Cephalotus

By rahmatgenaldi

120K 11.5K 6.6K

❝ Sekalipun tentangmu adalah luka, aku tetap tak ingin lupa. ❞ --- Atilla Solana, Sang Cephalotus. Cewek ta... More

Prologue
1. Atilla
2. Derrel
3. Destiny?
4. Forgiveness
5. Let's Break The Rules (1)
6. Let's Break The Rules (2)
7. Danger?
8. A Bet
9. Broken
10. Heal
BACA!
11. How To Play
12. Problem
13. Atilla Vs Butterflies
14. Revenge
15. Epic Comeback?
16. Meaningless Kiss
17. Consequence
18. Fake Confession?
19. Jealousy
20. To Be Honest...
21. Coercion
22. Accepted
23. Fail Date
24. Closer
25. The Camp
( VISUAL )
26. Another Catastrophe
27. Resistance
28. Come Out From Hiding
29. Lovely Little Girl
30. Prestige
31. Fall Down
32. Pathetic Dad
33. Worst Prom Night Ever
34. Cheer Up
35. Darker Than Sin
36. Pretty Savage
37. Dignity
38. Cracked
39. Run Away
40. Not Bonnie & Clyde
41. Her Name Is Andrea
42. Neverland
43. A Passionate Night
45. Mr. Rabbit & Mrs. Hedgehog
46. Forced To Go Home
47. Destruction
48. Drive Him Away
49. Welcomed
50. Miserable Days
51. Secret Admirer
52. The End
Epilogue
EXTRA CHAPTER - 1
GIVEAWAY !!!
Extra Chapter: Unexpected Hero
PRE - ORDER !!!
SURPRISE !

44. Anxiety

731 103 227
By rahmatgenaldi

Aku tau kalo kalian cukup cerdas buat tau bagaimana cara mengapresiasi karyaku, jadi selamat membaca, yaa❤️

———

Patah dan rekahnya hati tergantung bagaimana cara kita menjaganya, dan di mana kita menempatkannya.
—Derrellio Rellio

• ••

Cewek itu mematung di tempat. Pertanyaan dari Dion berhasil membabat habis kesadarannya. Bodohnya, Atilla lupa bahwa sebelumnya ia telah menjejalkan sebuah testpack di keranjang belanjaan yang kini berada di tangan cowok itu. Bisa-bisanya dirinya membiarkan Dion membayar—dan menemukan testpacknya?!

"WOY! Ditanya malah bengong!" seru Dion membuyarkan lamunan mantannya.

Atilla memejamkan mata, lalu membatin, "Mati, gue. Bego, bego, bego! Kok lo nggak amanin itu barang dulu, sih, Atilla?!"

Dion masih berdiri menatap Atilla, sedangkan yang ditatap malah membalas dengan tatapan takut bercampur bingung. "Itu... anu."

"Anu apa?" desak Dion.

Seketika Atilla lupa caranya bicara. "Anu.. ng—itu... nganu."

Dion mengernyit, semakin curiga dengan hal yang disembunyikan Atilla. "Nganu apaan?"

"Ya... nganu...."

"Apaan sih nganu nganu! Lo hamidun?"

Atilla mengangkat wajahnya yang mulanya tertunduk. "Hamidun apaan?"

"Jangan pura-pura bego, deh. Lo hamil?"

Bagus. Sekarang, Dion malah terlihat seperti seorang kakak laki-laki yang tengah menghakimi adik perempuannya.

"Ng...Nggak! Gue cuma parno aja! Soalnya akhir-akhir ini gue mual mulu kayak ibu hamil."

Dion menatap Atilla skeptis. "Berarti, lo abis gituan sama Derrel? Maksud gue, lo nggak mungkin, kan, kepikiran bakalan hamil kalo lo nggak pernah ngelakuin?

Cewek itu membalas tatapan Dion dengan kesal. "Kelihatannya gimana? Harus gue perjelas lagi? Lo kayak baru kenal gue aja!" semburnya dengan wajah merah padam.

