Tortuous

由 ambivalent46

8.6K 791 85

"Kita cuma temen kok, Vi. Ga usah lah pake acara cemburu gitu." "Kita juga awalnya temen, Mir. Sampai akhirny... 更多

Arc 1 - Dunia Serasa Milik Berdua -
Arc 2 - Siapa Dia? -
Arc 4 - Egois-
Arc 5 - Satu Hari Sebelumnya -
Arc 6 - Hari Bersamanya -
Arc 7 - Masih -
Arc 8 - Harus Nikmati Momen Ini -
Arc 9 - Tak Cukup Tangguh -
Arc 10 - Sadis -
Arc 11 - Komitmen -

Arc 3 - Berlebihan(?) -

657 60 4
由 ambivalent46

Akhir-akhir ini Mira jadi lebih sibuk dari biasanya. Bukan hanya soal belajar, tapi juga di ekskulnya. Akhir bulan nanti Mira dan ekskulnya akan mengikuti lomba yang di selenggarakan oleh sekolah lain. Bisa dibilang, ini adalah lomba terakhir Mira, setelahnya ia hanya akan menjadi anggota biasa saja, bukan line up utama seperti dulu.

Chika ikut bergabung dengan ekskul modern dance pun ikut andil dalam perlombaan ini. Chika mungkin baru ikut beberapa kali latihan saja, namun bakat alami yang Chika miliki membuat pelatih ekskul tersebut terkagum. 

Waktu hampir menunjukkan pukul enam sore, hampir seluruh siswa sudah di pastikan pulang. Tapi tidak dengan Mira, Ara, dan Chika. Dalam lomba kali ini, Mira berpasangan dengan Ara. Hal ini bukan lah yang pertama, bahkan bisa dibilang sudah cukup sering mereka berpasangan seperti itu. Meskipun orang-orang menilai mereka sudah cukup bagus, namun tetap saja mereka selalu merasa kurang. Oleh karena itu keduanya memutuskan untuk menambah sesi latihan. Sementara Chika, dibanding berlatih ia lebih memilih untuk berlama-lama melihat si kakak kelas.

"Kapan lagi coba bisa liatin Ka Mira sebebas ini," batin Chika.

Tak lama, terdengar suara pintu ruangan terbuka. Mira dan Ara tak mendengar karena terlalu fokus dengan latihannya, sementara Chika langsung menoleh ke sumber suara. Muncul lah seorang gadis dengan rambut sebahu, menggunakan jersey basket berwarna ungu serta handuk putih yang melingkar di lehernya.

Gadis itu berjalan ke arah Chika, lalu tersenyum ketika mata keduanya bertatapan. Chika pun membalas senyumnya. Chika sendiri menilai gadis itu cukup manis.

"Vi bentar ya!" teriakan Mira membuat keduanya langsung menoleh ke arahnya.

"Iyaa!" balas Vivi tak kalah keras.

Lalu kembali berjalan dan kemudian duduk di lantai percis di sebelah Chika.

"Anak baru?" tanya Vivi pada Chika.

"Eh, murid pertukaran kak," jawab Chika yang direspon Vivi hanya dengan sebuah anggukan paham.

"Vivi," ucapnya sambil menyodorkan tangannya.

"Chika kak," balasnya sambil tersenyum.

"Anak baru?"

"Pertukaran pelajar, kak." Vivi pun hanya ber-o-ria.

Vivi adalah pribadi yang supel oleh karena itu Vivi bisa dengan mudah akrab dengan Chika yang baru dikenalnya. Vivi pun senang bisa mengobrol dengan Chika, pasalnya Chika selalu tertawa ketika mendengar jokes yang Vivi lemparkan. Sangat berbeda dengan Mira, Mira biasanya akan kesal mendengar jokes Vivi yang mirip dengan jokes bapak-bapak walau pada akhirnya ia akan tertawa juga.

Dari sudut lain, Mira melihat keakraban Vivi dan Chika dengan perasaan tak suka. Entah kenapa, hatinya merasa panas. Bukan, bukan karena cemburu pada Vivi. Tapi cemburunya itu lebih mengarah ke Chika. Ia iri kenapa Vivi bisa sedekat itu dengannya, padahal baru saja keduanya bertemu hari ini.

Vivi dan Chika yang sudah selesai tertawa itu kembali mengarahkan pandang pada Mira dan Ara yang masih berlatih. Ada satu gerakan dimana Ara memeluk Mira dengan erat dari belakang dan wajah Ara ditenggelamkan pada ceruk Mira. Pemandangan itu sukses membuat Vivi merasa risih.

"Itu gerakannya emang gitu ya?" tanya Vivi 

"Yang mana kak?"

"Itu yang meluk dari belakang tadi,"

"Oh, iya kak. Emang gitu pas dicontohin,"

Vivi hanya tersenyum terpaksa. Ia tahu bahwa Mira dan Ara memang sangat dekat. Bahkan Mira juga sering meng-upload kegiatannya bersama Ara di akun medsosnya. Biasanya Vivi tak masalah, hanya saja melihatnya secara langsung terasa agak berbeda. Di ruangan yang ber-AC ini hatinya menjadi panas.

"Ke kantin yuk, Chik," ajak Vivi pada Chika.

"Ngapain kak?"

"Beli minum, gerah gue. Sekalian beli buat mereka juga," ujar Vivi sambil bangun dari duduknya.

"Boleh deh, aku juga haus."

Tanpa pamit, kedunya pun pergi dari tempat semula menuju kantin. Mira dan Ara yang kelewat fokus pun tak sadar jika keduanya pergi.

Hingga beberapa menit kemudian,

"Dari mana?" tanya Mira pada Vivi yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.

"Beli minum sama Chika. Buat kamu," jawabnya sambil menyerahkan sebotol air mineral dingin pada Mira.

Mira pun langsung meminumnya, kebetulan ia lupa membawa botol minum hari ini.

"Langsung pulang?" tanya Vivi.

Mira mengangguk, "aku ganti baju dulu ya."

*

"Kamu udah kenalan sama Chika?" tanya Mira pada Vivi saat keduanya tengah berada di perjalanan menuju rumah Mira.

"Udah, pas nunggu kamu tadi."

"Oh."

"Kenapa?"

"Akrab banget kayaknya," sindir Mira.

Mendengar itu Vivi malah tertawa, "cie cemburu.."

"Idih.. Engga yaa, mana ada," denial Mira.

"Engga, tapi mukanya cemberut," goda Vivi.

"Ya sori, lagian asik banget sampe ketawa-ketawa gitu,"

"Dia tuh beda tau sama kamu," ucap Vivi menggantung, dan sukses membuat Mira menolehkan wajahnya pada Vivi.

"Dia tuh kalo denger jokes aku ketawa bukan ngomel kayak kamu,"

"Dih, wajar dong kalo aku ngomel, orang jokes kok ga masuk akal,"

"Mir.. Mir.. sejak kapan ada jokes  masuk akal sih, ga semuanya tuh harus pake logika kali. Lagian tujuan utamanya ada jokes kan emang buat bikin orang ketawa, bukan malah mikir."

"Iyaaa.. Iyaaa.. Sorry deh..." Mira pun mengalah karena omongan Vivi memang ada benarnya.

Akibat omongan Vivi barusan, Mira pun jadi sedikit berpikir tentang kepribadiannya. Ia berpikir mungkin salah satu alasan dirinya tak sesupel Vivi adalah karena Mira orangnya sedikit kaku.

*

Malam ini, Mira memutuskan untuk menginap di rumahnya Vivi, karena besok adalah weekend yang artinya mereka libur dan bebas dari segala kegiatan. Sebenarnya ini ide Vivi yang merasa jika beberapa hari kebelakang, mereka seperti kurang memiliki waktu untuk berdua, akibat dari kegiatan yang sedang banyak-banyaknya di awal semester ini.

Dan disinilah Mira sekarang, di kamar Vivi dengan warna biru yang mendominasi.

"Ara besok ngajakin aku ke rumahnya, boleh ya?" Tanya Mira memecah kehinangan sambil melirik Vivi yang lagi sibuk menonton film di laptopnya.

"Ngapain?"

Mira menegakkan tubuhnya yang sedari tadi bersandar pada kepala kasur. "Latihan buat lomba, kan perlu sering-sering latihan biar bisa nampilin yang terbaik." Jawabnya sambil menatap ke arah Vivi dengan pandangan memohon. 

"Ya, boleh ya," rajuk Mira.

Sedangkan Vivi menghela napas berat, setelah itu dia menatap Mira, berusaha untuk menekan 

emosinya.

"Kamu tau kan alasan aku kenapa ngajak kamu nginep di rumah aku?" Tanyanya dengan suara pelan yang dijawab anggukan oleh Mira. "Karena aku kangen kamu, kangen banget."

"Iya aku tau, aku juga kangen kamu."

Vivi tersenyum kemudian mengelus kepala Mira secara perlahan. 

"Akhir-akhir ini kamu terlalu sibuk, walaupun kita sering ketemu tiap pergi dan pulang sekolah tapi aku ngerasa kalo waktu kita buat ngobrol, main, dan ketawa bareng itu berkurang banget, karena kesibukan kamu," jelasnya yang membuat Mira terdiam.

"Besok aku mau ngajak kamu main, kemana aja yang kamu mau," lanjut Vivi.

Mira menggigit bibirnya, "tapi aku udah bilang iya ke Ara tadi," ucapnya pelan, "aku gak mungkin ngebatalin."

Vivi melepaskan usapannya pada kepala Mira dan menghela napasnya.

"Yaudah."

Ucap Vivi kemudian kembali memfokuskan diri pada film yang berputar di laptopnya. Sedangkan Mira langsung menatap kekasihnya itu, merasa bersalah. Tapi, dia juga tidak mungkin membatalkan janjinya begitu saja dengan Ara.

"Vi, kamu marah?" Tanya Mira yang dibalas gelengan oleh Vivi. "Kamu gak marah tapi ekspresi kamu kayak gitu trus gak ngeliat aku sama sekali."

Vivi masih diam terfokus pada film, menganggap ucapan Mira bagai angin lalu. "Vi, atuhlah. Jangan kayak anak kecil, berlebihan tau gak, gitu doang marah. Kan aku gak mungkin batalin janji sama Ara, nanti kalo anaknya marah gimana?"

Kali ini Vivi terkekeh miris mendengar ucapan Mira. "Jadi kamu lebih milih aku yang marah dan bilang aku kayak anak kecil daripada Ara yang marah? Iya?" tanya Vivi dengan suara yang ditekan.

Mira menggapai tangan Vivi yang sayangnya ditepis oleh gadis berambut pendek itu. "Gak gitu, Vi. Maksud aku gak kayak gitu, kamu jangan salah paham dong." Ucap Mira dengan nada panik.

"Kamu sadar gak sih kalo perlakuan kamu ke Ara itu jauh lebih baik dari perlakuan kamu ke aku? Kamu lebih prioritasin dia yang statusnya sahabat kamu daripada aku, pacar kamu sendiri." Ucap Vivi sambil menatap kekasihnya tajam.

"Udahlah urusin aja Ara, karena aku gak lebih penting daripada dia. Iya kan?" Lanjutnya dengan senyum miris.

"Kamu cemburu sama Ara? Vi, kamu gila? Bahkan dia udah punya Fiony, dia juga udah aku anggep kayak adek sendiri. Aku gak ngerasa lebih prioritasin dia daripada kamu. Aku pilih pergi sama dia karena udah janji kemaren, ngertiin aku please." Ucap Mira sambil menahan wajah kekasihnya itu agar tetap menatap ke arahnya.

Vivi terkekeh. "Aku kurang ngerti apa, Mir? Ini gak cuma kejadian sekali atau dua kali. Ini udah sering banget. Kamu yang lebih milih jalan dan ngabisin waktu bareng dia, skinship yang sering banget kalian lakuin, bahkan di depan aku." Ucapnya sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Trus sekarang kamu suruh aku buat gak cemburu?"

"Iya. Emang gak seharusnya kamu cemburu, dia cuma sahabat yang udah aku anggep kayak adek sendiri dan gak ada sikap aku yang berlebihan ke dia. Karena sebelum aku jadian sama kamu, aku udah lebih dulu deket sama dia, jadi jangan ngebuat seolah-olah posisi aku yang 

salah." Balas Mira dengan tatapan yang memincing.

"Dan jujur untuk kali ini emang reaksi kamu tuh berlebihan," lanjut Mira yang setelahnya dia membalikkan badan, tidur memunggungi Vivi.

Meninggalkan kekasihnya yang terdiam dan menghela napasnya berkali-kali untuk menahan emosinya yang ingin keluar. Karena dia takut, emosinya yang tak terkendali itu bisa melukai Mira. Dan dia tak ingin kehilangan Mira hanya karena tindakan bodohnya.

Karena itulah setelah mematikan laptop dan meletakkan benda persegi panjang itu ke atas meja belajar. Dia memandang ke arah Mira yang sepertinya sudah terlelap. Dengan perlahan dia mengecup kepala belakang gadisnya itu sambil berbisik pelan, "maafin aku yang terlalu takut 

kehilangan kamu, maafin aku karena terlalu cinta kamu, maafin aku, Mir."

Setelah itu Vivi memutuskan untuk mengikuti Mira ke dunia mimpi dengan arah tidur yang berbeda dengan gadis itu. Tanpa menyadari jika sebenarnya Mira belum benar-benar terlelap.

Malam ini untuk pertama kalinya selama mereka berpacaran, Vivi dan Mira tidur saling memunggungi satu sama lain. Tak ada pelukan hangat ataupun ucapan sebelum tidur, semua terasa sangat berbeda.

===

ambivalent46 x rentsaa

继续阅读

You'll Also Like

1.2M 49.5K 54
Being a single dad is difficult. Being a Formula 1 driver is also tricky. Charles Leclerc is living both situations and it's hard, especially since h...
526K 18.9K 94
The story is about the little girl who has 7 older brothers, honestly, 7 overprotective brothers!! It's a series by the way!!! 😂💜 my first fanfic...
796K 48.5K 113
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
213K 8.9K 24
Where Lewis Hamilton goes to a cafe after a hard year and is intrigued when the owner doesn't recognise him. "Who's Hamilton?" Luca says from the ba...