Ineffable

By Ayyalfy

225K 28.9K 8.3K

Ineffable (adj.) Incapable of being expressed in words. . . Kisah cewek yang ditembak oleh pemilik hotspot be... More

Prolog
1 | Orang Ganteng
2 | Iklan KB
3 | Dasi
4 | Akrobatik
5 | Friendzone
6 | Bu Jamilah
7 | Adik Ipar
8 | Monyet Terbang
9 | Hotspot
10 | Bungkus!
11 | Putri Tidur
12 | Mr. Sastra
13 | Mr. Sastra II
14 | Laki-laki Bertopeng
15 | Ice Cream
16 | Mamang Rossi
17 | Grup Sepak Bola
18 | Don't Go
19 | Bad Genius
20 | Pergi
21 | Dendam
22 | Bunuh Diri
23 | Berantakan
24 | Cinta Segitiga
25 | Memilih
26 | Hotspot 'Lagi'
27 | Andra
28 | Makna Cinta
30 | Bubble Tea
31 | Centang Biru
32 | 9u-7i > 2(3u-3i)
33 | Sundel Bella
34 | Couple Al
35 | Gelang Hitam
36 | Uncle Rafka
37 | Bolos
38 | Pak Moderator
39 | Kejutan
40 | My Lil Sister
41 | It's Only Me
42 | Tom & Jerry
43 | The Moon is Beautiful, isn't it?
44 | The Sunset is Beautiful, isn't it?
45 | Meant 2 Be
EPILOG
EXTRA PART I

29 | Ich Liebe Dich

2.3K 518 588
By Ayyalfy

Aku tantang kalian 500+ komen
Kalau bisa, aku bakalan up cepet👀

Semangaaaat!!!
Wkwk

• • •

RAFKA

Gue merasa sangat bersalah karena baru mengetahui fakta itu. Fakta bahwa Alfy pernah menjadi bagian dari panti asuhan Rindu Kasih. Tanpa gue sadari, gue selalu mengajak Alfy ke tempat dimana kenangan buruk dan masa lalunya berada. Gue pasti menyakitinya dengan kenangan-kenangan itu.

Gue menghentikan langkah, membuat langkahnya juga terhenti dan dia langsung menatap gue bingung. Tangannya yang berada dalam genggaman gue terasa sangat dingin.

"Kenapa?" tanyanya.

"Kalau kamu belum siap, jangan memaksakan diri, Alfy."

Perempuan itu meringis pelan. "Kelihatan banget ya gugupnya?"

Kepala gue mengangguk. "Tangan kamu dingin banget, aku kayak lagi pegang es batu."

Alfy tersenyum. "Gapapa tangan aku dingin, kan ada tangan kamu yang hangatin," ujarnya yang membuat gue meleleh di tempat. "Aku nggak mau terus-terusan berada di zona nyaman. Menelan kenyataan yang pahit lebih baik daripada menikmati kebohongan yang manis tapi hanya sesaat."

Gue mengusap puncak kepalanya. "Pacar aku udah dewasa banget. Jadi makin sayang,"

"Yeee baru tau?" sahutnya sambil menjulurkan lidah.

Fix, cewek tergemas di dunia jatuh kepada Alfy. Valid. No debate!

Setelah ada iklan sebentar, kami berdua kembali berjalan menuju ruangan Bu Rahma. Di sana Bu Rahma telah menunggu kami.

"Hanya ini yang bisa Ibu temukan," Bu Rahma menyerahkan sebuah foto pada Alfy. "tidak ada informasi lain selain foto itu."

Gue ikut melihat foto yang sedang Alfy amati. Sebuah potret seorang wanita setengah baya yang terlihat sangat mirip dengannya. Dari foto itu gue bisa menyimpulkan bahwa kemungkinan besarnya wanita dalam foto itu adalah ibu kandung Alfy.

"Ibu nggak tahu jelas asal-usul foto itu. Tapi saat melihat ada kemiripan di wajah kalian, sepertinya kalian berdua memiliki hubungan dekat. Seandainya ada informasi yang lebih lengkap, mungkin kamu bisa lebih mudah menemukan orang tua kandung kamu. Maafin Ibu, ya?"

Kepala Alfy menggeleng. Dia mencoba tersenyum meski gue tahu ada genangan air mata yang berusaha dia tutupi. "Ini sudah lebih dari cukup, Bu. Makasih ya, Bu?"

Gue memutuskan untuk merangkul bahunya dari samping dan mengusapnya pelan. Berharap itu bisa menenangkannya. "Boleh Rafka lihat buku datanya, Bu?"

Bu Rahma menyerahkan buku tebal yang sedikit usang kepada gue. Sebuah buku yang berisikan data-data anak panti di sini. Gue membaca beberapa hal penting yang tertulis di sana. Seperti tanggal Alfy diadopsi dan nama orang tua angkatnya.

Yang membuat gue sedikit terkejut adalah nama Alfy mengalami perubahan. "Rere? Dulu nama kamu Rere, Al?"

Alfy mengangguk. "Ibu sama ayah yang ganti nama aku. Nama yang aku sendiri susah banget buat nyebutnya karena kepanjangan." Dia ikut melihat buku yang sedang gue baca. Tidak lama kemudian matanya melebar saat melihat foto masa kecilnya yang juga ada di dalam buku itu.

Tangannya langsung menutupi foto itu dengan wajah memerah malu. "Ih, Ibuuu, kok nggak dicopot dulu sih fotonya?" protes Alfy pada Bu Rahma.

Gue dan Bu Rahma terkekeh melihat tingkahnya itu. "Ngapain ditutupin, sih? Aku udah lihat juga," ucap gue yang membuat cewek itu semakin memajukan bibirnya. "Dulu kepalanya bersinar ya, Bund? Nggak ada rambutnya gitu kek Ronaldowati," ledek gue.

"Ih, tuh kan nyebelin! Suka body shaming!"

Gue tertawa sambil berusaha mengusap kepalanya yang dia tepis berulang kali. "Jangan-jangan sekarang masih nggak ada rambutnya?"

"Ada lah!"

"Udah-udah, ditunda dulu berantemnya. Sekarang makan malam, yuk? Anak-anak udah nungguin kalian," alih Bu Rahma, menengahi kerusuhan kami berdua.

Gue dan Alfy mengangguk bersamaan.

"Bu?" Alfy memanggil Bu Rahma yang hendak pergi. "Apa foto ini ... boleh aku simpan?"

Bu Rahma mengangguk dan tersenyum, lalu kembali melangkah dan meninggalkan kami berdua.

"Gimana? Udah lebih tenang?" tanya gue padanya yang ia balas dengan anggukan.

"Banget." Lagi, dia menatap foto itu tanpa bosan. Baru kali ini gue melihat raut kebahagiaan yang benar-benar jujur dari matanya itu. "Aku salah nggak kalau berharap dia itu ibu kandung aku?" tanyanya tiba-tiba.

Gue menggeleng. "Kalian cantik, senyum kalian mirip dan bahkan mata kalian punya binar yang sama. Dia pasti calon ibu mertua aku."

Alfy tertawa.

"Pinjam," Gue mengambil foto itu dari Alfy dan meletakkannya di atas meja. Badan gue berdiri tegak menghadap foto itu sambil tersenyum sopan.

"Ngapain?"

"Shut!" Gue meminta Alfy untuk diam. "Tante, perkenalkan nama saya Muhammad Rafka. Laki-laki yang akan selalu membahagiakan anak Tante bagaimanapun caranya. Walaupun terkadang dia suka nyebelin, suka ngambek, cemburuan, dan suka marah-marah, tapi nggak tahu kenapa saya justru jatuh cinta dengan hal-hal yang dia miliki itu. Boleh ya, Tan, dia buat saya?"

Sesuatu tiba-tiba melingkar di pinggang gue. Alfy memeluk gue dari belakang dan terdengar isakan pelan setelahnya.

"Vielen dank. Ich liebe dich."

Gue terharu mendengarnya. Terharu karena tidak tahu apa artinya.

• • •

ALFY

Aku keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar usai membersihkan badan. Bunyi notif bertubi-tubi menyapaku pertama kali. Dengan rambut basah dan masih berjubah handuk, aku mengambil ponselku yang tergeletak di atas ranjang dan langsung mengeceknya.

Tanpa sadar bibirku tertarik ke samping saat melihat siapa pengirim pesan-pesan itu.

Sumber Overthinking 🐊
By
Aku baru sampe rumah
Terus kamu tau nggak?
Aku udah kangen coba sama kamu:((

Kangen katanya? Bahkan belum ada satu jam kami berpisah di teras rumahku setelah dia mengantarku pulang dari panti. Kekanak-kanakan sekali.

Alfy

Sumber Overthinking 🐊

Langsung tidur ya by
Jangan begadang!
Awas aja

Alfy
Otw kasur

Sumber Overthinking 🐊
No pict hoax!
Coba pap

Alfy
Mohon maaf
Tidak ada gambar dalam mode gratis
Gunakan mahar untuk melihatnya

Sumber Overthinking 🐊 is calling...

Aku terkejut saat dia langsung meneleponku. Tiga detik setelah ponsel berdering aku baru mengangkatnya dan tanpa ucap salam lagi dia langsung menyerobotku dengan pertanyaan.

"Ayo, kapan?"

"Assalamu'alaikum," tegurku.

"Wa'alaikumussalam. Ayo, kapan?"

Aku menyandarkan punggung di kepala ranjang. "Ayo apaan, sih?" tanyaku kesal.

"Itu, mahar. Kamu maunya apa terus maunya kapan?"

Astaga, kukira apa. "Apaan sih nggak jelas banget kamu, Hyung."

Laki-laki itu berdecak. "Serius, ih. Kamu maunya kapan? Besok subuh?"

Aku tertawa. "Ya kali besok subuh. Aku sih kalau nggak sabtu ya minggu."

"Sabtu aja, ya?" tawarnya. "Minggu ada Doraemon, terus siangan dikit ada Ninja Hatori. Nggak bisa."

Lagi, aku tertawa. "Yaudah, nikah aja sana sama Doraemon!"

"Nggak mau. Maunya sama Ninja Hatori," sahutnya, membuatku terkekeh. "Eh, By, kamu tahu nggak kenapa pelangi cuma setengah lingkaran?" tanyanya tiba-tiba yang bisa kutebak kalau itu pasti sebuah gombalan.

"Karena kalau yang penuh tuh cuma cinta aku ke kamu! Halah basi!" tebakku dengan mudah.

"Salah."

"Kok salah?"

"Iya, salah. Kenapa pelangi cuma setengah lingkaran? Karena setengahnya lagi ada di mata kamu."

Bukannya tersipu, aku malah tertawa ngakak. "Mana ada pelangi, sih? Ada belek doang nih!"

"Ah, kamu mah nggak bisa diajak romantis-romantisan," keluhnya kemudian.

"Yaudah, sekarang gantian aku yang gombal," Aku berpikir sejenak. "Kamu tahu nggak apa yang lebih indah dari tidur siang?"

"Apa?"

"Tidur sayang."

Hening.

"Astaga, jantung gueaduh," Terdengar suara ringisan dari seberang sana. "Alfy, itu bukan gombalan! Tapi percobaan pembunuhan tau nggak!"

Aku tertawa.

• • •

Bel pulang sudah berbunyi. Aku dan Roy berjalan menuju parkiran bersama-sama.

"Pulang sama siapa lo? Tuh, pawang-pawang lo udah pada nungguin." Roy menunjuk ke satu arah, lebih tepatnya menunjuk kerumunan laki-laki yang ada di salah satu sudut parkiran. Entah kebetulan atau apa, tiga laki-laki yang kukenal ada di sana. Ali, Riki, dan Alvin. Ketiganya terlihat sedang seru mengobrol.

Roy berdecak kagum. "Perkumpulan cowok bucinan Alfy. Kurang Pak Rafli sama Kak Rafka aja tuh."

"Alvin nggak masuk, Roy," koreksiku sambil mengecek ponsel.

"Belum masuk lebih tepatnya. Gue lihat akhir-akhir ini dia suka banget nempelin lo."

"Mau nyontek aja itu."

Aku mengabaikan Roy saat beberapa pesan baru masuk ke ponselku dan itu dari Pak Rafka.

Sumber Overthinking 🐊
Aku ada rapat guru

Nggak bisa pulang bareng:((

Alfy
Oke gapapa
Aku naik ojol aja

Sumber Overthinking 🐊
Oke, hati-hati ya by

Alfy
Ojolnya namanya Riki

Sumber Overthinking 🐊
HEH!
NGGAK ACI!
ALFY?
KOK GA DIBALES?!
HEI!
JANGAN PULANG SAMA RIKI!

"Dih, bocah gila. Senyum-senyum sendiri," celetuk Roy dengan sinis saat melihatku tersenyum menatap layar ponsel. "Untung emak gue udah jemput, kalau nggak, bisa ketularan gila gue."

"Hati-hati, Roy," ucapku tanpa melihatnya sama sekali dan masih asik dengan ponsel karena Pak Rafka terus mengirimiku pesan yang berisi amukan kesalnya.

Samar aku mendengar Roy berdecih. "Lo yang hati-hati, RSJ lagi nungguin lo."

Aku mengangkat jempol sebagai balasan untuknya.

Tidak lama setelah itu, aku mendengar langkah kaki kembali mendekat. Itu pasti Roy. "Kenapa, Roy? Ada yang ketinggalan?"

"Alfy, bisa kita bicara?"

Kepalaku langsung terangkat saat menyadari bahwa itu bukanlah suara Roy. Pesan-pesan dari Pak Rafka yang belum sempat kubalas terlupakan begitu saja. Aku menelan ludah saat melihat seseorang yang sedang berdiri di hadapanku.

"Mbak Ratna?"

Wanita itu tersenyum.

• • •

Mie ayam yang seharusnya meningkatkan nafsu makanku kini kehilangan daya pikatnya. Aku hanya menatap dalam diam makanan terenak di dunia itu tanpa terbesit sedikitpun untuk memasukkannya ke dalam mulut.

"Kenapa, Alfy? Kamu nggak suka mie ayam?"

Aku sedikit terperanjat dan langsung menggeleng setelahnya. "Nggak kok, Mbak. Aku suka banget malah."

Mbak Ratna tersenyum dan keheningan kembali menyergap kami berdua.

Aku mengambil napas dan mengembuskannya perlahan. Suasana ini benar-benar mencekam, setidaknya hanya untukku. Padahal Mbak Ratna tidak melakukan apapun, malah semua tindak-tanduknya kelewat ramah padaku. Dia selalu tersenyum, mengajakku ke restoran terdekat dari sekolah dan memesankan mie ayam untukku. Tidak ada yang salah di sini, jadi dapat kusimpulkan bahwa letak kesalahannya hanya ada pada pemikiranku yang dangkal. Pemikiranku yang menganggap bahwa dia adalah sosok antagonis yang harus kuhindari.

Banyak sekali pertanyaan yang tersimpan di kepalaku. Kenapa dia membenci hubunganku dengan Pak Rafka? Kenapa dia menghadirkan Bella? Kenapa dia berusaha keras menjauhkanku dari Pak Rafka? Dan kenapa-kenapa lain yang sama sekali tidak bisa kusuarakan untuknya.

Dia terlalu terlihat baik untuk bisa melakukan itu semua. Atau aku hanya belum tahu apa yang sebenarnya tersembunyi di dalam kepalanya itu?

"Kamu sepertinya sangat menunggu hal yang ingin saya bicarakan, Alfy," ucapnya tiba-tiba dan itu sukses membuatku merasa tegang. "atau ada yang ingin kamu tanyakan?" tembaknya tepat sasaran.

Sebenarnya ini kesempatan emas untukku agar bisa menyuarakan semua kebingunganku. Tapi sama sepertinya, aku harus bermain cantik. "Aku lebih yakin kalau Mbak yang punya banyak pertanyaan untuk aku," balasku.

Senyum ramah yang terbit di wajahnya malah memperburuk suasana hatiku. Aku punya firasat bahwa ada hal buruk yang akan terjadi setelah ini.

Mbak Ratna mengambil tasnya dan mencari sesuatu. Tidak lama kemudian dia meletakkan sesuatu itu di atas meja dengan sangat tenang. "Kamu pasti sangat ingin tahu tentang dia."

Aku gagal menutupi keterkejutanku. Dengan tergesa aku merogoh isi tas milikku, memeriksa dompet dan mencari foto dari Bu Rahma yang kusimpan di dalamnya. Foto itu masih ada, lalu kenapa ...

"Kenapa Mbak ... punya foto itu?" tanyaku pelan.

"Karena saya tahu tentang dia, tentang semuanya. Tentang siapa wanita di foto itu dan apa hubungannya dengan kamu. Berita baiknya, saya akan memberitahu kamu tentang itu semua."

Aku paham. Sangat paham akan kemana pembicaraan ini berakhir. "Dengan syarat harus melepaskan Rafka?"

Dan seperti dugaanku, wanita di hadapanku itu mengangguk. "Kamu pandai menyimpulkan, Alfy. Jadi?"

Ponselku yang ada di atas meja bergetar dan menyala. Di sana aku bisa melihat pesan-pesan dari Pak Rafka yang belum sempat kubalas. Laki-laki itu menanyakan dimana keberadaanku, apakah aku sudah sampai rumah atau belum, apakah ojol yang mengantarku ramah atau tidak. Dia seperti biasa selalu menunjukkan bahwa aku adalah hal yang paling ia pedulikan dalam hidupnya. Tanpa pernah berpikir bahwa bisa saja yang paling dia pedulikan itu akan berujung tidak mempedulikannya.

"Oke, aku dan Rafka akan putus. Itu kan yang ingin Mbak dengar?"

• • •
TBC!
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!!!

Inget, 500+ yaaa:)

Btw, gimana dengan part ini?

Sepertinya stiker ini mewakili perasaan kalian pada Mbak Ratna:)

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 117K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
321 54 6
"Honesty in love; tanpa memandangnya, bisa merasakan kenyamanan saat bersamanya" Perjodohan. Ya, ini kisah tentang dua insan yang dijodohkan, karena...
9K 916 43
πŸ’œ LavenderWriters Project Season 07 ||Kelompok 03|| #Tema; Mantan β€’- Ketua: Manda β€’- Wakil: Lintang Γ—Γ—Γ— Ini kisah tentang dua insan yang tak lagi be...
6.7M 284K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...