Ineffable

By Ayyalfy

226K 29K 8.3K

Ineffable (adj.) Incapable of being expressed in words. . . Kisah cewek yang ditembak oleh pemilik hotspot be... More

Prolog
1 | Orang Ganteng
2 | Iklan KB
3 | Dasi
4 | Akrobatik
5 | Friendzone
6 | Bu Jamilah
7 | Adik Ipar
8 | Monyet Terbang
9 | Hotspot
10 | Bungkus!
11 | Putri Tidur
12 | Mr. Sastra
13 | Mr. Sastra II
14 | Laki-laki Bertopeng
15 | Ice Cream
16 | Mamang Rossi
17 | Grup Sepak Bola
18 | Don't Go
19 | Bad Genius
20 | Pergi
21 | Dendam
22 | Bunuh Diri
23 | Berantakan
24 | Cinta Segitiga
25 | Memilih
26 | Hotspot 'Lagi'
27 | Andra
28 | Makna Cinta
29 | Ich Liebe Dich
31 | Centang Biru
32 | 9u-7i > 2(3u-3i)
33 | Sundel Bella
34 | Couple Al
35 | Gelang Hitam
36 | Uncle Rafka
37 | Bolos
38 | Pak Moderator
39 | Kejutan
40 | My Lil Sister
41 | It's Only Me
42 | Tom & Jerry
43 | The Moon is Beautiful, isn't it?
44 | The Sunset is Beautiful, isn't it?
45 | Meant 2 Be
EPILOG
EXTRA PART I

30 | Bubble Tea

2.5K 537 192
By Ayyalfy

Ini gaaaaes, janjiku:)
Makasih atas 500+ komennya ❤️
Buat part ini, harus rame juga ya walaupun ga aku tantang wkwk

Happy reading✨

• • •

RAFKA

"Jadinya berapa, Bu?"

"Sepuluh ribu aja."

Gue mengeluarkan uang sepuluh ribuan untuk membayar susu kotak dan roti yang gue beli. Setelah membayar pada ibu kantin, gue mengedarkan pandangan ke isi kantin untuk mencari wujud pacar gue. Sayangnya nihil, gue tidak berhasil menemukannya. Gue hanya melihat tiga sahabat Alfy yang sedang mengorol di salah satu meja kantin.

Kaki gue melangkah menuju mereka dengan membawa susu kotak dan roti yang ingin gue berikan pada Alfy. Setibanya di sana mereka menyambut gue dengan wajah terkejut. Gue memang sangat jarang menginjakkan kaki di kantin. Jadi tidak heran kalau murid-murid di sini menatap gue aneh.

"Pasti nyari Alfy ya, Kak?" tebak Via, salah satu sahabat dekat Alfy dengan tepat sasaran.

Gue mengangguk, setengah meringis.

"Kak Rafka nggak tahu? Alfy kan nggak masuk sekolah hari ini." Via memberikan informasi yang mengejutkan untuk gue. "Tanpa keterangan."

Sepertinya ada hal nggak beres yang terjadi pada cewek itu. "Alfy ada kasih kabar ke kalian?" tanya gue.

Mereka bertiga kompak menggeleng.

"Oke, makasih, ya."

Gue pun meninggalkan kantin setelah mengetahui kabar Alfy dari teman-temannya. Ternyata cewek itu tidak masuk sekolah dan tanpa keterangan apapun. Saat gue memeriksa ponsel, pesan-pesan yang gue kirim padanya belum mendapatkan balasan. WhatsApp-nya tidak aktif, centang satu itu masih setia di sana dari tadi malam.

Tidak biasanya Alfy menghilang tanpa kabar seperti ini. Dia memang suka kehabisan kuota internet, tapi tidak pernah lebih dari satu jam. Karena ketimbang tidak bisa hidup tanpa gue, Alfy lebih tidak bisa hidup tanpa kuota.

Gue mencoba menelepon nomornya. Selang beberapa saat, suara wanita terdengar di ujung telepon, mengabarkan hal yang membuat urat leher gue tertarik.

"Maaf, pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini. Silakan isi—"

Gue langsung memutus panggilan dan mengumpat setelahnya. Bisa-bisanya gue kehabisan pulsa di momen seperti ini.

"Kak Rafka kehabisan pulsa?"