"Jujur banget," ledek Dion dengan rasa kecewa yang tersirat.

"Emang gue bisa bohong apa ke lo, Yon? Setelah orang tua gue dan Aletta, lo orang yang paling tau semua hal tentang gue."

"Tapi soal perasaan lo ke gue? Gue mana tau. Bukannya lo masih bohongin diri lo sendiri?"

Entah mengapa pertanyaan itu terasa memuakkan bagi Atilla. "Sampe serendah itukah lo remehin gue? Lo siapa, huh? Udah, ya, Yon." Atilla merebut kembali  kantong belanjaan dari tangan Dion. "Gue mau pulang, mau jelasin semuanya ke Derrel. Sekali lagi lo lancang ngungkit hal-hal nggak penting kayak tadi, gue nggak mau liat muka lo lagi. Kita udah selesai. Jangan pernah diungkit lagi."

• • •

Sempat terjadi aksi kejar-kejaran yang melelahkan antara Atilla dan Dion sebelum akhirnya mereka pulang ke rumah Andrea. Mereka berdua bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun saat melangkah menuju pintu depan saking canggungnya.

"Kamu dari mana, sih?" Derrel langsung menyerbu Atilla dengan ekspresi kesal bercampur panik saat cewek itu sudah melangkah masuk bersama Dion yang mengekorinya. "Kamu kok pergi nggak bilang aku? Kalo kamu kenap—"

"Aku mau ngomong." Atilla langsung menarik tangan Derrel saat cowok itu bahkan belum menyelesaikan kalimatnya. Ia merasa kewalahan menapaki tangga karena langkah Atilla yang terlalu cepat.

Sekarang ia membiarkan Derrel masuk lebih dulu sebelum akhirnya menutup dan mengunci pintu kamar.

Dalam, Atilla menarik napas demi mengumpulkan keberanian. "Kamu harus tau ini. I-ini... tentang...."

"Tentang apa?" Suara Derrel berubah berat, membuat Atilla bergidik takut. "Tentang kamu sama Dion yang tanpa aku sangka pernah pacaran?"

Atilla berusaha menetralkan ekspresinya yang sedikit terkejut. Derrel tahu dari mana?

Cowok itu berdiri, menatap Atilla lebih dalam. "Kenapa? Dia cuma mantan kamu, kan? Kenapa masih dipikirin?"

Atilla tergagap. Ia bahkan tidak sadar bahwa kini Derrel sudah menghimpitnya hingga ke tembok kamar. "A-aku takut kamu mikirin yang nggak-nggak. Dari awal aku mau ngomongin semuanya ke kamu."

"Andrea udah ceritain semuanya ke aku. Dion yang minta dia biar ngasih pengertian ke gue. Sekarang masalahnya bukan di aku, Til. Tapi di kamu. Dia cuma masa lalu. Kamu nggak perlu gelisahin dia sampe sebegininya."

"Itu karena aku nggak tau reaksimu bakal seperti apa. Aku gelisah bukan karena aku masih suka sama Dion. Aku gelisahin kamu! Aku takut kamu cemburu. Aku takut nyiptain ketidaknyamanann antara kamu dan sepupumu. Aku takut—"

Cup.

Derrel membungkam bibir Atilla dengan satu kecupan, menbuat wajah cewek itu merona malu. Saat wajah pacarnya berangsur menjauh, mata Atilla masih membelalak tak percaya.

"Aku percaya sama kamu, Til. Aku udah ngasih semua perasaan aku ke kamu. Tuhan itu Maha Adil. Aku yakin,  apa yang aku kasih ke kamu, pasti berbalas.

Atilla tersenyum. Kecil. "I love you," ucapnya dengan mata berbinar.

Derrel menarik Atilla ke dalam dekapannya. Mengusap puncak kepala pacarnya dengan rasa hangat yang menjalar di dada. "Mau janji sama aku?"

Atilla mengangkat wajahnya yang semula terbenam di dada Derrel. "Apa?"

"Kita berdua nggak boleh saling nyakitin. Jangan ada patah hati yang tercipta di antara kita. Bisa janji untuk itu?"

Atilla melerai pelukan, menatap pacarnya dengan penuh kehangatan. "Aku janji."

"Good girl," balas Derrel dengan senyuman lebar.

"Sekarang," Derrel lagi-lagi menarik tangan Atilla. Kali ini menuju pintu kamar mandi. "Kamu mandi, terus dandan yang cantik, karena kita berdua bakal ke rumah Bulan. Inget acara yang kemarin kita janjiin buat dateng, kan? Aku bakal buktiin ke Bulan kalo aku jauh lebih asik daripada Duta, dan kamu punya kewajiban buat bantuin aku."

"Iya, sayangku," jawab Atilla dengan matanya yang mengerling nakal.

"Jijik!" teriak Derrel, membuat tawa Atilla berderai bebas bahkan hingga ia masuk ke kamar mandi.

• • •

Atilla keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk di tubuhnya. Matanya membelalak kala menyadari bahwa kantong belanjaan yang sudah ia bawa hingga ke kamar sudah tak berisi.

"Rel... belanjaan yang tadi ke mana?"

"Snack-snacknya aku masukin ke laci nakas, skincare kamu... tuh. Di atas meja."

Atilla meneguk salivanya. Tiba-tiba saja ia teringat dengan testpack yang tadi dijejalkannya ke kantong belanjaan. "Itu aja? Nggak ada yang lain?"

Derrel menutup buku yang tengah ia baca, lalu terlihat berpikir sejenak. "Nggak ada. Itu aja. Sisanya cuma alat bersih-bersih. Aku taruh di bawah. Karna bisa aja nanti Andrea atau Bi Ira mau pake juga, kan."

Setengah dari rasa panik itu mulai tergantikan oleh kelegaan. Dua detik setelah itu tubuh Atilla menegak karena antusiasme. Ah, benar! Dia lupa kalau sebelumnya testpack itu sudah ia amankan ke dalam saku celananya.

Napasnya terhela bersamaan dengan sebuah senyuman lega tercetak jelas di wajahnya.

Derrel yang melihat gelagat Atilla yang aneh lantas menyimpan bukunya—menatap pacarnya dengan raut heran. "Kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa, hehe." Atilla terkekeh canggung. "Kamu gantengnya nambah kalo lagi baca novel."

"Novel apaan, gila. Ini kamus."

"Terserah deh. Intinya kamu ganteng kalo lagi baca. Jadi pengen pipis nih aku."

"Dasar gila, apa hubungannya baca sama pipis!" seloroh Derrel kala Atilla kembali masuk ke kamar mandi.

Sekitar lima menit setelah itu, Atilla keluar kembali dengan air wajah yang berubah drastis. Ia menghela napas panjang, mengatur degup jantungnya yang nyaris menyulitkan dirinya bernapas.

"Kenapa, sih? Derrel khawatir, ia yakin ada yang tidak beres dengan Atilla.

"Rel, aku bingung mau pake baju apa."

Cowok itu menatap Atilla dalam, berusaha mencari ketidakjujuran di sana. Tak ingin membebani pikirannya dengan hal yang tak begitu jelas, ia memilih melanjutkan membaca.

"Terserah, deh. Asal jangan bugil aja."

"Heh! Itu mulut, makin hari makin nggak pake filter, ya." Atilla berkacak pinggang.

"Kenapa, sih. Kan kamu yang ngajarin. Kata orang, pasangan itu cerminan dari diri kita sendiri. Aku nggak mau matahin teori itu. Makanya aku ngikutin sifat kamu aja, soalnya kalo kamu yang mau ngikutin sifat aku, nggak mungkin. Dua bagi dua aja kamu jawabnya masih empat. Bego."

"Yaudah kalo gitu." Atilla mulai melepaskan handuk dari tubuhnya setelah berhasil melapisi tubuhnya dengan tank top dari balik pintu lemari. "Kamu kenapa macarin cewek bego kayak aku?"

"Lah, kok nanya aku?" Derrel menutup kamus yang dibacanya. "Kan awalnya kamu yang nembak."

"MANA ADA! KAN YANG SUKA DULUAN KAMU!"

"Heh, cewek cablak! Jangan asal ngomong. Emang kamu lupa aturan main kita kayak gimana? Yang suka duluan kudu nembak, kan? Kan yang nembak dulan,
kamu. Ya, berarti... yang suka duluan, kamu lah!"

"Terserah. Nyebelin. Dasar cupu. Jamet. Jayus," cibir Atilla dengan wajah yang ditekuk. Ia berjalan ke meja rias dengan dress selutut berwarna navy blue melekat manis di tubuhnya.

"Bodoamat. Yang penting pinter." Derrel
membalas, kemudian terdiam setelah mendengar kalimatnya sendiri. "Eh, ngomong-ngomong. Dari yang pernah aku baca, kepintaran seorang anak itu bakalan nurun dari mamanya. Lah, kamu kan nggak pinter. Anak kita gimana dong nanti?"

Kegiatan Atilla yang tengah memoles bibirnya dengan liptint, tiba-tiba saja terhenti saat mendengar Derrel menyebut kata 'anak'. Raut wajahnya berubah suram, membuat Derrel panik—takut jika saja ia sudah salah bicara.

"Maaf, aku nggak bermaksud," ucap cowok itu.

Derrel semakin panik saat ia melihat kristal bening mengambang di pelupuk mata Atilla. Sesakit itukah kalimat yang ia ucapkan tadi?

"Hei, kenapa?" Derrel turun dari kasur, meraup wajah Atilla yang berubah pucat pasi. Saat dorongan itu mulai mendesak ingin keluar, bibir Atilla mulai bergetar—lalu terisak.

"Tilla, kamu kenapa?"

Atilla tidak menjawab. Ia hanya berdiri, menghampiri lemari pakaian untuk mengambil sesuatu dari sana. Derrel menunggu. Menatap pacarnya dengan penuh tanya bercampur rasa panik.

Tangannya  bergetar kala menggenggam benda kecil itu. Ia sengaja menyembunyikannya ke belakang, tak sanggup melihat. Susah payah ia menahan luapan emosinya saat di kamar mandi, namun pertahanannya runtuh karena kalimat Derrel mengingatkannya pada hasil testpack tadi.

"Rel," panggil Atilla dengan bibirnya yang masih bergetar.

"Iya?" sahut Derrel menenangkan.

Gemetar, tangannya terulur menunjukkan testpack yang sebelumnya ia sembunyikan di belakang tubuh. Derrel masih tidak mengerti. Ia tahu benda apa yang tengah Atilla serahkan padanya. Namun kejutan yang tiba-tiba ini membuat otaknya tiba-tiba saja kehilangan fungsi.

"Derrel, a-aku...." Suara Atilla seakan tenggelam oleh isakan tangis. Lidahnya kelu, kalimatnya hanya berakhir di ujung kerongkongan tanpa sempat terucapkan.

"A-aku...."

Derrel mulai gusar. "Kamu kenapa, Tilla?"

"Aku hamil," cicitnya dengan suara tertahan di akhir, membuat Derrel merasa dunianya berhenti berputar saat itu juga.

Selanjutnya, Atilla jatuh ke dalam pelukan Derrel bersamaan dengan tangisannya yang menggaung di langit-langit kamar.

• • •

Sebenarnya, Andrea tipikal manusia yang sangat anti jika kendaraan pribadinya dipinjam. Baginya, mobil adalah privasi kedua setelah kamar. Namun melihat keadaan Atilla dan Derrel yang terasa kacau, kali ini ia berbaik hati.

Sekarang sepasang remaja yang baru saja melewati dialog-dialog emosional sebelumnya, terdiam di dalam mobil seakan tak ada hal lain yang patut dibicarakan.

"Kamu lapar nggak? Mau singgah makan dulu?" Derrel berusaha mengenyahkan kecanggungan.

"Pokoknya aku nggak mau gugurin." Atilla membalas hal lain, membuat Derrel terperangah. "Aku nggak mau gugurin bayinya."

Cowok itu  tak menjawab. Matanya memandang lurus ke depan, sambil merutuki dirinya yang berubah drastis dan tak terkontrol sejak melalui masa kasmaran. Konyol, lucu, namun sialnya—ini nyata.

"Derrel, kamu denger aku, kan?" Suara Atilla tiba-tiba saja terdengar meninggi.

"Iya," balas Derrel pelan.

"Iya apa?"

Cowok itu berdecak. Atilla menempatkannya di posisi tersulit. "Aku denger."

"DENGER APA?!"

Derrel tertegun. Dia bisa saja membalas bentakan Atilla dengan tak kalah garang, namun itu semua tak mungkin dilakukannya jika sekarang Atilla malah menangis lagi.

"Aku denger, Tilla. Aku denger yang kamu bilang tadi."

Atilla mengibaskan jari di depan wajahnya. Air matanya terasa panas kala meluncur di pipi. "Pokoknya aku nggak mau gugurin. Aku mau gedein bayinya. Kamu nggak bisa ngelarang aku.."

"Iya, Tilla."

"KAMU BISANYA IYA-IYA AJA DARI TADI!" Atilla meledak lagi, membuat Derrel harus memasok banyak kesabaran.

"Iya, Atilla. Iya. Kita gedein bayinya. Sekarang kamu tenang. Udah, ya? Jangan kayak gini."

Keheningan kembali mendatangkan rasa canggung di antara mereka sampai Derrel memutuskan untuk membahas hal lain.

"Kamu tau nggak?" ucapnya, tanpa ada balasan dari Atilla.

"Waktu itu aku ngerjain kamu. Di waktu pertama kali aku ketemu kamu, aku udah berlaku curang."

Atilla diam-diam mulai tertarik dengan pembahasan ini. Ia melirik Derrel dengan ekor matanya.

"Kamu inget satpam yang amanin kita di bioskop waktu itu?"

Samar, Atilla mengangguk.

"Sebenernya dia bukan satpam. Dia temennya Papa yang ngawal aku pas mau nonton di mall. Aku juga bingung kenapa tiba-tiba dia narik aku sama kamu. Dia sampe nyogok satpam asli buat minjemin ruangannya, supaya semuanya kelihatan makin real. Pas turun dari mobil, si satpam palsu itu nelpon Papa, katanya berhasil nemuin kamu."

Rasa ingin tahu Atilla mendorong antusiasmenya hingga menyingkirkan rasa canggung yang sebelumnya menguasai. "Hah? Gimana, gimana?"

"Katanya, Papaku udah kenal kamu sejak kamu kecil. Bahkan, dulu Papa aku sama Mama kamu sampe sengaja daftarin kita di TK yang sama. Biar mereka bisa ketemu diam-diam di TK itu aja. Tapi, kamu nggak asik. Malah pindah."

Sejenak Atilla mengernyit, berusaha memutar ulang ingatan-ingatan yang masih bersisa di kepalanya. TK? Pindah? Astaga! What a plot twist?! Jadi, Derrel adalah anak kecil cengeng yang sewaktu TK kerjaannya hanya main ayunan di jam bermain?

Cowok itu terkikik geli melihat wajah Atilla, sampai ia hampir saja menabrak pengendara motor yang menikung di depannya.

Saat Derrel mulai mengendalikan kemudinya dengan baik lagi, Atilla bersuara. "Jadi, kamu TK nya di Tk Hati Mulia yang di Padang juga?"

Derrel hanya mengangguk, seperti tak ingin memberi jawaban memuaskan.

"Jadi, kamu Derrel yang...."

"Iya, itu aku." Derrel mengulum senyum sambil tangannya mengontrol kemudi mobil. "Aku anak cowok ingusan yang tiap hari kamu dorongin pas main ayunan. Aku anak cengeng yang dengan polosnya nembak kamu di kamar mandi sampe kamu trauma dan pindah sekolah."

Pipi Atilla terasa memanas saat telinganya menangkap kalimat itu. Ia memukul bahu Derrel hingga cowok itu meringis minta ampun. "MANA ADA! AKU PINDAHNYA BUKAN KARENA ITU!" elaknya kelabakan.

"Terserah, deh." Derrel masih memamerkan senyuman menyebalkan miliknya. "Ini alamat Bulan udah bener, kan? Kita udah deket, nih." Ia mengalihkan topik lagi.

Siapa bilang Atilla baik-baik saja melihat senyuman menyebalkan Derrel? "Kamu tau dari mana? Aku pindahnya beneran bukan karena itu. Aku sempet liat Papa sama Mama aku berantem sehari sebelum aku dipindahin. Dan sekarang aku ngerti, itu pasti karena mamaku sering ketemu papamu di sekolahan."

"Iya, papaku udah cerita semuanya. Maaf kalo aku salah karena baru ngasih tau semuanya ke kamu. Papaku udah lama rencanain ini semua. Awalnya, aku tau soal itu semua. Waktu itu aku nggak suka banget liat cewek urakan kayak kamu. Tapi, sejak aku tau kalo kamu temen TK sekaligus cinta monyetnya aku dulu, yaudah. Aku stuck di Atilla Solana."

Atilla berusaha keras untuk menahan dorongan dalam dirinya yang memintanya tersenyum. Berhasil, ekspresinya tetap terjaga.

"Aku masih bingung, deh Rel. Kok kamu bisa seberubah ini sih? Waktu kecil, aku kenal kamu sebagai anak cowok yang kerjaannya nangis mulu kalo nggak liat papanya di pintu kelas. Pas aku ketemu kamu lagi pertama kali, kamu anaknya kayak ambis banget. Kok sekarang malah jadi cowok SOK ganteng, SOK karismatik, dan SOK galak, sih? Ditambah lagi, kamu juga SOK nakal akhir-akhir ini." Ya, cewek itu sengaja menekankan kata 'sok' dalam tiap kalimatnya.

Derrel membelokkan mobil yang ia kendarai ke arah gerbang perumahan, seraya tersenyum samar. "Aku kalo udah nemuin cewek yang tepat, sifat asli aku tanpa sengaja keluar gitu aja."

"Maksudnya?" Atilla benar tak mengerti.

"Aku bisa jadi apapun dan siapapun buat cewek yang tepat."

"Dan cewek itu adalah?" tanya Atilla dengan jantung berdebar.

"Mbak Emi."

Mendengar jawaban Derrel, wajah Atilla berubah merah padam. Tangannya dengan ganas melempari Derrel dengan benda apa saja yang ada di mobil.

"Lah kok ngamok?" ledek Derrel lagi.

Kini Atilla menatap cowok itu layaknya seekor kucing yang menatap seekor tikus sebagai target siksaan.

"Aku nggak pintar gombal, Til. Tapi, kali ini aku serius. Aku bisa jadi apapun yang kamu mau. Aku nggak mau minta syarat apapun ke kamu, selain minta kamu tetap di sisi aku. Nggak perlu selamanya, seenggaknya kamu pernah ada, dan jadiin aku satu-satunya buat kamu, sampe kita tua bareng."

Mereka hanya tidak tahu, bahwa janji yang mereka ikrarkan sekarang, tak menutup kemungkinan hanya akan berakhir dengan pengingkaran.

• • •

220 komentar untuk chapter selanjutnya, ya:))

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 128K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
695K 111K 54
VANESSA ABHIGEAL LUCY Adalah gadis cantik dengan tinggi di bawah rata-rata, meski terlahir dari keluarga berpunya tak lantas membuatnya menjadi priba...
2.7M 239K 37
Namaku Kira. Aku Hacker. Kehidupanku berjalan dengan baik sebelumnya, tanpa komputer. Namun, karena dikhianati seseorang. Aku yang notabenenya memili...
176K 29.5K 101
[Mengusung tema mental health pada tokohnya. Ada plot twist dan teka-teki yang membuat Anda mikir.] CERITA INI BELUM DIREVISI! Ketika dua orang denga...