Park Jaehyung : Not Mine? (Ja...

By asyhwi13

12.9K 1.7K 70

Bagaimana jika pernikahan yang diimpikan selama ini malah berakhir kacau dan tak memiliki arah akan kemana ru... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38 (END)
Bonus Chapter

Chapter 4

336 58 1
By asyhwi13

Happy reading gais...


***


Divanka melangkahkan tungkainya menyusuri koridor kampus dengan cepat, beberapa mata menatap kagum kearahnya yang menampilkan visual luar biasa seperti biasanya. Siapa yang tak kenal dengan sosok Divanka Yoon? Si primadona kampus yang dingin, meskipun Divanka memang terkenal cantik tapi ada saja segelintir orang yang tidak suka dengannya dan selalu menebar kebencian. Namun, Divanka tidak perduli, ia bahkan tak memperdulikan orang yang selalu memujinya.

Ia hidup bukan untuk mendapatkan pujian tapi untuk menjalankannya sesuka hati, itu prinsipnya. Salah satu hal yang membuat sebagian orang membencinya adalah karena mulut Divanka yang benar-benar tajam ketika mengucapkan sesuatu, ia melontarkan sebuah kata sesuai dengan fakta sehingga tak memperdulikan apa orang yang menerima ucapan tersebut sakit hati atau tidak.

Ia berusaha untuk hidup bebas, mengatakan tidak jika memang tidak dan iya jika memang iya. Divanka ingin lepas dari kebiasaan berdusta, karena ia pernah berada diposisi menjadi orang baik tapi kebaikannya dimanfaatkan begitu saja. Tapi, bukan pula ia menjadi jahat saat ini, hanya saja ia menjadi lebih tegas dibanding sebelumnya.


“Vanka!” Sang pemilik nama langsung berbalik begitu saja ketika mendengar namanya dipanggil dengan lantang oleh seorang perempuan, yang tak lain dan tak bukan adalah temannya sendiri, yaitu Jane.


Perempuan yang memiliki tinggi 176 CM itu satu-satunya teman terdekat Divanka selama terjun didunia perkuliahan, selebihnya? Hanya sekedar menyapa dan berbincang seadanya, tapi jika Jane beda, ya, bisa dikatakan sahabat tapi Divanka belum sepenuhnya terbuka dengan Jane layaknya persahabatan orang-orang pada umumnya.


“Kenapa, Jane?” tanya Divanka.

“Baru datang, ya?” balas Jane.

“Iya.” ucap Divanka.


Senyum lebar Jane terpampang dengan nyata di kedua mata Divanka, dan gadis itu langsung bergelanyut manja ke lengan Divanka disertai cengengesannya. Jika sudah seperti ini, Divanka benar-benar hanya bisa pasrah dengan Jane.


“Tumben lo datang cepat, kesambet apa?” ejek Jane.


Divanka memutar malas kedua bola matanya dan memberikan Jane tatapan sinisnya, “Suami tercinta lagi keluar kota, ya udah gue berangkat cepat karena dia harus ke bandara sebelum jam delapan.” jelas Divanka.

Spontan Jane memberhentikan langkahnya dan berdiri dihadapan Divanka menghalangi jalan si perempuan dingin ini, sedangkan Divanka yang tak tahu apa-apa hanya memberikan tatapan sinisnya sembari melipat kedua tangannya didepan dada.


“Serius suami lo keluar kota?!” tanya Jane dengan heboh tanpa memperdulikan keadaan sekitar, sangat terpaksa Divanka menyumpal mulut gadis didepannya ini menggunakan tissue yang sedaritadi ia genggam.

“Kalau ngomong tuh pelan-pelan, gue enggak suka kalau ada yang tahu tentang dia disini!” gerutu Divanka.

Mulut Jane yang dihiasi gumpalan tissue langsung ia keluarkan dengan cepat sembari menatap Divanka muak, “Enggak usah masukin mulut gue tissue juga kali!” geram Jane.


Divanka menggeleng-gelengkan kepalanya dan melanjutkan jalannya yang sempat tertunda, meninggalkan Jane seorang diri yang masih sibuk dengan beberapa tissue di mulutnya. Begitu kegiatannya selesai, dia langsung mengejar Divanka yang jaraknya sudah lumayan jauh dari jangkauannya.


“Kapan-kapan lo kenalin gue dong sama laki lo, meskipun lo benci sama dia, gue wajar tahu kali yang mana hak paten lo.” ucap Jane.


Bukannya Divanka tidak ingin memperkenalkan Jae pada Jane, hanya saja Divanka sangat amat malas membawa Jae ketika ia dan Jane berkumpul bersama. Ya, tahu sendiri-lah Jae orangnya bagaimana, banyak tanya dan ingin tahu segala hal tentang Divanka layaknya interogasi wali siswa di sekolah.


“Iya, nanti.” balas Divanka.

“Gitu aja terus jawaban lo setan.” umpat Jane.

“Ya, terus lo mau sekarang? Dia keluar kota.” ucap Divanka.


Jane menelan salivanya dengan kasar lalu menampilkan cengengesan dihadapan Divanka, berharap jika emosi Divanka mereda tapi sepertinya sulit, ia sudah sangat hafal dengan segala sifat dan tingkah Divanka. Jika gadis itu emosi, tidak mudah reda begitu saja yang bermodalkan ice cream atau minuman dingin.


TING


Langkah Divanka spontan terhenti dan merogoh saku celana jeansnya untuk mengambil ponsel yang dirasanya bergetar dan berdenting, begitu ia menemukan benda persegi mewah tersebut, ia langsung membuka isi pesan yang ternyata dari sang suami, Jae Park.


Jae
Aku berangkat, jaga diri baik-baik yah?


“Siapa?” tanya Jane sembari berusaha mengintip isi pesan yang masuk di ponsel Divanka.


Dan Divanka bukannya membalas pesan dari Jae, ia malah mengantonginya kembali dan berjalan cepat menuju kelas tanpa memperdulikan teriakan Jane yang terus memanggil namanya agar menunggunya.


---


Setelah perjalanan selama dua jam diatas pesawat, akhirnya Jae dan tim tiba dengan selamat ditujuan. Begitu ia mendapatkan kasur hotel, ia langsung menjatuhkan tubuhnya dan mengeluarkan laptop dari dalam tas untuk mengaturnya ke bagan game kesukaannya. Salah satu contoh gamers akut, bukannya membersihkan tubuh atau makan siang tapi dia malah memilih merakit laptopnya kembali demi bermain game bersama teman-temannya.


KLIK


Jae spontan mendongakkan kepalanya saat mendengar pintu kamarnya dibuka yang pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Sungjin, sang Sekretaris yang wajib terus bersamanya jika ada urusan pekerjaan diluar kota.


“Oalah kampret! Bukannya ganti baju malah urus laptop, gue banting juga lama-lama itu laptop, Jae!” gerutu Sungjin.

“Berisik lo!” balas Jae.


Sungjin mendecak sebal lalu membuka kopernya sendiri untuk mengambil baju ganti dan beberapa perlengkapan mandi pribadinya, Sungjin adalah termasuk orang yang pembersih. Ia sama sekali merasa tidak nyaman jika tubuhnya berkeringat atau terkena debu sedikitpun, sehingga Jae menjulukinya vacuum cleaner berjalan.


“Udah kabarin Divanka belum kalau lo udah sampai?” tanya Sungjin.

“Bentar.” jawab Jae.

“Sekarang, Jae, takutnya dia khawatir sama lo,” ucap Sungjin.

Jae tertawa puas mendengar ucapan Sungjin barusan, sehingga membuat Sungjin heran dibuatnya. “Lo kenapa ngakak gitu?” tanya Sungjin.

“Lo sih kalau ngomong lucu banget.” ujar Jae.

“Padahal gue enggak ngelawak, sekalinya ngelawak malah enggak ketawa.” gerutu Sungjin.


Begitu urusan laptop untuk bermain gamenya selesai, Jae berdiri dari duduknya dan menghampiri Sungjin yang sibuk memilah pakaiannya sendiri. Ia mendudukkan dirinya sendiri diatas lantai dingin kamar hotel yang tak beralaskan apapun, ketika tingkah Jae sudah seperti ini, Sungjin bisa pastikan jika Jae akan menggibah.


“Jin, lo masih ingat enggak sama Naura?” tanya Jae.


Pergerakan tangan Sungjin otomatis berhenti dan mendongakkan wajahnya agar dapat menatap Jae yang ada dihadapannya saat ini, ia mengernyitkan dahinya dan berusaha mengingat nama Naura yang baru saja disebut oleh Jae.


“Naura yang pernah lo kenalin sama gue maksud lo? Si cewek anak yatim piatu itu?” tanya Sungjin, dan dibalas sebuah anggukan oleh Jae.


Dengan cepat Jae memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman berbincang, ini adalah topik sensitive. Naura adalah salah satu teman Jae sewaktu jaman sekolah menengah pertama dan mereka dekat dikarenakan Naura tidak dapat bergaul dengan siapapun akibat statusnya yang berasal dari salah satu panti asuhan, dan hanya Jae yang benar-benar ingin berteman dengannya hingga saat ini.

Setelah lost contact selama tiga tahun, akhirnya Jae dan Naura dapat bertemu lagi. Itu membuat Jae benar-benar lega karena Naura baik-baik saja selama ini, mereka pun bertukar nomor ponsel masing-masing dan saling menghubungi sebelum Jae menikah dengan Divanka.


“Kenapa sama dia?” tanya Sungjin.

“She’s coming again, what do you think?” balas Jae malah bertanya balik.

Sungjin menepuk bahu Jae lalu berucap, “Enggak bisa bahasa Inggris.”


Otomatis Jae menjatuhkan tubuhnya diatas lantai karena merasa takjub dengan sahabatnya ini, disaat suasana sudah mulai serius dia malah melawak dengan mengatakan tak paham bahasa Inggris. Salah Jae sendiri, sudah tahu jika Sungjin tidak paham bahasa Inggris tapi ia malah terus-terusan memberikan Sungjin bahasa asing.


“Dia datang lagi, gue pernah ketemu sama dia dan tukaran nomor hp.” jelas Jae.

“Terus?” tanya Sungjin.

“Dia nge-chat gue akhir-akhir ini dan sering nitip makanan ke receptionist,” ucap Jae.

“Tanpa sepengetahuan Divanka?” tanya Sungjin, lalu dijawab sebuah anggukan oleh Jae.

“Salah lo. Enggak boleh gitu, walaupun Divanka tingkahnya kek dakjal tapi lo harus hargain dia sebagai istri lo, Jae.” jelas Sungjin.

“I know, tapi gue harus gimana kalau Naura sendiri yang datang sama gue?” tanya Jae.

“Ya, lo kasih tahu dia dong kalau lo udah nikah, gimana sih lo?!” gerutu Sungjin.


Jae langsung bangkit dari posisi tidurnya dan mengigit bibir bawahnya, ia sama sekali tidak terpikirkan untuk memberitahu Naura tentang statusnya. Dan mungkin inilah saatnya ia harus memberitahu semuanya, daripada Divanka mengamuk lagi padanya.


“Gue harus ngomong gimana sama dia?” tanya Jae.

“Bilang kalau lo udah nikah, basa-basi gitu. Kok lo bego sih?!” ejek Sungjin.


Jae mendengus kesal dan berdiri dari duduknya, hendak ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang mungkin ada banyak debu menempel disana. Kulit wajah Jae benar-benar lembut dan juga bersih, sampai-sampai terkadang Divanka iri dengan jenis kulit sosok Jae Park.


“Kasih tahu dia cepat-cepat, Jae. Bukan apanya, ya, gue takut aja gitu kalau dia simpan perasaan buat lo dan berharap gitu. Enggak ada pertemanan antar cewek dan cowok bisa terjalin, lo ingat ‘kan?” jelas Sungjin.

Langkah Jae yang hendak memasuki kamar mandi spontan terhenti dan tersenyum kecil, “Iya, gue ingat kok.” ucap Jae.


Sungjin menghembuskan nafasnya dengan kasar begitu Jae benar-benar menghilang dari hadapannya, resiko punya sahabat yang selalu dipenuhi oleh masalah. Terkadang Sungjin kasihan dengan posisi Jae yang tak ada kebahagiaan sama sekali, menjadi kaya memang menyenangkan tapi terkadang kesehatan mental yang menjadi taruhannya.


“Jadi malas nikah gue kalau kek gini ceritanya.” gumam Sungjin.


***


Bersambung...

Gaje? Maafkan diriku gais, gak ada ide huhu..

Maaf jika ada salah kata atau cerita tydak menarik

Jadilah pembaca yang menghargai penulis dengan cara Vote+Komentarnya ditunggu

Terima kasih dan sampai jumpa 🙏❤️❤️


Continue Reading

You'll Also Like

78.5K 7.7K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
REVENGE By naisss

Teen Fiction

523 75 9
Dia bukanlah manusia sempurna, Dia juga bukanlah manusia hina, Dia hanyalah manusia biasa yang ingin mengeluarkan semua emosi yang sudah membuat bati...
1.7M 204K 41
[Sudah terbit dan bisa didapatkan di Gramedia dan toko buku terdekat atau WA ke nomor : 0857 9702 3488] Syanala Arin Saat pertama masuk kelas sepulu...
457K 4.8K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...