabat seolah membunuh El.

"Saya tau saya salah, tapi bisakah anda tidak memandang saya seperti itu, anda terlihat menakutkan" Kata El.

"Anda terlambat 10 menit dari waktu yang sudah ditentukan. Anda tau dalam 10 menit saya bisa mengerjakan hal lain yang lebih penting daripada menunggu anda"

"Iya saya mengerti, saya minta ma'af"

        El menundukkan kepalanya menyesal. Harusnya dia tidak datang terlambat jika tau akan diceramahi begini. Padahal dia semalam menginap ditempat Fai dan Ahra. Mereka juga yang membangunkannya pagi-pagi buta agar tidak terlambat.

         Sialnya, keberuntungan tidak berpihak padanya hari ini. Ban mobil Fai bocor ditengah jalan. Butuh setengah jam ketiganya menunggu montir memperbaikinya. Ahra sudah menyarankan El untuk naik taksi agar tidak terlambat. Tapi dengan bersikeras, El menolak. Memilih untuk menunggu hingga selesai.

           Sekarang El menyesali keputusannya itu. Pria didepannya ini terus menatapnya dingin. El seolah membeku mendapat tatapan seperti itu.

"Anda jangan menatap saya begitu, saya sudah meminta ma'af tadi" Kata El mulai kesal.

"Tidak semudah itu"

"Lalu saya harus apa, agar anda mema'afkan saya?"

"Tolong bayarkan makanan yang tadi saya pesan"

"Hah? Tapi..."

"Ya sudah jika anda tidak menyetujuinya, saya akan membatalkan kerja sama kita, saya akan mengatakan pada tuan Pradipta bahwa anda tidak profesional, bagaimana?" Tanya Diaz sedikit mengancam.

        Rasanya ingin sekali El memukul kepala pria ini. Seenaknya saja mengancamnya. Tapi El tidak punya pilihan lain. Perusahaan keluarga Pradipta sangat terkenal. Jika dia batal bekerja sama dengan mereka, tentu El kehilangan kesempatan untuk dikenal banyak orang.

"Baiklah" Kata El pasrah.

"Bagus, mari kita mulai membahas persiapan ulang tahun perusahaan"

           Diaz sudah tidak menunjukkan tatapan menakutkannya lagi. Tapi bukan berarti dia bersikap ramah, dia masih sama. Selalu serius dengan wajah tanpa senyum miliknya.

          Pertemuan mereka berjalan selama hampir 2 jam. El harus menjelaskan lebih terperinci mengenai segala hal yang berhubungan dengan acara ulang tahun perusahaan. Diaz ternyata orang yang rumit. Segala hal dia tanyakan. Membuat El menahan kesal dan amarah.

"Baiklah nona El, saya harus kembali kekantor, dipertemuan selanjutnya, saya harap anda tidak terlambat karna tuan Pradipta sendiri yang akan bertemu dengan anda, saya permisi" Diaz akan melangkah pergi. Namun berhenti sambil menoleh kearah El.

"Oya terima kasih sudah bersedia membayar makan siang saya"

        Setelah mengucapkan itu, Diaz benar-benar pergi. Lalu seorang pelayan menghampiri El. Memberikan bill yang harus dibayar El. Betapa terkejutnya El saat tau berapa total harga yang harus dibayarnya.

"Ma'af, apa tidak salah? Pria tadi makan sebanyak ini dalam waktu 10 menit?" Tanya El memastikan.

"Itu benar nona, bukan 10 menit tapi setengah jam dia menunggu anda" Jawab pelayan itu.

"Astaga, bisa bangkrut aku jika bertemu dengannya lagi" Gumam El bermonolog sendiri.

"Bagaimana nona?"

"Ya, aku bayar pakai ini saja ya" El menyerahkan kartu debit miliknya.

           Berkurang sudah tabungannya. Padahal uangnya tidak seberapa. Benar-benar hari yang sial. Sementara Diaz tersenyum puas sudah menjahili El.

          Sebagai orang kepercayaan CEO pemilik perusahaan Pradipta, dia tidak perlu repot-repot membayar makanan yang dimakannya di restoran bernama Shara itu. Diaz hanya ingin memberi sedikit pelajaran pada El agar lain kali bisa tepat waktu.

" Berikan kartunya, tidak perlu diambil uangnya" Perintah El pada pelayan tadi.

"Baik tuan"

          Pelayan tadi kembali ke meja yang ditempati El. Menyerahkan kartunya tanpa mengatakan apapun. Tanpa bertanya dan tanpa berlama-lama, El meninggalkan restoran itu.

🌺🌺🌺

           Aro hampir menumpahkan air minumnya saat Ahra datang tiba-tiba mengejutkannya.

"Heh Ahra, bisakah kau tidak muncul tiba-tiba dibelakangku begitu?" Tanya Aro sambil terus mengusap dadanya.

"Ma'af ya" Jawab Ahra dengan wajah tanpa dosanya.

         Ahra baru selesai mengajar. Seperti biasa, baik El maupun Ahra akan mampir kerestoran Fai. Mereka akan sama-sama pulang ke tempat kost setelah jam kerja direstoran selesai.

"El belum datang ya?" Tanya Ahra sambil berusaha mengambil telur puyuh yang diletakkan Aro di kulkas paling atas.

"Mungkin sebentar lagi" Jawab Aro yang terus memandangi Ahra.

"Aro, tolong ambilkan telur puyuhnya, aku minta satu saja, ku mohon"

         Ahra mengeluarkan jurus andalannya. Puppy eyes milik Ahra selalu berhasil membuat orang-orang sekitarnya luluh. Tapi sepertinya itu tidak berhasil pada Aro.

"Tidak lagi hari ini, kemarin kau sudah makan banyak, hari ini tidak akan kubiarkan kau memakannya lagi"

"Dasar pelit" Kata Ahra cemberut.

"Ya aku memang pelit", Kata Aro tidak peduli.

"Hai semua" Sapa El yang baru saja datang.

"Hai El, apa kau ingin makan sesuatu?" Tanya Aro ramah.

           Sikap Aro sangat berbeda jika bersama El. Dia akan sangat ramah, baik juga bersikap berlebihan.

"Heh, apa-apaan ini? Kenapa sikapmu sangat berbeda? Kalau aku datang tidak pernah kau tawari begitu, bahkan minta satu telur puyuhpun tidak boleh" Protes Ahra.

"Sudah diam" Kata Aro.

           Ahra cemberut mendapat teguran dari Aro. Sementara El jadi salah tingkah.

"Hehehe aku sudah makan tadi" Kata El menjawab pertanyaan Aro yang tadi.

"Baiklah, kalau ingin sesuatu katakan saja ya"

           El hanya menganggukkan kepalanya. Ahra keluar dari dapur.menuju ruangan milik Fai. Wajahnya masih cemberut. El menyusul dibelakangnya.

"Huh, Aro ada masalah apa denganku, dia selalu membedakanku dengan El" Gerutu Ahra sambil mendaratkan pantatnya disofa.

          Fai yang tengah fokus dengan pembukuannya, mendongak. Dia bingung melihat Ahra datang sambil menggerutu tidak jelas. Belum lagi wajah cemberutnya.

"Ada apa dengannya?" Tanya Fai saat El masuk kedalam ruangannya.

"Seperti biasa, Aro melarangnya memakan telur puyuh" Jawab El.

           Fai memutar matanya bosan. Tidak ada topik lain yang menjadi bahan berdebatan Aro dan Ahra selain telur puyuh.

"Sudahlah Ahra, kau bisa membelinya sendiri jika menginginkannya, bukankah pria yang ingin menikahimu itu orang kaya? Minta saja telur puyuh sebanyak yang kau ingin padanya" Kata Fai membuat El berusaha menahan tawanya.

            Ahra melotot pada El. Bukannya berhenti, tawa El lepas dan membuat ruangan itu dipenuhi tawa El. Jangan tanya seperti apa wajah kesal Ahra sekarang.

"Aku membayangkan, saat dia datang melamarmu dengan ribuan telur puyuh, hahahahahah" Kata El masih dengan tawanya.

"Ahra mungkin akan langsung menerimanya, hahahahah" Fai juga ikut meledeknya.

"Kalian itu, bukan masalah telur puyuhnya, aku hanya kesal karna Aro sangat ramah pada El sementara padaku seperti musuh saja"

"Ow...ow... Apa kau cemburu? Kau suka pada Aro?" Fai memicingkan matanya. Jari telunjuknya menekan-nekan pipi Ahra.

"Hah? Suka pada Aro? Mustahil, aku malah berpikir Aro menyukai El karna sikap ramahnya itu"

"Aku? Itu lebih tidak mungkin lagi, menurutku dia itu tipe pria yang baik pada setiap orang termasuk aku, jadi memang sifatnya begitu" El mencoba membela diri.

"Apanya yang memang sifatnya begitu, padaku dia tidak baik, dia melarangku untuk memakan telur puyuh"

         Fai dan El sama-sama memutar matanya.

"Itu karna kau sudah sering menghabiskan telur puyuhnya, itu kan untuk dijual, Ahra" Kata El gemas sendiri.

           Ahra hanya cengengesan.

🌺🌺🌺

        Tidak ada yang lebih membahagiakan selain rebahan dikasur. Itulah yang dilakukan ketiga wanita berbeda usia ini. Setelah sampai ditempat kost dan bergantian membersihkan diri, ketiganya langsung menempati posisinya masing-masing.

