Ineffable

By Ayyalfy

226K 29K 8.3K

Ineffable (adj.) Incapable of being expressed in words. . . Kisah cewek yang ditembak oleh pemilik hotspot be... More

Prolog
1 | Orang Ganteng
2 | Iklan KB
3 | Dasi
4 | Akrobatik
5 | Friendzone
6 | Bu Jamilah
7 | Adik Ipar
8 | Monyet Terbang
9 | Hotspot
10 | Bungkus!
11 | Putri Tidur
12 | Mr. Sastra
13 | Mr. Sastra II
14 | Laki-laki Bertopeng
15 | Ice Cream
16 | Mamang Rossi
17 | Grup Sepak Bola
18 | Don't Go
19 | Bad Genius
20 | Pergi
21 | Dendam
22 | Bunuh Diri
23 | Berantakan
24 | Cinta Segitiga
25 | Memilih
26 | Hotspot 'Lagi'
27 | Andra
29 | Ich Liebe Dich
30 | Bubble Tea
31 | Centang Biru
32 | 9u-7i > 2(3u-3i)
33 | Sundel Bella
34 | Couple Al
35 | Gelang Hitam
36 | Uncle Rafka
37 | Bolos
38 | Pak Moderator
39 | Kejutan
40 | My Lil Sister
41 | It's Only Me
42 | Tom & Jerry
43 | The Moon is Beautiful, isn't it?
44 | The Sunset is Beautiful, isn't it?
45 | Meant 2 Be
EPILOG
EXTRA PART I

28 | Makna Cinta

2.8K 544 170
By Ayyalfy

RAFKA

"Yok!"

Gue terperanjat saat seseorang dengan tiba-tiba menoyor kepala gue dari belakang. Gue menoleh dan menemukan pelakunya sedang berdiri tanpa dosa di dekat motor gue. Dia sedang serius memakai helmnya.

"Dateng-dateng main langsung noyor aja," protes gue sambil menatapnya kesal. "Ini kepala hei, isinya kamu semua. Kalau ada yang rusak gimana?"

Alfy malah balik menatap gue acuh. "Lagian ngaca mulu. Nambah ganteng juga nggak."

Gue perhatikan, selama kami berpacaran dia tidak pernah memuji gue barang sekali pun. Mulutnya itu alergi sekali memuji gue. "Iya-iya. Yaudah, yuk berangkat! Nanti kita telat."

Cewek itu akhirnya naik ke boncengan gue. Kami pun berangkat ke sekolah bersama.

Di tengah perjalanan gue melihat sesuatu yang unik. "Sayang?"

"Hm?"

"Kamu mau lihat orang pacaran backstreet, nggak?"

"Mana?"

Dengan gerakan kepala gue menunjuk pemandangan yang tidak jauh dari kami. Tepatnya di depan sebuah gang yang kami lewati. "Tuh!"

Alfy melihat pemandangan itu. Seorang siswi berseragam yang gue tebak baru saja dijemput oleh cowoknya di depan gang.

"Ganteng doang jemput cewek depan gang!" teriak gue dan berhasil membuat muda-mudi itu menoleh.

Selang beberapa detik kepala gue kena toyor oleh Alfy. Lagi. "Malu-maluin banget, sih!"

Gue cengengesan. "Lagi tren tau."

Dari kaca spion gue bisa melihat cewek itu memutar bola matanya dengan jengah. Tidak lama kemudian dia kembali membuka percakapan. Kali ini membahas topik yang sangat sensitif.

"Eh, kamu tau nggak? Riki ngundang aku di acara perform pertama dia. Dateng yuk!"

"Apaan sih kok tiba-tiba bahas dia?" tanya gue kesal.

"Perform musik di café gitu. Kalau kamu nggak mau, aku datang sendiri aja kalau gitu."

Dia benar-benar menguji kesabaran gue. "Hei, siapa juga yang ngebolehin kamu pergi?"

"Lho? Siapa juga yang minta izin kamu?" sahutnya dengan nada nyolot. "Udah lama aku nggak lihat dia gitaran. Sayang banget kalau sampe nggak dateng."

Gue berdecak kesal. "Apa hebatnya sih cowok main gitar? Lebih hebat juga cowok main futsal, lebih maco."

"Riki dulu kapten futsal tau."

"Ganteng doang tapi nggak pinter, buat apa?"

"Eh kata siapa? Nilai pelajaran komputer dia selalu bagus, terus pinter gambar juga."

Ini acara apa, sih? Kok Alfy membangga-banggakan Riki terus? "Au ah!"

Sudah gue duga tidak ada yang namanya persahabatan antara cowok dan cewek. Seharusnya gue larang saja Alfy untuk bersahabat dengan laki-laki itu. Apalagi Riki itu adalah mantannya.

Gue mendiami Alfy karena kesal. Sampai akhirnya cewek itu mendekatkan wajahnya dengan menumpukannya di pundak gue. Dari ujung mata gue bisa melihat dia sedang menahan senyumnya.

"Iri? Bilang bos! Hahay~"

Sumpah, itu terdengar sangat menyebalkan di telinga gue karena dia mengucapkannya dengan bernada. "Kamu minta banget aku turunin di tengah jalan, ya?"

Dia menjulurkan lidahnya. "Itu lagi tren tau."

Tren mbahmu!

Tidak terasa kami berdua sudah hampir tiba di sekolah. Dan seperti biasa, kami tidak akan berboncengan sampai sekolah. Di depan sebuah gang kecil gue memberhentikan motor.

Alfy turun dari motor gue, melepaskan helm dan memberikannya pada gue. "Ganteng doang, nganter cewek sampe depan gang!"

Usai mengatakan kalimat pamungkasnya itu Alfy langsung melenggang pergi. Meninggalkan gue yang terpaku di atas motor.

"Yah, salah gue."

• • •

ALFY

To: Sumber Overthinking 🐊
Aku baru keluar kelas
Kamu dimana?

Pesanku tidak kunjung mendapat balasan. Saat aku sudah tiba di parkiran, aku paham kenapa dia tidak membalas pesanku. Ternyata dia sedang sibuk mengobrol dengan Pak Enjun.

Aku berdecak, sebegitu hebatnya Pak Enjun mengalihkan dunianya.

Oke, tidak apa-apa. Aku akan menunggunya di depan gang seperti biasa dan akan berpura-pura tidak melihatnya saat melewatinya nanti.

Aku pun melangkah santai ke arahnya. Kupikir dia tidak menyadari keberadaanku, namun ternyata saat aku melewatinya, tasku ditarik dari belakang oleh seseorang. Membuat badanku terhuyung ke belakang.

Semoga bukan Pak Rafka, semoga bukan dia!

Aku tidak berani memutar kepala dan malah berdiri kaku di tempat.

"Kamu mau kemana?"

Suara itu ... jelas bukan suara milik Riki, Ali, apalagi Pak Enjun. Aku menelan ludah. Semua mata melihat ke arahku sekarang. "Ma-mau pulang."

"Yaudah."

Kupikir setelah itu tali tasku akan dilepas, tapi ternyata malah diseret untuk mengikuti langkahnya. "Eh-eh, Pak! Kok—"

"Mau pulang, kan?" Pak Rafka terus menyeret tasku dan membuatku berjalan mundur tak beraturan. "Yaudah. Ayo!"

Laki-laki itu mengajakku ke tempat dimana motornya terparkir. Dia masih memegangi tali tasku untuk mengantisipasi agar aku tidak kabur darinya. Dia memberikan satu helmnya padaku secara paksa yang kuterima dengan ekspresi tak habis pikir.

"Pak, ini masih di sekolah," cicitku.

"Tau, kok." Dia mendekatkan wajahnya padaku. "Tapi daripada ada yang ngeluh aku ganteng doang tapi antar cewek sampe depan gang, hayo?"

Oh, jadi karena itu. Aish, aku menyesal telah mengatakan itu padanya. "Tapi nggak etis tau guru dan murid boncengan di lingkungan sekolah."

"Sekolah udah kelar, Alfy. Sekarang kita bukan murid dan guru, tapi pasangan."

Perutku mual mendengarnya. "Bodo, ah. Saya mau pulang sendiri!"

"Aku laporin ibu kamu mau?"

Aku yang sudah berancang ingin melarikan diri langsung membatalkannya. "Kok sekarang suka ngancem, sih?"

"Aku telepon ayah kamu, ya?"

Aku menghela napas. Semenjak pertemuan keduaku dengan preman-preman yang membuatku berakhir luka-luka, ibu dan ayah melarangku untuk bepergian seorang diri. Yang membuatku kesal adalah mereka mempercayakan Pak Rafka untuk menjagaku. Manusia paling over protective yang aku kenal.

"Yaudah. Tapi saya nggak mau dari sini boncengannya, tapi di gang—"

"Nggak ada tapi, sayang. Cepet naik!"

"Pak—"

"Aku kangen Rara. Kita ke panti, ya?"

"Pak—"

"Bella!"

Aku langsung menoleh saat dia menyebutkan nama terkutuk itu. Sialnya, aku kena tipu. Tidak ada Bella di sekitar kami. "Nyebelin banget, sih?!"

Laki-laki itu terkekeh. "Makanya cepet naik, sayang. Nggak mau kan kalau aku boncengin cewek lain?"

Kepalaku menggeleng dan naik ke boncengannya setelah memakai helm. "Awas aja kalau berani boncengin cewek lain. Aku tahu tempat dukun santet dimana!"

• • •

Setibanya di panti, seperti biasa semua anak-anak di sini menyambut kami dengan antusias. Kami menyempatkan untuk membeli beberapa camilan sebelum ke sini. Dan ketika melihat wajah bahagia mereka, rasa hangat langsung mengalir di dalam dada.

Rara menyambutku dengan pelukan sebelum menempel pada Pak Rafka yang sudah seperti seorang ayah bagi anak itu. Aku memutuskan untuk mencari Bu Rahma yang Satria bilang sedang sibuk di dapur, menyiapkan makan malam.

"Lagi masak apa, Bu?"

Bu Rahma menoleh dan sedikit terkejut karena kehadiranku. "Eh, Alfy? Baru tiba?"

Aku menyalami punggung tangan wanita itu. "Baru aja."

"Sama Rafka?"

Kepalaku mengangguk. "Aku bantu potongin sayurannya ya, Bu?"

Kami berdua pun larut dengan kegiatan memasak sambil mengobrol satu sama lain. Banyak tingkah anak-anak di sini yang Bu Rahma ceritakan. Mulai dari Satria yang semakin unik dengan kenakalan-kenakalannya, Rara yang tidak lagi mengompol namun sering mengigau saat tidur, atau Sandra yang sudah mendapatkan menstruasi pertamanya.

"Bu?"

"Ya?"

Setelah memikirkannya cukup lama, aku merasa ini waktu yang tepat untukku. "Aku boleh minta tolong sama Ibu?"

Aku mengeluarkan sebuah foto yang selalu kusimpan di dalam dompet dan menyerahkannya kepada Bu Rahma. "Mungkin Ibu bisa bantu aku untuk mencari tahu siapa orang tua kandung dari anak yang ada di foto ini."

Bu Rahma memperhatikan foto yang kuberi. Dia tampak terkejut setelahnya. "Ini kamu?"

Aku mengangguk.

Tubuhku langsung dibawa ke dalam pelukannya. "Ibu nggak tahu kalau ternyata kamu pernah merasakan hidup di tempat seperti ini, Alfy. Kamu pasti lebih kuat dari apa yang Ibu lihat."

"Aku bahagia kok, Bu, sama hidup aku yang sekarang." Pelukan kami terlepas dan aku menatap wanita paruh baya itu dengan hangat. "Cuma ... mungkin akan lebih lega aja kalau aku tahu latar belakang keluarga asli aku."

"Ibu bantu cari, ya? Mungkin akan agak susah karena Ibu hanya meneruskan kepengurusan panti ini dari almarhumah ibunya Ibu. Tapi, semoga aja kamu bisa mendapatkan jawabannya."

Aku mengangguk dan tersenyum simpul. "Makasih ya, Bu?"

"Sama-sama, sayang."

"Kak Alfy!"

Aku dan Bu Rahma langsung menoleh ke sumber suara dan menemuka sosok Satria di ambang pintu. "Iya, kenapa, Satria?" tanyaku pada bocah laki-laki itu.

"Kak Rafka manggil Kakak. Dia bilang dia nunggu Kakak di taman."

Aish, laki-laki itu. Awas saja kalau bukan sesuatu yang penting. "Bu, Alfy temuin Rafka dulu, ya? Nanti Alfy sambung lagi bantuin Ibu di dapur."

"Iya, Alfy. Nggak apa-apa. Ini juga sudah hampir selesai kok."

Dengan tidak enak hati aku meninggalkan Bu Rahma dan menghampiri laki-laki itu di taman. Sesampainya di sana aku melihat dia sedang duduk di salah satu bangku kayu dan membelakangiku. Aku mendekat dan berakhir duduk di sebelahnya.

Aku sedikit terkejut saat melihatnya sedang memangku sebuah gitar. "Kamu kesambet apa?"

Pak Rafka menatapku terluka. "Kok aku nggak dapet pujian kayak Riki, sih?"

Oh, jadi itu alasan kenapa ada sebuah gitar bersamanya. "Tergantung. Kalau kamu bisa maininnya ya aku kasih pujian."

"Kamu ngeremehin aku?"

Aku menggeleng. "Just wanna challenge you."

"Oke! Siapa takut! Aku bakal buktiin kalau bukan Riki doang yang bisa gitaran."

Tidak lama petikan gitar terdengar, disusul dengan suaranya yang menyanyikan sebuah lagu yang familiar di telinga.

Aku tak tahu apa yang lain darimu hari ini
Apa itu karena sepatu converse-mu
Atau kukumu yang belum kau potongin

Senyum di wajahku tidak bisa kutahan lagi saat tahu lagu apa yang dia nyanyikan itu. Ini pertama kalinya aku mendengarnya bernyanyi dengan iringan gitar. Dia juga mengubah liriknya dan itu terdengar lucu bagiku.

Pernahkah kau bertanya
Seperti apa bentuk air tanpa wadah
Pernahkah kau mengira
Seperti apa bentuk cinta ...

Dia menatapku di jeda nyanyiannya membuat senyumku semakin mengembang. Tidak sebagus skill yang Riki punya, tapi dia melakukan yang terbaik versinya.

Rambut nggak warna-warni
Nggak kayak jamet

Aku tertawa.

Imut lucu walau dia terlalu tinggi
Pipi chubby dan kulit putih
Senyum manis, gigi nggak kelinci
Membuatku tersadar
Bentuk cinta itu .. ya kamu!

Aku memberinya tepuk tangan saat dia mengakhiri lagunya.

"Gimana? Aku lebih keren kan dari Riki?" tanyanya sangat percaya diri. "Daripada kamu nonton dia perform, mending lihat perform aku aja. Gratis dan unlimeted mau lagu apa aja bisa."

"Kamu cocok jadi vokalis," pujiku padanya.

Dia menatapku antusias. "Vokalis apa?"

"Vokalis tahu bulat."

Aku tertawa terbahak-bahak melihat perubahan ekspresinya. Dia menekuk wajahnya dan menatapku kesal. "Tahu bulat digoreng dadakan, lima ratusan. Gurih-gurih nyoi~"

Aku kira dia akan marah saat aku meledeknya dengan lagu tahu bulat, tapi dia malah mengacak-acak puncak kepalaku dan tersenyum lebar. "Gemoy banget sih pacar aku ini," ujarnya.

Dibilang 'gemoy' olehnya membuat wajahku merona. Astaga, dangdut sekali.

"Sekarang lagu yang kedua,"

"Eh? Ada lagi?"

Laki-laki itu mengangguk. "Kali ini spesial banget. Dengerin, ya?"

Dia kembali memainkan gitarnya dengan jari-jari lentiknya yang entah sejak kapan bisa memainkan alat musik itu. Ternyata rasa cemburunya pada Riki benar-benar memotivasinya untuk bisa bermain gitar. Padahal, tanpa harus bisa memainkan gitar pun dia sudah menang telak dari Riki. Untuk apapun itu.

Kita dipertemukan oleh cinta
Kita tak saling ingkar janji
Kita saling melengkapi
Hingga tua nanti

Detik ini juga aku merasa seperti kembali jatuh cinta padanya. Orang yang dulu begitu kubenci karena selalu bertingkah menyebalkan. Orang yang selalu kurespons dengan wajah tak bersahabat setiap kali dia mencoba mendekatiku. Ternyata telah lama waktu berlalu. Aku menyesal karena telah bertemu dan mengenalnya. Menyesal kenapa tidak dari dulu kami bertemu.

Denganmu kumengerti arti cinta
Arti cinta sesungguhnya
Tumbuh di setiap saat
Dan mengerti makna cinta
Makna cinta yang abadi
Kan kujaga cinta ini

Petikan gitar terhenti. Lagu milik Rizky Febian yang berjudul 'Makna Cinta' itu belum selesai dia nyanyikan dan sekarang dia malah menatapku. "Al?"

Aku mengerjap. "I-iya?"

Jarinya menunjuk ke satu arah. "Itu ada apaan, deh?"

Aku langsung menoleh mengikuti jarinya. "Mana—"

Cup!

Laki-laki itu mencium pipiku dengan tiba-tiba, membuatku terhenyak selama beberapa saat. Itu tidak lebih dari satu kedipan mata tapi rasanya mukaku seperti terbakar karena rasa malu.

Aku kembali menatapnya, kali ini dengan kesal. "Ih, apa-apaan, sih?!" Aku mengusap pipiku berulang kali, menghapus jejak bibirnya dari sana. "Suka banget bikin dosa, ya?"

Pak Rafka terkekeh. "Nggak usah jual mahal, deh. Nanti kamu aku cicil, lho."

"Cicil-cicil! Emangnya aku rumah?" gerutuku masih sambil mengusap-usap pipi.

"Alfy?"

Panggilan seseorang yang menyebut namaku terdengar dari arah belakang. Aku dan Pak Rafka langsung memutar kepala dan menemukan sosok Bu Rahma berdiri tidak jauh dari kami.

Aku menelan ludah. Bu Rahma tidak lihat adegan tadi, kan?

"Iya, Bu?"

Bu Rahma tersenyum. "Ibu sudah menemukan data kamu."

Pak Rafka menatap bingung kami berdua. "Data apa?"

Aku menahan napas. Apa ini tidak terlalu cepat untuk mengetahuinya?

• • •
TBC!
Jangan lupa vote dan comment ya!!!

Aku minta maaf karena slow update:(
Writer's block akhir-akhir ini nggak mau pergi:( Jadi ga kelar-kelar nulis.

Aku juga mau UAS nih, mungkin akan slow update lagi:)

Tapi, kalau lapaknya rame, bisa aja update cepet ✨

Continue Reading

You'll Also Like

129K 5.9K 79
Part Lengkap FOLLOW DULU SEBELUM BACA :) Kirana Maheswari, gadis berhijab bertubuh mungil ini tidak habis pikir jika di sekolah barunya yaitu SMA Adh...
Dua Sejoli By ika

Teen Fiction

114K 11.8K 10
Squel Of Dosen Kampus cover by : canva
135K 12.7K 42
Tidak pernah terpikir sebelumnya oleh Gema, dia mencintai Dokter yang merawat ayahnya sendiri, memacarinya sampai mengikat janji. Namun, apa jadinya...
1M 39.2K 25
[Part lengkap tersedia di Karya karsa] Sebagai anak Sulung Arsyad mempunyai beban berat yang harus ia pikul untuk adik-adiknya. Hidup hanya bermodal...