Haikyuu Romance

Από WiMeGiMe2797

70.7K 5.8K 285

Bagaimana kalau cast Haikyuu jatuh cinta? Περισσότερα

Sawamura Daichi
Sugawara Koushi
Azumane Asahi
Ennoshita Chikara
Tanaka Ryunosuke
Tsukishima Kei
Nishinoya Yu
Kageyama Tobio
Hinata Shouyou
Kuroo Tetsuro
Iwaizumi Hajime
Oikawa Tooru
Haiba Lev
Bokuto Koutaro
Bokuto Koutaro Part 2
Futakuchi Kenji
Morisuke Yaku
Yamaguchi Tadashi
Sakusa Kiyoomi
Kozume Kenma
Miya Osamu
Miya Atsumu
Miya Bersaudara
Ushijima Wakatoshi

Akaashi Keiji

2K 246 27
Από WiMeGiMe2797

       Cuaca hari ini benar-benar berbeda dari perkiraan cuaca tadi malam. Semalam aku tidur dengan tenang karena tahu kalau hari ini langit akan cerah, tapi sekarang langit begitu gelap. Aku sampai harus menutup jendela kelas agar angin tidak berhembus ke dalam kelas dan membuatku menggigil.

       Aku duduk di kursiku setelah menutup semua jendela. Aku ingin sekali pulang sebelum langit mendung itu menumpahkan semua isinya. Sayangnya, kami dilarang melewatkan bimbingan wali kelas. Jadi, walaupun wali kelas kami jarang memberikan bimbingan yang berguna, selain informasi masuk perguruan tinggi, kami tidak pernah melewatkan waktu bimbingan. Sudah peraturan, dan itu menyebalkan.

        Sekarang saja, sudah lewat 10 menit dari seharusnya bimbingan dimulai, namun wali kelas kami, Tono-sensei masih belum datang. Aku merebahkan kepalaku di atas kedua tanganku di meja dan melihat ke bangku Akaashi yang duduk disampingku.

        “Mengantuk?” tanya Akaashi.

        Aku menggelengkan kepalaku pelan. Bagaimana aku bisa mengantuk, disaat aku mengkhawatirkan nasibku yang harus pulang di tengah hujan.

        “Kau sendiri?” tanyaku.

        “Tidak juga.”

        Setelah itu, yang kami lakukan hanyalah saling memandang. Sejak pertama kali kami duduk bersebelahan, aku tidak pernah bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Akaashi, ketika dia sedang diam seperti sekarang. Tapi yah, memangnya apa yang akan dia pikirkan ketika melihatku dengan poker face-nya itu. Sedngkan aku  sibuk memikirkan Akaashi, seperti sekarang.

       Akaashi adalah pusat kelas ini. Aku saja terkejut ketika dia mendapat nilai matematika tertinggi di kelas. Berbeda sekali denganku yang hanya memiliki nilai rata-rata.

       Pintar, tinggi, atletis, mengingat dia adalah setter klub bola voli putra sekolah, dan yang lebih penting adalah walaupun dia selalu memasang poker face-nya, dia adalah pria yang tampan. Sangat tampan, sampai aku tidak bisa lagi mengungkapkan ketampanannya dengan kata-kata.

       Aku tersenyum sendiri, merasa geli dengan pikiranku. Seharusnya aku tidak boleh terlalu sering mengagumi Akaashi, karena aku sudah bertekad untuk berumur panjang. Kalau aku begini terus, kesehatan jantungku akan terganggu.

       Aku bangun lalu merenggangkan tanganku dan terkejut ketika kelas sudah kosong. Yang tersisa di ruangan hanyalah aku dan Akaashi. Mustahil, aku melamunkan Akaashi sampai tidak sadar kalau kelas sudah berakhir.

       “Mau pulang tidak?”

       Aku menoleh ke arah Akaashi. Masih dengan wajah terkejutku, aku mengangguk dan mengikutinya ke luar kelas.

       “Ne, Akaashi. Apa kau sadar kalau kelas sudah berakhir? Aku merasa kalau aku tadi melamun sebentar, tapi ketika aku meregangkan tang—“

       Aku berhenti bicara ketika suara petir terdengar dan hujan mulai turun. Hari ini aku memang tidak beruntung, ralat, kalau dikurangi dengan waktu yang kudapatkan untuk mengagumi Akaashi, aku masih bisa dibilang sedikit beruntung.

       Argh, sekarang yang menjadi masalah bukan beruntung atau tidak beruntung. Masalahnya adalah aku tidak bawa payung. Bahkan jika membawanya pun aku akan demam begitu sampai di rumah. Kalau saat aku membawa payung saja aku bisa sakit, bagaimana jika aku tidak bawa payung dan nekat untuk pulang.

       Apa aku menginap saja di sekolah ya? Ide bagus. Aku jadi tidak perlu takut terlambat berangkat sekolah. Tapi tunggu, bukankah hari ini hari Jum’at. Kalau begitu besok sekolah libur, kalau aku menginap di sekolah, aku tidak bisa melihat drama favoritku yang hanya tayang di akhir pekan.

       Tiiiiiiddddaaaaaakkkk.

       Aku tidak bisa melewatkan dramanya Furukawa Yuki-sama. Selama 1 tahun ini aku selalu menjadi penggemar yang baik dengan menonton drama Furukawa Yuki-sama, bagaimana kalau dia datang di mimpiku dan menuntutku karena tidak menonton dramanya?

       “Oi, dari tadi aku memanggilmu?”

       “A-Akaashi.”

       “Kenapa kau tidak mengeluarkan payungmu?”

      “Aku tidak bawa.”

       Aku menghela nafasku beberapa kali untuk menenangkan diri dan pikiranku yang terasa akan meledak. Hujan seperti ini, sepertinya butuh waktu lama untuk reda. Aku tidak punya pilihan lain, selain menunggu hujan reda di sekolah. Mungkin aku bisa berkeliaran di ruang ekskul untuk menghilangkan bosan, nanti.

        “Mau mampir ke rumahku? Tidak jauh. Kau bisa menunggu hujannya reda disana.”

       “Rumahmu? Apa kau baru saja memintaku untuk berkunjung ke rumahmu?”

        Akaashi mengangguk, sedangkan aku merasa bagian diriku yang mengagumi Akaashi mulai meraung-raung, memintaku untuk mengatakan betapa besar kekagumanku padanya.

         “Tentu. Dengan senang hati.”

        Aku bahkan sangat bersemangat hanya dengan membayangkan isi rumah yang ditinggali oleh Akaashi. Aku merasa ada sesuatu yang menempel di tubuhku.

“Untuk jaga-jaga kalau nanti kau kena air hujan. Payungku tidak terlalu besar. Tahanlah, kalau tidak nyaman.” Ucap Akaashi memakaikan jaketnya padaku.

       Setelah mengatakannya, dia menarikku keluar gedung sekolah. Lengan Akaashi yang menahanku agar tetap dekat dengannya membuatku nyaman. Ditambah lagi wajah Akaashi dari dekat terlihat luar biasa. Sungguh pengalaman yang berharga.

       Setelah berjalan sekitar 10 menit, kami sampai di rumah Akaashi. Jantungku mulai berdebar cepat ketika Akaashi membuka pintu rumahnya. Dia mempersilakan aku masuk, lalu pergi untuk mengambil handuk kering.

       Ketika aku masuk, entah ini ilusiku atau kenyataan, tapi aku bisa mencium aroma khas Akaashi. Aroma yang mendampingiku saat diperjalanan dari sekolah hingga kemari tadi. Jantungku berdebar semakin kencang, dan bersamaan dengan itu Akaashi sudah ada di depanku.

        “Kenapa hanya berdiri disitu?” Akaashi membiarkan handuknya berada di atas kepalanya, lalu dia membuka handuk lain yang dia bawa dan meletakkannya di kepalaku.

       “Pundakmu sedikit basah. Aku akan mencari sesuatu yang bisa kau pakai.”

       Aku tidak mengatakan apapun. Perhatian yang begitu tiba-tiba ini membuatku terkejut, dan senang secara bersamaan. Kalau saja aku tidak bisa menahan diri, aku pasti sudah pingsan sejak Akaashi berdiri begitu dekat denganku.

       “Ganti seragammu dengan ini. Kau bisa memakai pengeringku yang ada di kamar mandi.”

       Aku membawa baju yang diberikan Akaashi dan masuk ke dalam kamar mandi sebelum Akaashi sadar kalau wajahku merona. Entah apa yang Akaashi lakukan kalau tahu aku mengaguminya, yang jelas untuk saat ini aku tidak ingin dia tahu.

        Aku keluar setelah mengganti baju seragamku, dan mengeringkan seragamku di pengering. Rasanya aneh menggunakan kamar mandi orang lain, ah benar juga ini kan rumah Akaashi, bagaimana mungkin dia jadi orang lain untukku. Yah walaupun ini hanya perasaaan sepihak.

       “Kau sudah selesai?”

         Aku melihat Akaashi duduk di ruang tengah. Di depannya ada dua cangkir minuman yang masih mengeluarkan asap, sepertinya dia membuat coklat panas ketika aku di kamar mandi. Akaashi memberikan ruang agar aku bisa duduk di sampingnya.

          “Sepi sekali. Apa kau tinggal sendiri?”

         “Begitulah. Apa sekarang kau merasa lebih baik?”

       “Semuanya karena kamu. Payung, baju dan coklat panas. Terimakasih Akaashi.”

       Aku memegang cangkir dengan kedua tanganku. Panas di cangkir menjalar ke tanganku dan ketika kuminum membuat tubuhku menghangat. Sampai kemarin aku masih mengganggap kalau Akaashi adalah orang yang sulit di dekati, tapi hari ini aku malah meminum coklat panas berdua di rumahnya.

       “Apa yang sedang kamu pikirkan?”

         Aku tersadar ketika Akaashi menggenggam tanganku dengan erat. Tunggu, kenapa Akaashi menggenggam tanganku dengan erat?

         “Kamu melamun, jadi aku mengambil gelasmu.” Ucap Akaashi seolah membaca pikiranku.

          “A-Akaashi,”

         “Kenapa? Apa aku menggenggam tanganmu terlalu erat? Apakah sakit?”

        “Tidak, tapi kenapa?”

       “Kamu dingin.” Akaashi menarikku mendekat padanya dan memelukku.

       Aku tidak bisa menjaga detak jantungku untuk normal ketika dipeluk seperti ini oleh Akaashi, tapi syukurlah aku masih bisa berpikir dengan baik.

       “Akaashi, sepertinya sofamu membesar ya?”

       “Tidak. Ini karena aku berbaring dan memelukku seperti ini. Apa kamu tidak nyaman? Mau berbaring di kamarku?”

        Aku tahu Akaashi bertanya karena takut aku tidak nyaman berbaring di sofa dengan dipeluk olehnya. Aku tahu, aku tahu, tapi rasanya berlebihan kalau sampai aku harus masuk ke dalam kamarnya kemudian berbaring sambil dipeluk seperti ini kan??

       “Bukan begitu. Tapi Akaashi, apa kamu tahu kalau aku ini perempuan?”

        Akaashi mengangguk, tapi dia tidak melepaskanku. “Kalau begitu, apa kamu tidak merasa aneh memelukku seperti ini?”

        “Tentu saja tidak. Apa kau merasa aneh dipeluk seperti ini?”

        Daripada aneh, aku merasa sangat nyaman. Aku merasa lebih hangat dalam pelukan Akaashi. Tapi siapapun pasti akan salah paham kalau melihat kami berdua dalam posisi seperti ini?

        Aku teringat kalau Akaashi tinggal sendiri. Berarti hanya ada kami di rumah ini dan aku tidak perlu khawatir jika kami dilihat orang lain. Tidak, tunggu, bukankah masalahnya sekarang kami hanya berdua saja, bagaimana kalau Akaashi berpikir kalau aku perempuan yang aneh?

       “Ne, di saat seperti ini bukankah seharusnya kau mengaku kalau kau suka padaku?” tanya Akaashi.

       Aku merinding. Kali ini benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Aku ketahuan menyukai Akaashi, dan lagi aku tidak dalam posisi yang menguntungkan untuk kabur ataupun mengelak.

       “Apa kelihatan sekali?” tanyaku, menyerah. Akaashi mengangguk, kemudian memelukku lebih erat.

       “Jadi, bagaimana?”

       “Apanya?”

       “Kau kan sudah tahu perasaanku, jadi bagaimana denganmu?”

        “Padahal aku sudah memelukmu seperti ini. Tapi kamu masih bertanya?” Akaashi membuatku mendongak untuk melihatnya, “Apa kamu ingin aku melakukan hal lain untuk meyakinkanmu?”

       Aku sangat yakin sekarang wajahku memerah. Dasar, bagaimana bisa dia mengatakan itu padaku. Tidak peka sekali.

       “Paling tidak, tolong katakan sesuatu!”

       “Aku menyukaimu.” Ucap Akaashi, tanpa mengalihkan pandangannya dariku.

       Aku tersenyum kemudian melingkarkan tanganku di lehernya. Aku senang sekali. Tapi aku tidak boleh lengah. Dalam posisi seperti ini, semuanya dapat terjadi, jadi aku harus berusaha tenang meskipun aku sangat senang.

       Aku melihat Akaashi dan mengagumi wajahnya, untuk beberaa saat aku merasa seperti bermimpi. Namun ketika Akaashi menciumku aku sadar kalau semuanya adalah kenyataan.

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

897K 54.4K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
622K 29.8K 37
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
60.2K 507 10
MINOR DNI!! BOYPUSSY, LOCAL PORN TOLONG YA JANGAN SALAH LAPAK, DISINI TEMPAT KAPAL NCT
81.2K 8.3K 39
Sebuah rahasia yang tidak akan pernah meninggalkanmu...