         Ahra sibuk dengan novel onlinenya, Fai dengan film horornya dan El senyam-senyum sendiri dengan ruang pesannya bersama Billy. Entah sejak kapan keduanya menjadi lebih sering berinteraksi lewat pesan.

         Awalnya tidak ada yang menyadari kelakuan aneh El. Tentu saja karna El memang sering bertingkah absurd. El sering tertawa padahal tidak ada yang lucu. Tertawa paling keras pada hal-hal yang menurut Fai dan Ahra biasa saja.

          Tapi lama kelamaan, Ahra yang berbaring disebelah kirinya sedikit terganggu karna El tertawa agak berlebihan.

"Ada apa denganmu, El? Kenapa dari tadi senyum-senyum sendiri?" Tanya Ahra penasaran.

"Eh... Hmm... Tidak ada, heheheh" El menampakkan cengiran khasnya.

           Ahra tidak lagi banyak bertanya. Ahra tidak suka mencampuri urusan orang lain. Kembali ketiganya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kali ini Fai yang bertanya, karna El lagi-lagi terlihat tidak seperti biasanya.

"Apa kau keracunan makanan? Kau terlihat aneh" Celetuk Fai.

"T... Tidak kok, aku biasa saja, tidak ada yang aneh" Kata El mengelak.

         Sama seperti Ahra, Fai juga tidak melanjutkan pertanyaannya. Dia kembali melanjutkan menonton film lewat ponselnya. Begitupun El, dia kembali melanjutkan obrolannya dengan Billy lewat pesan.

        Tidak lama, El beranjak dari kasur. Dia melangkah menuju kamar mandi. Dia ingin menuntaskan panggilan alam yang sudah tidak bisa ditahannya.

         Ahra dan Fai saling tatap.

"Dia sebenarnya kenapa?" Tanya Fai memulai pembicaraan.

"Entah, dia terlihat lebih gila dari biasanya" Jawab Ahra.

"Atau jangan-jangan..."

"Apa?"

"Dia itu..." Fai sengaja memotong perkataannya demi membuat Ahra penasaran.

"Kenapa?" Ahra mulai tidak sabar.

"Dia.... Dia.... Dia...."

"Iya kenapa? Ada apa dengannya?"

"Dia.... Aku tidak tau" Fai memasang muka datarnya, wajah tanpa dosanya.

"Yaaaaaaaaaah, aku fikir kau ingin mengatakan sesuatu yang penting"

          Ahra kesal karna sudah dibuat penasaran oleh Fai.

"Heheheheh ma'af"

"Mungkin dia jatuh cinta" Celetuk Ahra tanpa sadar.

       Wanita yang usianya paling muda itu merebahkan badannya. Tapi belum sempat tubuhnya mendapatkan posisi yang nyaman, Fai mengguncang tubuhnya sedikit lebih keras.

"Iya kau benar" Kata Fai heboh.

"Hah? Apanya yang benar?"

"El, mungkin benar dia sedang jatuh cinta"

        Ahra memutar matanya malas. Terkadang dia heran dengan kelakuan mereka bertiga. Mereka sama-sama absurd dan aneh. Tapi tidak berlaku saat mereka ada diluaran. Seolah ada dua dunia yang mereka tempati.

"Mana aku tau, itu hanya tebakanku saja"

"Kalau benar dia sedang jatuh cinta, kenapa tidak bercerita pada kita?"

        Ahra hanya mengangkat kedua bahunya tanda tidak tau. El kembali dari kamar mandi. Dia memperhatikan kedua sahabatnya itu bergantian.

"Kalian kenapa?" Tanya El penasaran.

"Entahlah, Ahra" Jawab Fai asal sambil melanjutkan menonton seolah tidak terjadi apapun.

          El menatap kearah Ahra, meminta penjelasan atas sikap keduanya. Ahra menghembuskan nafas. Selalu dia yang terpojokkan saat seperti ini.

"Tidak apa-apa, El" Jawab Ahra.

       El merebahkan tubuhnya diantara Ahra dan Fai. Ketiganya mulai sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Jika suatu hari kita mendapat pasangan masing-masing, apa kita akan tetap seperti ini? Menjadi sahabat dan melakukan banyak hal bersama-sama?" Tanya El tiba-tiba.

        El menatap langit-langit kamar yang hanya ada warna putih. Matanya seolah menerawang jauh kemasa depan. Ahra dan Fai yang mendengar hal itu menghentikan kegiatan mereka.

        Ahra dan Fai melakukan hal yang sama seperti El. Menatap kearah langit-langit kamar.

"Aku berharap walaupun kita sudah menemukan pasangan masing-masing, kita akan tetap seperti ini, bersama anak-anak kita bahkan hingga saat kita sudah menjadi seorang nenek" Kata Ahra.

"Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi dimasa depan, bahkan tidak tau apa yang akan terjadi besok. Terkadang pikiran itu selalu datang, tapi kita jalani saja seperti biasa. Jika memang kita ditakdirkan bersahabat selamanya, maka kita akan tetap seperti ini" Kata Fai bijak.

"Huft.... Terkadang ada pikiran egois yang tidak menginginkan kita berpisah. Apalagi setelah mendengar Ahra yang diminta seseorang untuk menikah dengannya. Seolah disadarkan bahwa ada waktu dimana kita memulai kehidupan baru bersama pasangan kita. Waktu kebersamaan kita akan berkurang, kita akan sibuk mengurus suami dan fokus menjalani peran sebagai seorang istri, Ahra dengan kehidupannya, begitu juga denganmu Fai, aku.... Belum tentu, aku takut jika kalian pergi, aku akan kesepian dan terpuruk sendirian" El mulai berkaca-kaca.

         Ahra memiringkan tubuhnya. Wanita itu paling lemah jika sudah mendengar seseorang mengatakan hal sedih. Dia juga ikut berkaca-kaca lalu memeluk El dari samping.

"Kau tidak akan pernah sendirian El, aku dan Fai selalu ada untukmu, kami tidak akan pernah meninggalkanmu" Air mata Ahra perlahan mengalir membasahi kedua pipinya. Wanita itu menangis.

"Suatu saat kau akan menemukan seorang pria yang tidak akan membiarkanmu kesepian lagi, dia akan selalu ada untukmu, El" Sambung Fai sambil menghadapkan tubuhnya pada El. Melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Ahra.

"Semoga kita selalu seperti ini ya, sampai kita sudah menjadi nenek dari cucu-cucu kita" Kata El penuh harap.

           Fai dan Ahra saling menganggukkan kepala. Mengamini perkataan El.

"Kenapa tiba-tiba jadi mellow begini?" Celetuk Fai tanpa melepaskan pelukannya pada El.

"Entahlah, aku tiba-tiba ingin membahas ini" Kata El.

"Heh Ahra, kau menangis?" Tanya Fai melihat kearah Ahra yang juga masih memeluk El.

"Huwaaaaaaaa aku tidak bisa menahan air mataku" Ahra berteriak meski tidak keras. Air matanya tidak berhenti mengalir. Inilah akibatnya jika memiliki hati yang terlalu lembut.

"Astaga Ahra, kau benar-benar menangis ya, hehehehe"

        El malah tertawa melihat sahabatnya itu menangis. Padahal dialah yang membuat wanita itu mengeluarkan air mata.

"Ahra... Ahra, hanya hal seperti ini saja kau menangis" Ledek Fai.

"Mana aku tau, air matanya keluar sendiri hiks... Hiks"

        Ahra masih menangis. Saat seperti inilah terkadang Ahra membenci sifatnya yang mudah terbawa suasana.

"Sudahlah, ayo tidur" Kata Fai mulai memejamkan matanya.

"Selamat malam" Kata El yang juga ikut memejamkan matanya.

"Bagaimana denganku?" Tanya Ahra yang masih berusaha menghentikan tangisnya.

"Tidur, Ahra" Tegur Fai.

          Perlahan, Ahra berhenti menangis dan menyusul kedua sahabatnya kealam mimpi. Terkadang obrolan-obrolan random memang terjadi diantara ketiganya. Meski mereka dekat antara satu dengan yang lain, pasti ada saat dimana rasa takut kehilangan itu datang.

          Mereka hanya terlalu nyaman dengan kebersamaan yang mereka jalani saat ini. Karna bukan hal mudah menemukan orang-orang yang memiliki pemikiran yang sama. Tidak mudah melakukan banyak hal dengan orang lain yang memiliki sifat dan kebiasaan yang berbeda.

           Mereka tiga wanita dengan sifat, kehidupan dan keunikan yang berbeda. Namun disatukan dengan pemikiran yang sama. Mereka contoh nyata bahwa dalam persahabatan tidak hanya bahagia tapi juga ada kesedihan, saling mengerti dan tentunya rasa persaudaraan yang kuat.

🌺🌺🌺

Ada yang punya sahabat kayak El nggak????? Pengen tau dong gimana persahabatan kalian.

Kalau Author sih tentu punya dong. Sahabat author tuh pada gila, konyol dan bobrok parah.

Yaelah malah curhat heheheheh.

Sampai ketemu lagi dibagian berikutnya ya....

Eiiiiiiiitzzz seperti biasa jangan lupa vote dan komentnya ya....

Salam hangat dari author♥♥♥



Continue Reading

You'll Also Like

8.6M 526K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
1.9M 46.9K 54
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
Bed Mate By Ainiileni

General Fiction

533K 18.1K 45
Andai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya...