XIV

98 23 3
                                    

"Maaf kalau omongan saya tadi kedengarannya aneh. Tapi, saya serius sama pertanyaan saya sebelumnya. Kalian berdua nggak habis dikasih sesuatu 'kan sama hantu-hantu yang ada di kereta ini?" Melihat Dewantoro dan Johanna yang hanya mengalihkan pandangan, penumpang asing itu menghela napas karena dugaannya ternyata benar. "Ya ... nggak apa-apa, sih. Toh, kalian sekarang kelihatan baik-baik aja."

Gerbong restorasi kini terasa lebih sunyi daripada sebelumnya. Dewantoro memutuskan untuk melanjutkan kembali aktivitas makannya yang sempat tertunda, sementara Johanna berusaha menghangatkan kedua tangannya dengan cara memegang cangkir teh milik si penumpang asing tadi. Secara diam-diam, ia memperhatikan bagaimana pria itu bersiul sembari menyeduh sekantung teh celup di balik counter, seolah-olah dia sudah hapal betul dengan gerbong ini.

Apakah dia benar-benar manusia? Kalau iya, kenapa dia bisa bersikap sesantai itu mengenai keadaan mereka saat ini? Kenapa ia tidak merasa takut dan ngeri seperti Johanna juga Dewantoro?

Mungkinkah dia ini ... hantu? Tapi, apa iya hantu bisa mengonsumsi makanan manusia? Atau jangan-jangan, dia adalah hantu level tinggi yang ilmunya bisa meniru tingkah laku manusia-

"Saya manusia beneran, kok, tenang aja."

"Eh?" cicit Johanna setelah mendengar suara si pria ditambah cubitan di punggung tangannya. Netranya mengarah kepada Dewantoro yang balas mendelik ke arahnya. "Apa?"

"Kalau lagi ngomongin orang mbok dalam hati aja, keras banget kamu ngomongin dia dari tadi, Mbak. Bisa-bisanya kepikiran soal hantu level tinggi segala."

Dewantoro bingung antara harus merasa kasihan atau menertawakan wajah kakaknya yang kini sudah berwarna merah karena malu. Johanna secara spontan menyembunyikan wajahnya dengan telapak tangan, dan Dewantoro hanya bisa menepuk-nepuk kepala kakaknya.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kalian naik kereta ini dari mana?" Pertanyaan itu muncul setelah penumpang manusia ketiga di kereta itu kembali duduk, tentunya dengan secangkir teh aroma melati di tangannya.

"Bandung."

"Jauh, ya? Aku cuma dari Purwokerto, sih."

"Ini udah ngelewatin Purwokerto?!" seru Winarso bersaudara, membuat si pria mengedipkan kedua matanya beberapa kali sebagai bentuk ekspresi terkejut darinya.

"Udah dari tadi malahan. Kalian emang nggak sadar, ya?"

"Kita-" Johanna tidak segera melanjutkan kata-katanya karena ia mulai menduga-duga kalau sebenarnya kereta ini sempat berhenti di beberapa stasiun saat ia tertidur atau sewaktu lampu di gerbong mendadak padam dan keduanya sempat tak sadarkan diri. "Kayanya waktu kita berdua ketiduran."

"Masnya tahu kalau ini kereta hantu?" tanya Dewantoro, yang membuat si pria meliriknya dengan ekspresi datar sebelum tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya.

The Last DutyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang