Rencana [Telah Terbit]

By legistari

94.5K 5.7K 184

"Terlalu percaya diri itu gak baik Dok. Ntar over dosis lho" 💫Pemesanan : Whatsapp : 0818331696 Web : www.no... More

Welcome
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40 (END)
Extra Part
Info Cerita Baru
Info
Tanya pembaca
Dokter Fabian Naik Cetak 😍
Pre Order

Chapter 21

1.5K 116 1
By legistari

Makin sayang deh sama pembaca cerita ini,,, hehehehe


Happy Reading^^


Hanin terus bergerak gelisah di dalam mobil yang ia tumpangi. Hari ini seperti rencana awal mereka akan berkunjung ke kediaman orang tua Bian.

"Tenang aja, kamu kan udah tahu orang tua aku." ucap Bian dengan sebelah tangannya menggenggam tangan Hanin yang cukup dingin.

"Aku kenal orang tua kamu kan sebagai pemilik perusahaan bukan sebagai calon mertua." ucap Hanin sambil mendengkus pelan. Hanin memang membiasakan diri untuk berbicara menggunakan aku-kamu kepada Bian.

"Cie ... Yang bilangnya calon mertua." ucap Bian sambil tertawa.

"Gak usah banyak canda Dok." timpal Hanin.

"Jangan panggil aku Dokter lagi dong Nin." ucap Bian.

"Teserah saya dong." ucap Hanin semakin menjadi.

Bian membelokkan mobilnya memasuki kawasan perumahan elite. Keringat dingin mulai Hanin rasakan dan detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Suara klakson mobil menyadarkan Hanin bahwa sekarang dirinya tengah berada di depan gerbang rumah Bian. Sebuah rumah megah yang membuat Hanin menelan ludahnya susah payah membayangkan bagaimana reaksi ibunya Bian ketika putranya memperkenalkan seorang perempuan yang hanya seorang apoteker di rumah sakit miliknya.

Hanin keluar dari mobil tapi pandangannya terhenti ketika melihat satu mobil yang ia kenali juga terparkir disana.

"Ayo masuk." ajak Bian.

Hanin hanya menurut dan mengikuti langkah Bian. Bian menghentikan langkahnya dan membuat Hanin mengerutkan keningnya.

"Kenapa?" tanya Hanin.

"Aku serasa membawa calon pegawai baru kalau kamu jalannya di belakang aku." ucap Bian.

Ia langsung menggandeng Hanin untuk berjalan disampingnya.

"Tetaplah berjalan di sampingku ya." bisik Bian lembut.

Hanin mengulum senyum mendengar ucapan Bian.

"Assalamu'alaikum." Salam Bian dan Hanin ketika pintu terbuka.

"Wa'alaikumsalam." Carrol yang tengah duduk manis di ruang tamu menjawab salam mereka.

Seperti yang Hanin duga ketika melihat mobil itu di garasi Hanin yakin ada Carrol disini. Bagaimanapun rasa tidak nyaman mulai mengusik perasaan Hanin.

"Mommy sama daddy mana?" tanya Bian.

"Barusan mommy ke atas mau manggil daddy biar gabung kesini." jawab Carrol.

"Duduk Nin." ucap Bian dan dituruti oleh Hanin.

"Aku ke atas dulu ya manggil mom sama dad." ucap Bian dan hanya diangguki Hanin.

"Jadi perempuannya kamu ya Nin. Aku gak nyangka lho." ucap Carrol ketika hanya tinggal mereka berdua di ruang tamu.

Entah kenapa perkataan Carrol maknanya seperti ke arah yang negatif.

Hanin menepis semua pikiran buruknya itu.

"Iya Dok. Saya juga awalnya ragu tentang ini." jawab Hanin sambil memandang mata Carrol yang lain dari biasanya.

"Aku iri sama kamu." kalimat yang tercetus dari mulut Carrol membuat Hanin mengerutkan kening tak percaya.

Seorang perempuan yang dijadikan simbol kesempurnaan oleh seluruh warga rumah sakit mengatakan iri pada seorang Hanin yang bahkan mungkin hanya dikenali oleh sebagian kecil orang-orang di rumah sakit?

"Aku iri dengan kamu yang bisa mengambil hati seorang pria seperti Bian. Bahkan aku yang sudah 15 tahun bersamanya tidak bisa melakukan itu." Lanjut Carrol.

Hanin benar-benar kehilangan kata-kata. Apakah dia terlihat seperti perempuan jahat sekarang?

Suara gaduh dari ujung tangga membuat Hanin mengalihkan perhatiannya. Disana berjalan dua orang yang pernah Hanin lihat dari kejauhan saat ulang tahun rumah sakit dan satu orang pria yang sekarang akan mengenalkan dirinya sebagai pasangan pada dua orang itu.

Hanin tersenyum ramah dan menyalami ibu dan ayah bian.

"Salam kenal Om, Tante, saya Hanin." ucap Hanin ketika mereka sudah duduk.

Hanin melirik Carrol yang duduk di samping ibunya Bian tanpa canggung sama sekali.

"Gak usah panggil om sama tante, panggil mom sama dad aja seperti Carrol ya biar gak canggung." ucap Ibunya Bian yaitu Syakira.

"Udah kenal Bian berapa lama?" tanya Dane ayahnya Bian dengan nada santai.

"Sekitar 3 bulan Dad." ucap Hanin dengan pelan saat mengucapkan kata dad.

"Santai aja Nin saya gak menyeramkan kok." ucap Dane sambil tertawa ketika menyadari kegugupan Hanin.

"Kok kamu mau sih sama Bian? Mom pikir ya para wanita gak akan mau sama dia karena kebiasaannya yang keras kepala dan gak bisa ngalah sama orang." ucap Syakira dan sukses mendapatkan delikan tajam dari Bian.

Hanin hanya tertawa pelan mendengar penuturan Syakira. Hanin pikir keluarga ini ternyata lebih hangat dari pada yang ia bayangkan.

"Carrol permisi pulang ya Mom." ucap Carrol tiba-tiba.

"Loh mau kemana?" tanya Syakira.

"Carrol lupa udah ada janji siang nanti mau nganterin mamih jalan-jalan." ucapnya sambil tersenyum anggun.

"Yaudah hati-hati ya sayang." ucap Syakira.

"Iya Mom. Dad, Ian, Hanin, aku duluan ya." Pamit Carrol dan hanya diangguki oleh mereka.

Setelah beberapa saat hening Syakira akhirnya membuka obrolan kembali.

"Mom awalnya gak percaya lho ketika semalam Bian ngobrol mau kenalin calonnya ke sini." ucap Syakira.

"Kan yang nyuruh aku cepat-cepat bawa calon siapa?" tanya Bian sambil melirik sebal pada ibunya.

"Mommy kamu bukan daddy." ucap Dane dengan santainya.

"Apasih Khana gak usah ikut campur!" ucap Syakira kesal.

"Bian juga kan anak aku, masa aku gak boleh ikut campur?" tanya Dane sambil menaik turunkan sebelah alisnya.

"Maksud aku kamu tuh gak usah kaya yang nyudutin aku gitu dong. Kan kamu juga senang lihat Bian akhirnya bawa calon istri." ucap Syakira.

Hanin hanya tersenyum melihat dua orang yang kini tengah asik berdebat padahal sepertinya itu bukan hal yang penting. Sekarang Hanin faham darimana sifat Bian berasal.

***

"Seperti yang aku bilang orang tua aku gak nyeremin kan?" tanya Bian.

Mereka sekarang berada di tengah kemacetan kota Jakarta. Setelah seharian berada di rumah Bian dan mengobrol panjang lebar bersama orang tuanya, Hanin berpamitan pulang karena hari telah sore. Dapat Hanin simpulkan bahwa keluarga Bian dapat menerimanya dengan baik.

"Daddy lebih friendly dari yang aku bayangkan. Jika di rumah sakit aku melihatnya sebagai direktur utama perusahaan, di rumah tadi aku dapat melihat sosoknya yang berbeda." ucap Hanin.

"Jadi kapan kita nikah Nin?" tanya Bian tiba-tiba.

Hanin meliriknya dengan pandangan aneh.

"Nah mumpung ngomongin nikah aku mau tanya sama kamu. Sejak kapan statusku berubah dari pacar kamu jadi calon istri? Emangnya kapan kamu ngelamar aku?" tanya Hanin.

"Emmmm..." Bian berpikir sejenak.

"Yaudah aku lamar kamu sekarang aja gimana?" tanya Bian tanpa tedeng aling-aling.

"Enak aja! Udah kamu minta aku jadi pacar kamu waktu itu di dalam mobil di depan lobby rumah sakit lagi. Masa sekarang minta aku jadi istri kamu di dalam mobil di tengah kemacetan Jakarta?" ucap Hanin dengan nyolot.

"Terus kamu maunya gimana? Yang kaya di drakor gitu ya?" tanya Bian.

"Nggak gitu juga Bian. Kalau kamu mau ngelamar aku ya datang langsung ke rumah dong di depan orang tua kita." ucap Hanin.

"Tapi kan sebelumnya aku mau ngelamar kamu secara pribadi dulu. Takutnya kamu nolak aku di depan orang tua kita." ujar Bian dan dibalas tawa oleh Hanin.

"Kenapa ketawa?" tanya Bian aneh.

"Jadi Dokter Fabian yang terhormat ini merasa kurang percaya diri takut aku tolak gitu?" tanya Hanin dengan tawa yang belum reda.

"Enak saja saya kurang percaya diri!" desis Bian.

"Iya deh yang punya tingkat kepercayaan diri diatas rata-rata dan kenarsissan akut." ujar Hanin.

"Terus kenapa bilang takut aku tolak?" tanya Hanin.

"Masalahnya kamu itu perempuan aneh Nin. Kemarin pas aku minta kamu jadi pacar aku aja kamu buat aku nunggu dua minggu untuk dapetin jawaban dari kamu. Padahal kalau perempuan lain gak usah nunggu sampai dua detik pun bakalan langsung jawab iya." ujar Bian.

Hanin memandangnya tajam bersiap untuk mengeluarkan semburannya.

"Tapi walaupun kamu aneh tetap aja kamu yang aku sayang." kata-kata terakhir Bian bagaikan siraman es yang mendinginkan kembali kepala Hanin yang sudah mendidih akibat ucapan Bian sebelumnya.

"Tapi mohon maaf Dok, bisa gak lain kali gak usah pake bilang saya aneh?" tanya Hanin.

"Entahlah." jawab Bian singkat.

"Dokter!" geram Hanin.

"Iya iya calon istri."

***

Continue Reading

You'll Also Like

142K 21.8K 51
"Bahkan jika dunia berubah, Kakak masih akan memandang, menjaga, menyayangi dan mencintai kamu dengan cara yang sama." "Seberapa jauh kamu akan pergi...
2.7M 39.5K 29
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
1.7M 92.5K 44
Satria Pramuda, cowok berumur 22 tahun itu memiliki karir yang cemerlang di bidang kemiliteran. Diusianya yang masih terbilang muda, lelaki itu sudah...
104K 10.4K 85
JANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberi...