4

2.8K 152 3
                                    

Heheheh, maafkan diriku yang baru upload lanjutannya ini. Oh iya, di media ada fotonya Aurel loh... aku sudah menentukan orangnya, agar kalian lebih mudah membayangkannya. Terima kasih sudah membaca cerita saya dari awal. Saya menghargai para pembaca yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena saya memang tidak tau siapa saja yang membaca.

Tanpa banya basa basi, langsung simak saja ceritanya :)

“Aku, masih hidup. Hanya saja, aku terpisah oleh ragaku,” ia menatap mataku dengan tatapan yang serius. “Kau, harus membantuku untuk kembali ke ragaku. Bagaimanapun caranya.”

“Bagaimana kalau aku tidak mau atau tidak sanggup melakukannya?”

“Dengan senang hati aku akan mengusik hidupmu sampai aku kembali ke ragaku,” ia mengeluarkan senyuman liciknya yang entah mengapa terlihat tampan. “Kau dengar, nona?” ucapnya menyadarkanku kembali ke dunia nyata.

Aku mengangguk mengiyakan. “Tapi bagaimana caraku untuk mengetahui dimana ragamu? Aku saja tidak tau siapa namamu,” ujarku.

“Maximili Abraham, orang – orang biasanya memanggilku Max,” kata makhluk astral yang tampan itu.

“Baiklah Max, harus darimana aku mencari informasi mengenai keberadaan ragamu itu?” tanyaku dengan nada jengkel. Bisa – bisanya hantu ini mengancamku. Memangnya, apa yang bisa ia lakukan? Ia kan hanya hantu. Makhluk yang tak kasat mata yang bisa saja diabaikan dengan mudah.

“Ternyata aku meminta pertolongan terhadap orang yang salah ya? Ku kira kau pintar,” setelah berkata seperti itu, Max mendadak menghilang tanpa jejak.

“Hey! Hantu sialan! Apa maksud perkataanmu, hah!? Kamu pikir aku bodoh, hah!? Kembali kau!” teriakku seperti orang gila. Max sialan. Setelah meledekku, ia pergi begitu saja, seperti hantu saja. Eh, Max kan memang hantu? Aduh, sepertinya dalam jangka waktu dekat, aku akan menghuni RSJ karena hantu sialan itu.

Ah, yasudahlah, lebih baik aku tidur saja. Lagi pula ini sudah jam 1 lebih. Hoam… dan sepertinya ngantukku juga mulai datang. Akupun naik ke atas ranjang dan mulai menyelimuti diri dengan selimut seadanya dari rumah sakit. Huh, disaat – saat seperti ini, aku rindu dengan kedua orang tua ku. Kira – kira mereka tau gak ya… kalau aku sedang sakit?

Akupun mulai menutup mata dan memasuki alam mimpi.

***

Ahh… cahaya putih apa itu? Kenapa terang sekali? Loh… kenapa aku jadi di depan pintu ruanganku? Ya sudahlah, aku masuk saja.

Aku meraih gagang pintu. Loh… kok? Loh… kenapa tanganku tembus ke pintu sih? Wah, wah, ada yang gak beres nih. Masa aku bisa nembus tebok sih? Ku coba untuk meraih gagang pintu itu, tapi kenapa tanganku malah menembusnya? Ini gila! Masa aku sudah mati!? Baiklah, kalau aku tidak bisa membuka pintunya, lebih baik kutembus saja pintunya.

Setelah menembus pintu itu, terlihatlah ruanganku yang agak berbeda. Vas bunga yang biasanya kosong, kini terisi penuh oleh mawar hijau? Aku baru tau kalau ada mawar hijau, dan sejak kapan ada mawar hijau di ruanganku?

Ku toleh kearah ranjang, dan ternyata aku menemukan seseorang yang sedang berbaring di atas ranjangku. Ia terlihat mengenaskan dengan semua alat bantu yang menempel di tubuhnya. Ahh… aku jadi kasian dengan orang itu. Tapi… sepertinya wajahnya tak asing lagi buatku.

Kulangkahkan kakiku mendekati ranjang tersebut, dan ternyata benar. Orang yang berbaring di atas ranjang itu memang sudah taka sing lagi buatku, karena sudah beberapa kali aku menemuinya. Max. ya, pria yang sedang berbaring di ranjang itu adalah Max. Keadaannya lebih menyedihkan daripada menjadi arwah. Ya ampun Max… aku jadi prihatin melihatmu seperti itu.

Tiba – tiba seorang dokter dan seorang wanita yang sepertinya ibunya masuk kedalam ruangan.

“Dok, bagaimana perkembangan anak saya? Kapan ia bisa siuman?” ucap wanita tua itu dengan raut wajah yang khawatir.

Aku jadi ikut sedih melihat kekhawatiran wanita itu. Seandainya ibuku juga mengkhawatirkanku saat aku sakit.

“Maaf bu, sepertinya saya sudah tidak bisa menangani penyakit anak ibu. Selain itu, alat – alat di rumah sakit ini kurang memadai, dan saya bisa menyarankan ibu untuk memindahkan anak ibu ke rumah sakit yang fasilitasnya lebih lengkap dan saya juga mengenal seorang dokter yang bisa menyembuhkan anak ibu,” ucap dokter itu panjang lebar.

“Biklah dokter, tolong anak saya. Apapun akan saya lakukan untuk kesembuhan anak saya,” ujar wanita itu.

“Baiklah, ibu tolong ke ruang administrasi untuk memindahkan anak ibu ke rumah sakit Ross…”

“Ross… ah? Aku dimana?” kutengok ke daerah sekitarku. Oh, inikan ruanganku. Berarti… yang itu tadi mimpi ya? Rumah sakit Ross? Memangnya ada ya, rumah sakit Ross?

Falling In Love, with GHOST!?Where stories live. Discover now