"Ayara masih gak ngerti Mah, toh jaman sekarang kan banyak yang bisa jadi babysitter. Kenapa gak nyewa aja?"

"Mamah juga ngomong gitu ke Ayu, tapi Ayu bilang Dewa gak percaya sama sembarang orang."

Widia menatap putrinya sambil tersenyum.
"Nah, setelah kami ngobrol panjang lebar akhirnya kami memutuskan menjodohkan kamu dengan Nak Dewa."

"Haaahhh?? Kook?"

"Karena Ayu sudah gak tahan melihat Dewa mengurus putrinya seorang diri. Kalau tidak seperti ini, Ayu khawatir Dewa tidak akan pernah menikah lagi, kasihan putrinya kan kalau tidak punya sosok ibu."

"Tapi... Kok Ayara? Kan Ayara gak kenal sama sekali sama dia Mah. Emang Mamah sendiri udah tahu orangnya kaya gimana? Aya gak mau!" Tolak Ayara langsung.

"Ayolah Nak, apa kamu gak kasihan sama putrinya?"

"Emang Mamah gak kasihan sama anak Mamah sendiri?" Tanya Ayara balik.

Widia mengelus rambut putrinya itu dengan sayang.
"Mamah yakin kalau Nak Dewa itu bisa bahagiakan kamu. Mamah kan juga gak mungkin asal-asalan jodohin kamu."

Ayara menatap wajah ibu tercintanya itu, ada sinar harapan di mata wanita itu yang membuat Ayara tidak tega untuk mengecewakannya, tapi Ayara juga tidak mau sembarangan untuk menerima. Karena bagaimanapun ia yang akan menjalani kehidupan rumah tangganya kelak.

Ayara menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.

"Seenggaknya Ayara mau kenalan sama anaknya dulu."

Widia langsung tersenyum lebar mendengar perkataan putrinya itu, lalu memeluknya dengan erat.

*
Dan di sinilah ia, duduk di ruang tamu rumahnya membicarakan tanggal pernikahan mereka. Mereka tidak ingin terlalu lama menunggu.

Ayara lagi-lagi menghembuskan napasnya berat. Ia akui pria di hadapannya ini tampan, SANGAT tampan malah.

Walaupun pria ini lebih tua 10 tahun darinya tapi pria itu tidak terlihat tua. Ya memang umur 30 keatas pun tidak bisa di katakan tua, hanya saja pria di depannya ini tidak seperti duda-duda yang ia tahu.

Badan Dewa sangat tegap dengan bahu bidangnya. Ia yakin jika Dewa memiliki badan bagus dengan roti sobek di balik bajunya itu.

"Apa kau setuju nak Ayara?"

"Hah?"

Widia memutar bola matanya, "Kenapa kamu dari tadi ngelamun aja sih!"

Ayara meringis tidak enak.
"Maaf, maaf."

"Jadi apa kamu setuju jika pernikahan kamu dan Dewa akan di langsungkan bulan depan?" Tanya Handoko, Ayah Sadewa.

Ayara menelan ludahnya, dan memperbaiki duduknya yang mendadak tidak nyaman.

"Apa tidak terlalu cepat om? Maksud saya, mas Dewa pasti juga punya pekerjaan yang banyak?"

Handoko mengangguk dan menatap putranya, "Bagaimana Dewa?"

Sadewa menatap Ayara sekilas lalu kembali menatap wajah ayahnya.
"Dewa ikut kata Ayah dan Ibu saja. Pekerjaan Dewa bisa kok di handle sementara sama sekretaris Dewa."

Handoko tersenyum dan menatap Ayara kembali, "Bagaimana nak Ayara, Dewa sudah setuju. Kalau nak Ayara juga setuju besok kita bisa mulai mempersiapkan semuanya."

Ayara menatap keluarga Dewa lalu menoleh menatap Ayah dan Ibunya, ia mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia sudah tidak bisa mundur lagi, ia tidak ingin mengecewakan siapa-siapa dan Ayara juga sudah sedikit menyukai putri kecil Dewa.

Widia tersenyum lembut melihat putrinya yang masih diam, ia merangkul putri satu-satunya itu dan mengusap lembut bahu putrinya itu.

"Apapun keputusan kamu, kami terima nak. Kalau memang kamu merasa pernikahan ini terlalu cepat, kami bisa menunggu sampai kamu siap." Ucap sang Ibu.

Ayara menolehkan kepalanya menatap ibunya. Ayara tersenyum lemah, meremas kedua tangannya gugup dan kembali mengambil napas dalam-dalam.

Ayara menghembuskan napasnya perlahan lalu mengangguk.

"Ayara terima lamaran ini, dan Ayara siap untuk menikah bulan depan."

"Alhamdulillah." Ucap semua yang ada di sana.

Widia langsung memeluk Ayara erat. Ayara tersenyum dan membalas pelukan ibunya sama eratnya.

Biarlah ia menerima perjodohan ini, seperti kata ibunya. Tidak mungkin seorang ibu asal dalam memilih jodoh untuk anaknya. Dan Ayara yakin jika ini mungkin memang jalannya bertemu dengan jodohnya.

*

Love After MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang