KOSAN 23 BUJANG

By veunder

574K 104K 53.1K

Kosan warisan sujarat bukan hanya sebatas tempat sewaan perbulan atau pertahun tapi ini lebih dari kata 'Ruma... More

Prolog
O1. Bujang Lantai 1
O2. Bujang Lantai 2
O3. Bujang Lantai 3
O4. Tragedi Goreng Telur
O5. Ketakutan Danish
O6. Meresahkan
O7. Berbeda
O8. Seperti Bintang
O9. Sidang Umum PBB
1O. Bujang Baru
11. Teori Bujang
12. Pengukuhan
13. Duo meresahkan
14. Kedatangan Sujarat
15. Rahasia
16. Neo Dream Festival
17. Games
18. Demo
19. Teka-teki
21. Main aman
22. From Nasa
23. Perkara Peduli
24. Scandal
- Messages from Bujang.
25. Sebuah pilihan
26. Proker Bujang
27. Arrivederci
28. My Rosie
29. Surat Permohonan
30. Merenungkan Nikmat
Bintang Fotocopy
31. We're just friend

2O. Sit Down

12.8K 2.8K 1.8K
By veunder

Adimas baru aja kelar di kelas jadi dia buru-buru ke sekret buat bahas plot baru yang dikirimkan sekretarisnya semalem. Di dalam sekret udah ada sekretaris yang sibuk nulis surat masuk dari UKM lain, kerajinan banget emang sekretarisnya yang satu itu dan rasanya Adimas nggak salah pilih sih walaupun cewek itu cerewetnya bukan main tapi kalo masalah ginian dia selalu dapat diandalkan.

"Anak-anak yang lain mana?" Tanya Adimas sambil meletakkan tas kecilnya diatas meja.

Alira Devanka-si sekretaris yang sedang sibuk menulis nomor surat masuk itu menoleh sekilas lalu kembali ke pekerjaannya.

"Udah pada pulang,"

Adimas mengangguk lalu berjalan ke dimana Lira sibuk mengetik, "Surat darimana lagi?"

"Dari UKM Seni. Mereka ngundang UKM kita buat liat pertunjukan teater mereka. Ya...katanya sih ini last perfomance buat anak UKM Seni angkatan tahun ini," Jelas Lira sambil menyimpan surat yang telah di input datanya ke dalam tempat surat masuk.

Adimas menegakkan tubuhnya lalu bersandar pada tembok, "Gue baru sadar kalo masa kepengurusan kita juga udah mau habis. Gue harap sih sebelum benar-benar mubes, kita harus buat satu karya dulu sebelum pembacaan LPJ,"

Cewek itu menghela nafas lalu memutar bola matanya jengah, "Iyalah, Pak Ketua. Untuk apa coba lo siksa gue buat nagih plot baru ke script writer kalo kita nggak buat satu karya short movie...em, semacam karya perpisahan?"

Adimas tertawa kecil, "Tumbenan otak lo berfungsi. Gue kira otak lo taunya rebahan doang,"

Lira mendengus malas, "Serah lo. Jadi, apa rencana lo sekarang? Kalo saran gue sih kita harus secepatnya cari pemerannya karena takutnya film kita nggak kelar karena keburu masuk KKN,"

Adimas menyeritkan alis, "KKN?"

Lira bangkit berdiri tepat di hadapan Adimas, "Iyalah. Emangnya lo mau kuliah terus ampe lumutan? Kalo gue sih ogah. Gue pengen cepatan wisuda biar gue nggak ketemu lagi sama mahluk nyebelin kayak lo,"

Adimas tertawa mengejek, "Paling juga nanti lo kangen suasana gue repotin lo, dengerin lo ngomel, antar lo pulang, beliin jajan teru-"

Lira menatap ogah-ogahan, "Dih, males banget! Seharusnya gue tuh yang harus bilang! Paling juga nanti lo yang chat gue dan bahas semua kenangan kita selama masa kepengurusan!"

Adimas mengangguk-angguk dengan ekspresi yang masih saja mengandung ledekan, "Gitu ya? Kalo mau jujur sih iya. Nanti pasti gue bakal ngungkit betapa menyesalnya gue punya sekretaris galak, rada lalot dan sedikit ceroboh kayak Alira,"

Lira memukul lengan Adimas kesal, "Lira bukan Alira!"

Adimas tertawa sambil meraih tangan Lira agar cewek itu berhenti memukulnya, "Iya. Udah napa. Btw, tumbenan banget lo cepat keluar kelas? Biasanya gue yang duluan kelar,"

Lira menarik tangannya, "Dosennya nggak masuk jadi gue langsung kesini,"

"Oh,"

"Ngomong-ngomong mengenai sinopsis yang gue kirim semalem. Lo acc kan?"

"Menurut lo?"

Lira rasanya mau ganti Ketua yang sifatnya nggak ngeselin kayak Adimas, "Biasanya kalo lo read doang tandanya lo acc sih,"

Adimas menarik nafas lalu menatap serius sekretarisnya, "Plotnya menarik sih. Tapi, gue masih belum nemu pemeran yang cocok dengan karakter yang ada di sinopsis short movie kita,"

Lira terdiam sejenak ikutan berpikir lalu beberapa saat senyumnya perlahan terbit, "Gimana kalo pemerannya lo sama gue? Kan ceritanya pemerannya cinta lokasi gara-gara satu UKM film maker kayak kita,"

Adimas menggeleng dengan cepat, "Dih, ogah! Gue nggak cinlok sama lo!"

Lira mengepalkan tangannya berusaha buat nggak cekek Adimas yang kelewatan loading kayak sekarang.

"Kan seandainya Adimas!"

Cowok itu tetap dengan pendiriannya, "Pokoknya kita nggak boleh jadi pemerannya. Gue yakin feelnya nggak bakal nyampe ke penonton karena...ya kenyataannya nggak gitu,"

"Sisa bangun chemistry apa susahnya sih?"

"Nggak!"

"Cocok tau, Dim. Muka lo tuh muka judes dingin gitu sedangkan gue muka manis. Aduh, cocok banget dengan plotnya!"

Adimas yang udah males dipaksa-paksa langsung aja memegang kedua bahu cewek itu, "Inget ya, Lir. Gue dari dulu tugasnya sebagai sutradara dan lo asisten sutradaranya. Mana bisa kita ambil peran itu? Dan ya...gue yakin sih orang lain bisa aja gantiin tugas kita tapi rasanya...pasti beda,"

Lira terdiam sejenak, dia baru sadar kalo selama ini tugasnya selalu jadi asisten sutradara.

"Okay. Terus sekarang gue tanya, lo ada saran pemeran nggak? Kalo pemeran cewek gue bisa sih cari satu anak fakultas gue," Final Lira berusaha mengalah karena alasan realita yang Adimas sampaikan tadi.

Adimas masih berpikir, apa iya ini saatnya melibatkan para bujang kosannya yang wajahnya lumayan good looking di kamera?

"Mukanya harus judes, dingin gitu?" Tanya Adimas.

Lira mengangguk, "Of course. Kalo bisa sih jangan ambil orang yang mukanya diem aja udah kayak senyum apalagi orang yang senang senyum. Gue takutnya pas lagi syuting dianya suka lupa diri dan kebiasannya kebawa pas syuting. Lo nggak maukan kerja dua kali?"

Kalo gini ceritanya Januar yang digadang-gadang Adimas buat direkrut jadi pemeran pupus sudah. Kalo mau ngambil Jeffrey, kayaknya susah karena dia orangnya suka sibuk juga sama event ini itu.

Kalo Alpha, dahlah udah jelas banget dia pasti nolak, Rosie aja yang baiknya nggak ketulungan di musuhin sama dia padahal satu atap, gimana kalo yang bukan se-atap?

Juan wajahnya terlalu gemesin, Devano pasti ketawa mulu, Haikal...shit udah di blacklist duluan sebelum kepikiran buat cari pemeran doi mah. Lukas...nggak bisa, penyakitnya sama kayak Haikal-senang bercanda. Keanu...mukanya terlalu kalem. Yaya sudah jelas wajahnya terlalu sangar, Joni kayaknya nggak bisa soalnya doi udah pusing banget sama penyusunan skripsi ama Tata.

Lingga-oh, no. Dia anak organisasi jadi otomatis juga lagi sibuk ngurusin proker akhir masa jabatannya sebagai ketua Divisi Radio. Jingga atau Caesar? Nggak bisa diharapin, mereka lebih seneng main futsal ama anak kosan Pak Agus. Rangga...wajahnya terlalu jauh dari kesan sangar.

Stefan? Mukanya masih masuk kategori kalem apalagi Steven. Tezar? Dahlah, bisa-bisa kalo dia pemerannya plotnya duluan kesebar di twitter sebelum short movie-nya jadi. Kalo Yusuf...kayaknya dia sibuk urusin rumusnya, Wicaksono terlalu soft banget vibenya.

Ah...Danish?

"Adimas!" Lira kembali membuyarkan pemikiran cowok itu.

"Gue udah nemu pemeran cowoknya," Kata Adimas.

"Siapa?"

"Anak Komunikasi," Jawabnya.

Lira mengangguk lalu mengulum senyum, "Pinter juga. Biasanya anak komunikasi kampus kita pada cakep sih..."

"Ah, diam-diam lo merhatiin anak komunikasi? Gebetan lo anak komunikasi juga?"

Lira menggeleng dengan pipi yang perlahan memerah, "Apasih gak jelas!"

Adimas tertawa besar lalu menepuk pelan kepala sekretaris-nya, "Gak usah sok gayaan lo naksir anak komunikasi. Mereka tampangnya aja cakep tapi kebanyakan buaya. Emang lo siap buat dimainin?"

Lira mendengus, "Kayak lo nggak buaya aja!"

Adimas menyeritkan alis, "Sejak kapan gue nganterin cewek lain pulang selain lo?" ia kembali tertawa meledek, "Gue tuh setianya ke sekretaris gue doang."

Entah mengapa Lira cuman bisa diam dengan perasaan yang tak tergambarkan.

Bisa nggak sih cowok kayak Adimas musnah? Gue nggak suka merasa seolah diprioritaskan yang pada kenyataannya bisa aja gue hanya salah satunya?

"Nahkan, nge-bug. Udah ah, lo cepetan ambil tas terus gue anterin balik," Kata Adimas.

"Lo ngusir?" Ucap Lira.

Adimas menggeleng.

"Gue mau cepetan balik. Ada urusan mendadak." takutnya adek gue berulah di kosan.

---

Sepulang dari pasar, Alpha buru-buru memasukkan ikan cupangnya ke dalam aquarium mini yang sempat dibelinya di pasar. Ikan berwarna biru itu sibuk kesana kemari menikmati rumah hunian barunya. Cowok itu cuman bisa senyum sambil menunjuk-nunjuk kaca aquarium saat ikan cupang satunya mendekat.

"Buset, kosan bentar lagi jadi kebun binatang lama-lama!" Ucap Juan yang baru aja keluar dari kamarnya.

Alpha menoleh lalu menatap sinis, "Jangan ribut. Mereka nanti kaget,"

Juan menghela nafas lalu ikut mendekat, "Nyolong darimana?"

"Gue nggak kayak Haikal ya yang nyolong daster. Gue ini b-e-l-i. Ingat, beli!" Katanya mempertegas.

Devano yang baru aja siap-siap buat ke kampus kini terheran-heran melihat ada aquarium mini di meja ruang tengah. Dengan langkah pelan ia melangkah maju mendekati Alpha dan Juan.

"Kok ada kecebong?" Tanya Devano.

Alpha menyentil dahi cowok itu, "Mata lo kecebong. Ini itu cupang!"

Joni yang lagi mau stel lagu Dj-nya ikutan keluar kamar setelah mendengar kata keramat bernama cupang. Benar-benar ini para bujang, mentang-mentang udah pada legal kerjaannya meresahkan anak perawan.

"Siapa yang habis di cupang?!" Teriak Joni mendekat.

Juan melirik ke arah Alpha, "Tuh orangnya. Ada dua pula,"

Joni menggeleng lalu segera membolak-balikkan tubuh Alpha ke kanan dan ke kiri sambil sesekali mengecek permukaan leher teman kosannya. Alpha yang merasa risih kini mendorong Joni agar menjauh.

"Apa sih, Bang?!"

"Lo abis di cupang atau lo abis cupangin anak orang?!" Tanya Joni mengintimidasi.

Juan yang tadi pendengarannya salah kini menyergitkan alis-ikutan bingung. Beda lagi dengan Devano yang udah ngakak duluan melihat betapa bodohnya situasi saat ini.

"Cupang anak orang apanya bang?" Tanya Juan.

Joni menunjuk Alpha, "Lah, tadi kata lo Alpha abis di cupang. Dua pula. Gila apa!"

Alpha mendengus malas lalu menunjuk aquarium mininya, "Cupang. Ikan cupang gue ada dua. Gila kali gue mau cupang-cupang!"

Joni perlahan menghela nafas lega, sesekali ia mengusap dadanya.

"Alhamdulillah, bujang masih suci," Katanya.

Devano sampai jongkok di lantai membuat ketiga orang lainnya menatap dengan tatapan datar. Penyakit anak satu ini tetap aja nggak hilang. Ya...gimana lagi? Devano tuh recehnya kelewatan, dulu aja Joni cuman perkenalan dia bengek gara-gara katanya muka Joni pas serius itu lucu. Untung aja Joni nggak makan orang jadi dia cuman senyum aja memaklumi.

"Namanya siapa?" Tanya Joni selanjutnya.

"Apanya?"

"Cupang lo,"

Alpha membuka mulutnya, "Oh...em, belum kepikiran sih. Menurut kalian nama yang bagus buat si jantan dan betina ini apaan?"

Juan menatap kedua ikan yang sibuk saling mengejar itu, "Namain aja Jack ama Rose. Nah, kalo lo mau manggil keduanya langsung aja teriak Titanic,"

Alpha berpikir sejenak lalu menggeleng, "Nggak ah. Males banget ada nama Rose-nya,"

Juan mendengus, "Rose is mawar. Mawar is betina. Understand?"

Alpha tetap menggeleng, "Gue gak suka kalo manggil dia Rose. Ganti!"

Joni ikutan berpikir, "Namain aja surga ama neraka. Kalo mau panggil mereka berdua sebut aja akhirat. Ya, hitung-hitung lo selalu inget kematian,"

Alpha menatap Joni setengah kesal, "Apa sih! Ganti! Ganti!"

Juan mencibir, "Udah dibantuin banyak mau pula. Besok gue goreng itu ikan baru tau rasa lo,"

Alpha menunjuk Juan lalu mengarahkan tangannya membentuk tebasan di leher, "Berani sentuh si cupang? Gue gerek lo kayak gini!"

Devano yang udah capek ketawa kini ikut berdiri sambil sesekali menyerka air matanya yang nggak sengaja keluar.

"Ah, capek. But, gue mau nanya. Lo sejak kapan punya niat melihara ginian?"

Alpha terdiam sejenak lalu menatap Devano, "Sekarang,"

"Secara tiba-tiba?"

Juan mundur selangkah ikut berdiri dibelakang Devano, "Wait...lo beli ini sama siapa?"

Alpha menggerutu dalam hati. Shit, masa iya dia ngaku dibeliin sama Rosie? Mau ditaruh dimana harga dirinya? Bisa-bisa dia diledekin habis-habisan. Padahal mah niatnya cuman pengen aja melihara cupang, lagian kalo nggak ditawarin Rosie buat dibeliin sesuatu dia juga ogah kali.

Juan menjentikkan jarinya, "Tuhkan! Gue juga bilang apa! Ini hasil nyolong!"

Devano membulatkan matanya, "Seriously? Lo kayak swiper jangan mencuri? Omg!"

Alpha rasanya mau siram dua meresahkan ini pake air aquarium.

---

dery
bang, nitip danish
ya ikutan nebeng.
motornya lagi di bengkel
dan gue masih ada kelas.

yaya
ruangan berapa
dia?

dery
gedung baru
ruangan 045

yaya
oke.

dery
makasih bang 😘

yaya
jijik, setan.

dery
😗😙😚
read

Dery ketawa kencang di kelas sampai-sampai temennya yang lagi nunggu dosen menatap heran. Dery yang merasa ditatap kini berdehem lalu berusaha bersikap biasa aja dalam artian doi lagi mode cool. Hari ini Danish kelar jam satu sedangkan Dery baru aja mau masuk matkul pertama jadi secara otomatis dia nggak bisa nebengin Danish pulang. Untung Dery inget kalo masih ada bujang lain yang kebetulan satu gedung dan jadwalnya kelar sama kayak Danish yaitu Bang Yaya.

Beberapa menit kemudian dosen cantik bernama Ibu Gayatri datang yang sukses membuat Dery maju duduk di depan. Kalo diajar ama dosen yang satu ini mah doi paling semangat soalnya visualnya buat mata seger jadi nggak ngantuk kalo kuliah jam mager kayak gini.

Beda halnya dengan Danish yang masih sibuk cerita sama temennya di kelas perihal lucunya event Neo Dream Festival dimana lomba Pengetahuan Umum sukses menggemparkan semua orang dengan pertanyaan ngawurnya. Ya, semuanya nggak lepas dari peran Haikal sih yang katanya buat suprise biar game-nya nggak terkesan kaku banget. Kalo masalah hadiah baju yang ngusulin si Danish.

Yaya menahan salah satu mahasiswa yang berisap buat keluar ruangan, "Eh, bisa panggilin Danish?"

Cowok yang bahunya ditahan sama Yaya cuman bisa mengangguk kaku, "T-tunggu..."

Yaya cuman mengangguk sesekali dia menatap ujung lorong dimana anak-anak teknik ikutan lewat dengan seragam hitamnya. Beberapa dari mereka rambutnya gondrong, percis banget dengan penampilan Yaya hari ini. Kalo orang lain yang nggak kenal Yaya pasti mikirnya Yaya anak teknik soalnya vibenya teknik banget padahal aslinya doi anak komunikasi.

"Dan, dicariin sama senior teknik," Ucap temannya.

Danish yang lagi asik ketawa kini menyeritkan alis, "Teknik? Perasaan gue nggak ada kenalan anak teknik..."

Temannya cuman mengangkat bahu lalu menunjuk seseorang yang kini berbalik memunggungi-nya karena sedang berbicara dengan seseorang. Danish terdiam sejenak, kalopun itu beneran Alpha...masa iya rambutnya bisa tumbuh secepat itu?

"Makasih, ya. Gue kesana dulu bro!" Kata Danish pamit kepada teman-temannya.

"Awas lo dilabrak anak teknik, hahaha,"

Danish terkekeh lalu menepis tangan di udara seolah berkata ada ada aja lo. Dengan langkah santai dia menghampiri anak teknik yang di maksud temannya.

"Permisi, katanya lo nyariin gu-"

Perlahan suara Danish menciut ketika Yaya telah berbalik setelah dia bertos ria dengan temannya. Jangan sampai Yaya nyuruh yang macam-macam, bisa-bisa dia pingsan disini. Terdengar berlebihan emang tapi emang se-canggung itu ikatan Danish dan Yaya.

"Kuliah lo udah kelar?" Tanya Yaya basa basi.

Danish mengangguk kaku, "I-iya, B-bang..."

Yaya memicingkan matanya, "Lo beneran latah?"

Danish buru-buru menggeleng, "Ngh...nggak kok, Bang,"

Yaya mengangguk, "Kirain. Ohiya, lo buruan kemasin barang lo terus ikut pulang sama gue,"

Danish kembali menelan ludahnya dengan susah payah. Cobaan apalagi ini Tuhan?

"Dery katanya masih ada kelas jadi dia nitipin elo ke gue. Yaudah buruan gue tunggu," Kata Yaya santai sambil bersandar di daun pintu.

"G-gue naik motor kok, Bang," Jawab Danish berusaha bersikap setenang mungkin tapi tetap aja gagal.

Yaya merapikan rambutnya kebelakang, "Bukannya motor lo di bengkel? Udahlah lo nggak usah sok merasa berat gitu deh. Inget Asas PBB pasal ke lima? Para bujang harus menyediakan bantuan dalam masalah apapun,"

"T-tapi, Bang..."

Yaya menghela nafas, "Waktu gue nggak banyak, Dan. Gue juga mau antar dedek gemes gue balik ke kosannya. Buruan!"

Danish tidak ada pilihan lain selain menurut. Berulang kali ia menyumpahi Dery yang benar-benar meresahkan itu.

Kenapa pula harus Yaya diantara 22 bujang lainnya?

Ah, hari ini dia benar-benar sial!

---

Rosie baru aja habis masak dan menghidangkannya di atas meja makan. Setelah semuanya siap, dia menutupnya kembali menggunakan tudung saji agar lalat-lalat jahat tidak hinggap di masakan yang ia masak dengan penuh cinta dan kasih.

Perlahan ia menaruh celmek yang digunakannya memasak tadi diatas gantungan yang tersedia. Ia menghirup nafas panjang sebelum akhirnya menjatuhkan tubuhnya ke kursi lalu bermain hape untuk sekedar mencari hiburan ringan di tiktok.

Terdengar bunyi dispenser yang sedang ditekan namun Rosie tetap fokus dengan tontonannya. Paling juga bujang lantai atas yang lagi haus jadi niat ke dapur buat minum.

"Tadi ke pasar diantarin siapa?" Tanya seseorang mendekat.

Rosie mendongakkan kepalanya saat mendengar suara tak asing itu, "Ah...lo, Jeff. Gue pikir siapa..."

Jeffrey terkekeh lalu menarik satu kursi dan duduk tepat di depan Rosie, "Lo abis dari pasarkan? Sama siapa?"

Rosie menekan tombol pause lalu kembali fokus menatap lawan bicaranya, "Kok tau gue ke pasar?"

Jeffrey jadi salah tingkah maka dengan cepat dia meneguk air yang diambil tadi setelah merasa lega akhirnya dia kembali membuka suara dengan alasan masuk akal yang telah ia ciptakan di dalam kepalanya.

"Cuman nebak,"

"Oh..."

"Lain kali kalo mau ke pasar jangan ragu buat tanya ke gue," Kata Jeffrey.

"Huh?"

Jeffrey buru-buru menggeleng, "Aduh, maksud gue...kalo butuh bantuan lo nggak usah sungkan minta ke anak-anak. Lagian banyak kok yang pada free hari ini termasuk gue,"

Rosie terkekeh lalu menggeleng pelan, "Ah, nggak usah, Jeff. Gue juga nggak mau repotin. Lagian gue udah biasa sendiri kok. So...don't worry..."

Rasanya Jeffrey mati kutu.

Dia nggak tau mau ngomong apalagi.

"Tapi, alangkah baiknya lo sama bujang ke pasar, Rosie. Apalagikan gue liat tiap lo pulang pasar suka beli banyak belanjaan. Apa gunanya punya 23 bujang kalo nggak ada satupun yang bantu lo ngangkat barang belanjaan di pasar?" Kata Jeffrey lagi.

