2

37 5 0
                                    

Jangan lupa Vote dan tinggalkan komen yaaa :D
Happy Reading!
----------------------------

Sejak tadi jantung Ayara tidak bisa berhenti berdebar-debar hebat, sejak kata SAH terucap dan pesta pernikahan di gelar. Rasa gugup itu masih bercokol di jantungnya.

Terlebih saat ia melihat Dewa, kenapa pria itu bisa begitu tampan. Walaupun ia di jodohkan tetapi di sandingkan dengan pria tampan wanita mana yang tidak senang.

Sudah tampan, mapan lagi.
Hal itu yang pertama kali terlintas di pikiran Ayara saat bertemu Dewa pertama kalinya.

Sudah dua jam berlalu, rasanya kaki Ayara sudah sangat pegal karena terus berdiri menyalami para tamu yang datang, belum lagi saat Alisha putri Dewa yang kini juga menjadi putrinya, merengek untuk duduk di pangkuan Ayara.

"Mas, ini pestanya sampai jam berapa sih?" Tanya Ayara sambil berbisik di telinga suaminya.

Dewa melirik Ayara sekilas. "Tidak tahu."

Ayara berdecak kesal. Itu mulut susah banget di pake ngomong apa gimana?

"Undaaa, uruun." Ayara tersenyum lembut, mengecup kepala putrinya sebelum menurunkannya dan memberikannya pada ibunya yang sejak tadi duduk tidak jauh dari kursi mempelai.

Ayara bisa bernapas lega saat semua tamu  pulang dan waktu pesta pun berakhir. Ayara yang sudah benar-benar lelah langsung meminta ijin untuk segera mandi dan melepaskan semua pakaian kebaya pesta ini.

Mereka memang sengaja menggelar acara pernikahan di rumah keluarga besar Dewa, karena baik dari Ayara dan Dewa mereka tidak ingin mengundang tamu terlalu banyak.

Ayara bergegas ke kamar tidur yang sudah di hias sedemikian rupa, saat ia akan masuk seorang wanita yang tadi bertugas merias Ayara datang menghampirinya.

"Mbak Aya mau ganti baju?"

Ayara mengangguk cepat, "Tolong bantu ya mbak, aku takut gaunnya kenapa-kenapa."

Wanita itu mengangguk mengerti dan segera ikut ke kamar pengantin untuk membantu Ayara.

"Kalau begitu saya permisi mbak Aya." Ucap wanita itu sambil tersenyum sebelum keluar dari kamar itu.
Ayara mengangguk seraya mengucapkan terimakasih.

Ayara membuka kotak make-up nya dan mulai membersihkan make-up yang menempel di wajahnya. Tiba-tiba pintu terbuka, sosok Dewa masuk kedalam masih dengan baju pengantin.

"Kamu mau ganti baju?" Tanya Ayara pada Dewa yang kini sudah menjadi suaminya.

Bukannya menjawab Ayara, Dewa justru langsung masuk kedalam kamar mandi dengan kaos dan celana santai di tangannya.

"Dih, ngapa tuh laki? Kebelet kali ya. " Gumam Ayara heran, dan mengedikan bahunya acuh.

Tidak selang berapa lama, Dewa keluar dari dalam kamar mandi dengan keadaan yang sudah segar, juga sudah berganti pakaian dengan pakaian santainya.

Ayara yang sudah menunggu sejak tadi pun langsung bergegas masuk kedalam kamar mandi. Ia sudah tidak tahan dengan tubuhnya yang sudah lengket sejak tadi.

"Haahh... Segarnyaaaa."
Tubuhnya langsung merasa segar saat air shower menyentuh kulitnya.

Tidak butuh waktu lama untuk Ayara mandi karena sudah sangat ingin menyentuh kasur.
Begitu ia keluar dari dalam kamar mandi, Ayara melihat Dewa sedang memainkan ponselnya di kasur mereka.

Seketika wajah Ayara memerah begitu ia ingat jika sekarang adalah malam pertamanya. Jantung Ayara kembali berdetak, rasa gugup itu kembali datang.

Kok aku deg-degan ya?

Ayara menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan berharap rasa gugupnya hilang, tapi sepertinya percuma karena jantungnya tidak bisa diajak kerjasama hari ini.

"Ekhem!" Aida berdeham untuk mengalihkan perhatian Dewa dari ponselnya. Dengan perlahan Ayara berjalan menuju kasur mereka.

Semakin ia berjalan mendekat semakin jantungnya berirama kian hebat.
Ayara kini duduk di sebelah Dewa, ia tidak tahu harus berbuat apa.

Kalau ia langsung merebahkan diri dan tidur ia takut Dewa marah, ingin memulai lebih dulu tapi ia malu.

Selama beberapa detik mereka hanya saling diam, tidak ada yang memulai pergerakan. Baik dari Dewa ataupun dari Ayara.

Ayara memberanikan diri menoleh pada Dewa. Saat wajahnya menatap Dewa, Dewa pun sedang memandangnya.
Ayara kembali menundukkan wajahnya karena malu.

Ayara sedikit kaget saat Dewa menggenggam tangannya. Pria itu menyentuh pipi Ayara dan meminta gadis itu untuk melihatnya.

"Saya tahu kita sudah menikah, dan saya berhak untuk 'mengambilnya'. Tetapi saya tidak ingin memaksa kamu, jika memang kamu belum siap saya bisa menunggu." Ucap Dewa pada Ayara.
Mengingat mereka menikah bukan karena saling cinta, Dewa mengerti jika Suara belum siap. Ia tidak akan memaksa wanita yang sudah menjadi istrinya itu.

Ayara menatap mata Dewa, berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk.
"Aku siap, lagi pula ini kewajiban saya sebagai istri kan? Umm... Tapi... "

"Tapi?"

Wajah Ayara kian memerah, "Tapi, tolong pelan-pelan. Karena ini pertama kalinya buat Aku."

Dewa mengangguk mengerti. Pria itu langsung memajukan wajahnya untuk menyatukan bibir mereka.

Ayara langsung memejamkan matanya, bibir mereka saling berpagut dan menyesap satu sama lain.

Dewa menggigit bibir bawah istrinya, agar wanita itu membuka mulutnya.
Ciuman mereka semakin dalam dan panas, bahkan lidah mereka saling membelit satu sama lain.

Lenguhan kecil terdengar dari bibir Ayara saat Dewa menyentuh dada Ayara dari luar bajunya.

Kabut gairah kini sudah menguasai Ayara, terlebih Dewa. Pria itu semakin memperdalam ciumannya.

Satu tangan Dewa memegang tengkuk Ayara, agar ciuman mereka kian dalam. Sementara tangan satunya sudah menjelajah setiap jengkal tubuh Ayara, terutama pada payudara istrinya itu.

Mereka melepaskan ciuman mereka untuk menarik nafas. Belum pernah Ayara merasakan ciuman seperti ini.

Ia memang pernah berciuman dengan matannya, tetapi hanya sebatas tempel bibir.

Ayara menatap mata suaminya yang sudah tertutup oleh kabut gairah. Ayara yakin ia pun begitu.

Dewa mendorong tubuh Ayara agar berada di bawahnya. Pria itu kembali mencium istrinya, kali ini tidak seganas tadi. Tangannya pun sibuk membuka kancing baju tidur istrinya itu.

Dewa melepaskan ciumannya kembali, menatap istrinya lalu beralih menatap tubuh istrinya itu.

Ayara yang melihat itu langsung mengalihkan wajahnya untuk menyembunyikan wajah merahnya.

Dewa kembali mencium istrinya, kali ini bukan hanya bibir manis Ayara, tetapi juga leher istrinya itu tidak luput dari jamahan bibirnya.

Dewa meninggalkan benyak kiss mark pada leher Ayara, menandakan bahwa Ayara adalah miliknya.
Tanpa pikir panjang, karena sudah tidak tahan Dewa langsung melucuti semua baju Ayara, begitupun dengan bajunya.

Mata Ayara membulat sempurna saat melihat sesuatu dari suaminya. Ia langsung meringis saat melihat milik suaminya itu.

Dewa yang melihat itu tersenyum samar, ia kembali mencium istrinya untuk mengalihkan perhatiannya.

Saat Dewa mencoba untuk menyatukan mereka, ia melihat wajah istrinya yang terlihat kesakitan dan tidak nyaman.

"Apa kau... Ingin kita berhenti?" Tanya Dewa dengan terbata-bata.
Ayara menggeleng, ia melingkarkan lengannya di leher Dewa. Membiarkan pria itu memilikinya seutuhnya.

Dewa yang mengerti hal itu, dengan sekali hentakan ia berhasil menyatukan tubuh mereka. Dewa tidak langsung menggerakkan tubuhnya, ia menunggu Ayara menyesuaikannya.

Ayara mengangguk kecil, meminta Dewa untuk segera bergerak. Lenguhan dan desahan pun keluar dari bibir mereka berdua hingga mereka mencapai puncaknya masing-masing.

***

Love After MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang