BAB LVIII: Werewolf

Start from the beginning
                                    

.

.

.

Sambil memakan daging panggang yang dia dapatkan tadi pagi, Erza melirik kesamping, lebih tepat sedang melirik tangannya yang diobati oleh Celin juga Celina. Mereka terlihat sangat serius mengobati luka kecil itu, Erza tersenyum sekilas setelahnya.

"Sudah, kenapa tidak makan kue kalian saja" ucap Erza mencoba menarik tangannya lagi dan mereka sontak menatapnya dengan wajah marah.

Erza menutup mulutnya dengan sebelah tangan sambil menoleh kearah lain, dia mencoba untuk menahan tawanya. 'Sehari saja, kenapa kalian selalu menggemaskan?' batin gadis itu gemas sendiri.

"Sebentar lagi nona" ucap Celin, mengikat kain kasa yang dia lilitkan ditanggan nonanya.

Mengangkat tangannya, gadis itu seketika menahan tawa lagi menatap tangannya sendiri. Bagaimana tidak, lihat saja tangannya terlihat seperti habis patah sekarang.

"Luka kecilku terlihat parah sekarang" canda Erza memainkan tangannya yang kaku dan tak dapat digerakkan karena peyangga yang mereka selipkan.

"Nona tidak suka?" tanya Celina dengan raut kecewanya.

Seketika Erza menoleh dan menggeleng. "Aku tidak bilang kalau tidak suka, ini hanya terlihat lucu" jelasnya sedikit gelagapan.

Mereka sudah melakukan apa yang mereka bisa, setidaknya dia bisa memberikan sedikit pujian sebagai balasan.

"Terima kasih, kalian sangat hebat" puji Erza mengusap kepala mereka bergantian. Terlihat Celin maupun Celina tersenyum disana, Erza pun juga meminta mereka untuk duduk disebelahnya setelah itu.

"Kalian mau?" tawar Erza menyodorkan sepiring penuh daging bersaus bbq yang dimakannya sendirian sedari tadi, namun mereka menggeleng.

Mereka mengeluarkan kue yang tadi Erza belikan dengan ekspresi senang, Celin dan Celina memakan kue kecil itu bersama sama tanpa berebut. Membuat Erza sedikit menautkan alisnya menatap mereka.

"Ambillah lagi, aku membelikan kue ini untuk kalian" ucap Erza mengambil keranjang kue yang ada diatas meja lain dan menaruhnya dihadapan si kembar.

Namun Erza mendapatkan jawaban lain setelah beberapa kali ditolak. "Boleh kami membaginya dengan yang lain?" tanya mereka dengan tatapan lugu.

Pertanyaan itu membuat Erza membisu sejenak, bagaimana mereka masih berpikir untuk membagi makanan itu saat mereka sendiri hanya memakan satu kue yang dibagi menjadi dua. Beberapa menit setelahnya Erza mengangguk. "Ah, tentu saja"

Gadis itu terdiam lagi, menatap setumpuk daging dipiringnya dan kembali teringat dengan anjing kecil pagi tadi. Anak anjing itu kelaparan hingga rela mencuri, sedangkan dirinya mendapatkan daging itu secara cuma cuma.

.

.

.

Beberapa hari berlalu, gadis itu terlihat tenang dan biasa menjalani harinya ditempat tersebut. Seolah sudah lupa dengan rumahnya sendiri. Walaupun bertengkar dengan Alex adalah hal yang tidak pernah bisa Erza hindari, dengan sifat menyebalkan pria tersebut juga keras kepalanya gadis itu.

Membuat semua orang yang ada di pack mulai terbiasa dengan semua pertengkaran mereka, dan sesekali membantu memisahkan keduanya jika memang sudah melewati batas.

Namun disamping itu semua, Erza mulai sedikit berubah. Dia yang biasanya berada didalam ruangan sehari penuh, mulai suka keluar sendiri kebeberapa tempat yang dia sukai. Bahkan tidak jarang gadis itu pergi seorang diri tanpa ditemani sikembar ataupun warrior seperti biasanya.

Sniper Mate: Demon BloodWhere stories live. Discover now