Rosie mengulum senyumnya, "Makasih. Gue hargain banget. Tapi, selagi gue mampu so...nggak ada hal yang perlu di-khawatirin,"

Aduh, manis banget.

Jeffrey jadi ikut-ikutan menahan senyumnya biar nggak keluar. Emang rada kurang ajar perasaan ini, giliran Rosie udah mau pergi baru deh perasaan semacam ini muncul. Benar-benar tidak tahu diri tapi anehnya Jeffrey suka.

"Bentar malem...lo sibuk nggak?" Tanya Jeffrey.

Rosie berpikir sejenak lalu menggeleng, "Kenapa?"

"Gue mau nga-"

Cangkul cangkul
Cangkul yang dalam
Tanamlah jagung
Di kebun kita~

Rosie menutup matanya setengah kesal, bisa-bisanya ada yang menelfon disituasi seperti ini. Jeffrey cuman bisa menutup mulutnya berusaha menahan tawa. Rosie ini lucu sekali, disaat semua cewek berlomba buat pasang nada dering yang aesthetic atau nggak lagu western eh ini dia pasang lagu anak kecil. Gak apa-apa sih, justru sisi Rosie yang ini yang buat Jeffrey makin gemas.

Alpha is calling you...

Karena nggak mau malu berkepanjangan karena nada deringnya, buru-buru Rosie mengangkat dengan ekspresi datar sedangkan Jeffrey sibuk mengamati dengan tenang.

"Apalagi sih? Nggak cukup gue beliin lo dua ikan cupang?" Tanya Rosie kepada seseorang dibalik telfon.

Jeffrey yang mendengar kata ikan cupang cuman bisa menghela nafas sambil sesekali mengamati air dalam gelas beningnya yang tersisa setengah bagian. Lagi-lagi dia kalah start.

"Menurut lo nama yang cocok buat mereka apaan? Gue tanya Januar eh masa ngasih gue nama Alkena dan Alkana. Dia pikir gue lagi racik senyawa kimia apa?"

Rosie yang awalnya datar kini tertawa, "Bagus tuh. Lo pake itu aja biar isi otak lo berguna dikit tiap liat ikan cupang,"

"Gue tanya Bang Joni dikasihnya nama ngawur,"

"Apa coba?" Tanya Rosie lagi.

"Surga dan Neraka. Katanya biar gue selalu ingat kematian. Gila kan dia?"

Lagi-lagi Rosie tertawa, "Cocok tuh biar lo tobat dikit!"

Jeffrey makin ngerasa kayak butiran debu. Nampak tapi selalu tak dianggap.

"Jadi, apa dong? Lo ada saran nggak?"

Rosie berpikir sejenak, "Em...ah! Lo kasih aja namanya moonstone soalnya betinanya warnanya kayak sinar bulan. Kalo yang jantan namain aja aquarius soalnya warnanya biru,"

Alpha terdiam sejenak dibalik telfon.

"Lumayan biar anak-anak nggak suka pelesetin kayak aset masa depan punyanya Lukas,"

"Serah lo, Al. Hal terpenting lo bahagia dan rawat ikan lo dengan baik," Nasihat Rosie.

Alpha mengangguk dibalik telfon, beberapa saat kemudian nada suaranya berubah menjadi datar.

"Lo nggak usah GR ya gue telfon kayak gini. Gue cuman minta pendapat aja jadi nggak usah mikir yang nggak-nggak,"

Rosie mendengus, nyebelinnya cowok itu tetap mendarah daging.

"Whatever. Bye!"

Tut...

Rosie mematikan panggilannya. Ia kemudian menaruh hapenya diatas meja lalu kembali menatap Jeffrey yang kini terdiam dengan isi pikirannya yang tak tertebak.

"Ohiya, tadi mau bilang apa, Jeff?"

Jeffrey mengalihkan pandangannya, "Gue mau ngajak lo temenin gue makan di lapak Mas Setya,"

"Gue?"

Jeffrey mengangguk lalu kemudian menatap sekeliling, "Gue cuman mau traktir lo sebelum lo beneran pergi,"

Rosie terlihat merenung namun beberapa detik selanjutnya ia tersenyum lalu mengangguk.

"Oke dan makasih ya, Jeff,"

Jeffrey membasahi bibirnya yang kering, dia lagi sibuk merangkai kata-kata.

"Tadi bareng Alpha, lo kemana aja?"

"Kok tau gue bareng dia?"

Shit!

Jeffrey benar-benar mengutuk mulutnya yang tidak sabaran ini.

"Cuman nebak dan ya...gue denger lo bilang ikan cupang. Nah, kebetulan gue tadi nggak sengaja liat Alpha ngurusin ikan cupang. Like...terdengar saling berkaitankan? Makanya gue nebak pasti lo bareng dia..."

Rosie mengangguk lalu kembali menatap penasaran, "So, kenapa kalo gue bareng dia?"

Jeffrey mengetuk meja, "Gue..."

"Iya?" Suara halus Rosie kembali menggema buat Jeffrey makin nggak karuan perasaannya.

"Nggak. Gue cuman mau lo selalu bareng gue. Maksudnya, anak-anak. No, i mean...please, stay with us,"

"Jeff..."

Jeffrey yang keburu frustasi dengan isi kepalanya perlahan menatap Rosie dengan tatapan yang sulit dibaca.

"It's not how a big the house is, it's how happy the home is. If we're together, we can be a little happier." Katanya sambil memegang tangan Rosie berharap cewek itu kembali memikirkan keputusannya.

"NAHKAN KENA LO BERDUA!" Teriak seseorang yang tiba-tiba saja muncul.

Jeffrey secara otomatis melepaskan tangannya dari tangan Rosie lalu segera berdiri untuk melakukan pembelaan.

"Ini nggak kayak yang kalia-"

"Don't get up! Don't stand up! Please don't put your hand up! And don't make me tell you again!" Ucap Tezar yang selalu saja feelingnya benar soal penggibahan.

"Sit down!" Sambung Lukas ikutan sok inggris padahal ini kata pertama yang dipelajarinya dari Keanu.

Rosie ikutan berdiri buat ngasih penjelasan tapi semuanya terlambat ketika Tezar kembali menggeleng dengan jari-jari yang sibuk mengetik thread di twitter.

terciduk pacaran di dapur
(baru-baru aja terjadi)
a thread

Tweet!

Untuk situasi saat ini Jeffrey dan Rosie hanya bisa pasrah dan berharap agar dua biang meresahkan itu tidak lagi menyebar gosip yang tidak-tidak kepada para penghuni kosan. Sepertinya Jeffrey harus mengeluarkan sedikit isi dompetnya untuk menutup mulut kedua biang gosip itu.

---

Miyeon as Alira Devanka

"Ngambek mulu. Makan cepetan." - Adimas.

Suzy as Ibu Gayatri.

"Ternyata gini ya rasanya bersosialisasi dengan bidadari?" - Dery.

Continue Reading

You'll Also Like

919K 52.7K 53
BELUM DIREVISI. "Suutttt Caa," bisik Caca. "Hem?" jawab Eca. "Sttt Caa," "Apwaa?" Eca yang masih mengunyah, menengok ke samping. "Ini namanya ikan ke...
18.8M 1.1M 57
PROSES REVISIAN YA! 23/03/20 cover by : canva
34.5K 3.5K 14
lah kok jadi manusia?-Lee Heeseung 2024
5.8M 635K 47
"Kamu kenapa belum nidurin saya?!" "Maksud bapak apa ya?!" "Ma-maf, maksudnya nidurin anak saya." **** Anya memilih kabur dari rumah daripada di jod...