Kepala gue mendongak saat suara seseorang menginterupsi dengan tiba-tiba. Dua orang siswi sedang berdiri di dekat gue, entah sejak kapan. Mereka kompak menatap gue seakan sedang menunggu sesuatu.

Gue menggaruk tengkuk, setengah meringis.

Salah satu dari mereka menyodorkan ponselnya, membuat gue tertegun. "Pakai ponsel saya aja, Kak. Kakak mau telepon seseorang, kan?"

"Eh, ng—nggak jadi, kok. Makasih ya. Saya permisi."

Gue memutuskan untuk segera pergi dari sana dengan perasaan campur aduk. Astaga, harga diri gue. Harga diri gue benar-benar sangat terluka.

• • •

Hari ini kesibukan datang untuk menguji kesabaran gue. Di saat gue ingin meluangkan waktu untuk mencari tahu kabar Alfy, selalu ada kesibukan yang datang tanpa permisi. Selepas mengajar, gue ada rapat guru dadakan, lalu gue diminta untuk menonton latihan drama anak kelas XI IPS 1, dan kegiatan kuliah pascasarjana gue yang biasanya adem-ayem mendadak meminta gue untuk datang ke kampus, dosen gue tiba-tiba memberi tugas riset yang tak manusiawi. Hingga akhirnya pukul sembilan malam gue baru tiba di rumah, langsung mandi dan bersiap untuk ke rumah Alfy tanpa mempedulikan jam makan malam yang terlewat.

"Kamu mau kemana, Raf? Baru banget pulang mau pergi lagi?"

Rafli menjeda langkah gue saat gue melewati ruang keluarga. Dia terlihat sedang menghabiskan waktu santainya dengan menonton tv bersama Mbak Ratna di sebelahnya.

Gue melirik Mbak Ratna sekilas. "Mau ke rumah Alfy," sahut gue singkat.

"Ada apa memangnya?" Mbak Ratna menyeletuk tenang. "Alfy mendadak nggak ada kabar? Atau kalian putus?"

"Ratna," Rafli menegur istrinya yang kali ini terlalu jauh ikut campur dalam masalah kehidupan gue. "Kamu pergi sekarang aja, Raf, nanti kemalaman."

Jika biasanya gue selalu menjadi penurut dan mudah dikendalikan, maka kali ini gue tidak akan tinggal diam. "Maksud Mbak apa bicara kayak gitu? Rafka dan Alfy nggak putus. Lebih tepatnya kami nggak akan putus."

Mbak Ratna mengangguk dan tersenyum. "Mbak juga berharap seperti itu, Rafka. Tapi bagaimana dengan Alfy? Apa dia sepakat juga tentang itu?"

Gue mengepalkan tangan di samping badan. Alfy mendadak tidak ada kabar, tidak bisa dihubungi dan gue kesulitan untuk mencari tahu keadaannya. Jika itu ada hubungannya dengan Mbak Ratna, maka jangan salahkan gue kalau kali ini gue akan melupakan semua batas-batas yang ada.

"Rafka harap Mbak berhenti melewati batas, karena Rafka nggak pernah segan untuk memutuskan hubungan dengan siapapun. Termasuk dengan kakak ipar Rafka sendiri."

Gue tidak peduli dengan apa yang gue ucapkan barusan, apakah menyakiti perasaannya atau tidak. Karena tanpa buang waktu lagi gue langsung angkat kaki dari sana. Meninggalkan Mbak Ratna yang tertegun di tempatnya.

Jaguar gue bawa memelesat dengan kecepatan di atas rata-rata. Firasat gue benar-benar sangat tidak enak sekarang. Apa yang dikatakan Mbak Ratna membuat gue khawatir dan takut. Gue yakin sesuatu sudah terjadi di antara mereka.

Jarak tempuh yang seharusnya menghabiskan waktu setengah jam berhasil gue pangkas menjadi sepuluh menit perjalanan. Bukan tanpa risiko, gue justru menggadaikan nyawa untuk itu. Gue hampir menyerempet orang, menabrak kucing hitam di jalan, menerobos plang dan sempat tergelincir jatuh ke comberan akibat jalanan yang licin usai diguyur hujan. Jadilah gue tiba di rumah Alfy dengan jaket dan celana yang kotor di beberapa bagian.

Namun berita buruknya tak hanya itu, karena setibanya di sana gue seperti melihat ada showroom motor sport di depan rumah Alfy. Ada tiga moge yang sudah terpakir di sana, yang ketiganya tampak tak asing bagi gue.

Gue memarkirkan Jaguar bersama tiga motor lainnya lalu melangkah masuk ke teras rumah dan berdiri di depan pintu utama. Belum sempat mengetuk dan mengucapkan salam, seseorang telah membuka pintu lebih dulu dan gue terkejut saat melihat Alvin lah yang muncul dari balik pintu.

Cowok bermata sipit itu juga tampak terkejut melihat gue. "Eh, Kak Rafka. Selamat malam, Kak Rafka. Selamat ber-overthinking ria. Saya duluan," pamitnya sambil menepuk lengan gue lalu pergi begitu saja.

Belum kelar kebingungan gue, muncul sosok lain dari balik pintu. Gue semakin terkejut karena orang itu adalah Ali. Cowok yang naksir berat dengan Alfy meski perasaannya tak pernah terbalaskan.

"Hello, brother!" Ali mengangkat tangannya dan menepuk bahu gue sok akrab. "Khawatir ya sama Alfy? Tenang, dia udah bahagia kok dengan segentong bubble tea gratis dari saya. Saran saya mending jaga jarak aman 1 meter dari dia deh, karena dia lagi senggol bacok mode on," cerocos Ali lalu menyusul Alvin dan pergi dari hadapan gue.

Gue berusaha memahami semuanya namun gagal karena setelah itu tubuh jangkung Riki ikut menyusul kepergian Ali. Berbeda dengan dua makhluk sebelumnya, dia sama sekali tidak terkejut melihat kedatangan gue.

"Bukan cuma Bapak kok yang kaget, saya juga. Saya permisi, Pak, assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam." Gue menatap kepergian Riki dengan speechless. Tiga motor yang gue curigai tadi ternyata milik mereka bertiga dan sekarang tiga motor itu sudah menghilang. Tersisa Jaguar yang terparkir di sana.

Lama terpaku di depan pintu, akhirnya gue melangkah masuk ke dalam. Hal yang pertama kali gue lihat adalah seseorang sedang duduk kalem menghadap beraneka ragam makanan yang tersaji di atas meja. Ada cimol, cilok, dan teman-temannya di sana. Dia menoleh ke arah gue lalu dengan polosnya menawarkan bubble tea yang sedang dia minum pada gue.

"Mau?"

Gue ngebut-ngebut di jalan seperti orang kesetanan, jatuh mengenaskan di atas comberan, dan orang yang gue khawatirkan malah asyik meminum bubble tea gratisan?

Gue menarik ujung bibir dan tersenyum paksa padanya. "Mau. Mau nampol kamu boleh?"

• • •

ALFY

"Kenapa, sih, lihatinnya gitu banget?" tanyaku pada laki-laki itu karena merasa risih dengan tatapannya. "Kamu mau ini?"

Pak Rafka menjauhkan bubble tea yang kusodorkan. Dia kembali menatapku, kali ini lebih datar dari sebelumnya. "Kamu tahu nggak apa yang harus aku laluin untuk bisa ada di depan kamu sekarang?"

Kepalaku menggeleng. Tentu saja aku tidak tahu karena dia belum memberitahukannya.

Dia menunjukkan lengan jaketnya, memperlihatkan celana jeans-nya yang kotor di beberapa sisi, lalu kembali menatapku seakan akulah orang yang bersalah di balik kotornya baju dan celananya itu. "Kamu tahu ini salah siapa?" tanyanya.

Lagi, aku menggeleng.

"Salah kamu yang hilang kabar dari kemarin. Nggak masuk sekolah, nggak bisa ditelepon, nggak balas chat. Ini semua salah kamu, nih!" tuduhnya seenak jidat.

"Kamu yang bawa motor kok malah nyalahin aku?"

"Iya, salah kamu! Coba kalau kamu nggak hilang kabar, aku nggak akan ngebut-ngebut datang ke sini. Udah gitu pas aku sampai di sini malah disambut sama penghuni asrama cowok kamu!"

"Hah maksudnya?"

"Itu, Riki, Ali, dan Alvin. Kamu punya asrama cowok sekarang?"

Wah, ngajak ribut dia.

"Enak aja! Jumlah mantan kamu tuh yang udah kek asrama cewek!" balasku tak mau kalah. "Kalau kamu dateng cuma ngajak ribut doang mending pulang deh sana! Nggak ada pengertiannya banget sama cewek lagi pms!"

Pak Rafka menahan tanganku yang hendak meninggalkannya. "Iya-iya, aku nggak akan marah-marah lagi. Terus trio rusuh itu ngapain datengin kamu?"

"Sama kayak kamu, mereka khawatir karena aku nggak sekolah dan nggak ada kabar."

"Emang ya, susah punya cewek cantik tuh," gerutunya dengan suara pelan. "Terus kenapa nggak masuk sekolah, tanpa keterangan dan nggak bisa dihubungin?"

Aku kembali menyesap bubble tea milikku dan berjalan di sebelahnya dengan tenang. Kami berdua sedang berjalan santai menyusuri jalanan komplek rumahku. Aku butuh angin segar setelah seharian penuh berada di dalam kamar. "Dari semalam aku nyeri pms. Sama sekali nggak ada tenaga buat bangun dari kasur, jadi bolos sekolah deh."

"Nggak aktifin hape?"

"Nggak ada tenaga buat buka hape. Serius, deh! Sakit banget!"

Laki-laki itu menghela napas. "Sekarang udah mendingan?"

Aku mengangguk dan mendapat usapan lembut di kepala. Aku tidak tahu apa yang membuatnya sekacau dan sekhawatir itu padaku. Atau jangan-jangan dia tahu tentang Mbak Ratna yang ...

"Al?"

"Ya"

"Nggak ada yang mau kamu ceritain ke aku?" tanyanya tiba-tiba. "Tentang Mbak Ratna mungkin? Aku takut ada sesuatu yang terjadi di antara kalian. Takut tiba-tiba kamu menjauh dan ninggalin aku tanpa aku tahu alasannya apa."

Aku memang hampir melakukannya. Hampir ingin meninggalkannya. Tapi sama seperti dia, aku juga tidak ingin kami berpisah lagi. Meskipun ada hal lain yang aku korbankan untuk itu.

"Oke, aku dan Rafka akan putus. Itu kan yang ingin Mbak dengar?" Aku bangun dari kursi yang kududuki dan menatap wanita itu tanpa keraguan sedikit pun. "Tapi sayangnya bukan itu yang ingin aku katakan. Jadi, nggak ada kesepakatan di antara kita berdua, itu kesimpulannya."

"Nggak ada, kok."

"Bener?"

"Iya, bener." Aku tersenyum padanya dan merapatkan tautan tangan kami. "Kamu nggak usah takut. Kan kita udah sama-sama janji, kalau kita ada di jalan menuju berpisah, kita harus tetap jalan di tempat. Ya, kan, sayang?"

Laki-laki itu tersenyum. "Tumben kamu ngomongnya manis gini. Pasti ada maunya, nih!"

Aku menyengir lebar. "Mau es krim,"

"Oke, yuk kita beli." Dua detik setelahnya dia menatap bingung ke arahku. "Terus kenapa tangannya direntangin gitu?" tanyanya heran.

"Gendong."

• • •
TBC!
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!!!

MAAPIN KALAU BANYAK TYPO ATAU DIKSI YG GA NYAMBUNG:)

NGEBUT NIH NULISNYA
BESOK ADA UAS SOALNYA:))

SEMOGA SUKA❤️

Continue Reading

You'll Also Like

50.5K 4.2K 30
FOLLOW SEBELUM MEMBACA DILARANG PLAGIAT JANGAN LUPA KASIH VOTE DAN KOMENTAR SEBAGAI BENTUK APRESIASI UNTUK AUTHOR, SUPAYA AUTHOR JUGA CEPET UPNYA HAP...
Dua Sejoli By ika

Teen Fiction

114K 11.8K 10
Squel Of Dosen Kampus cover by : canva
81.7K 1.8K 43
LDR??? Bagaimana rasanya menjalani hubungan LDR??? Sungguh berat bukan??? Itulah yang dirasakan Jhidan dan Keylia. Ujian demi ujian terus melanda hub...
1M 39.2K 25
[Part lengkap tersedia di Karya karsa] Sebagai anak Sulung Arsyad mempunyai beban berat yang harus ia pikul untuk adik-adiknya. Hidup hanya bermodal...