-07. Trio? Alliance?-

302 45 0
                                    

PREVIOUS CHAPTER

"Oke, kalau begitu aku akan mengurusnya dan mungkin untuk hari ini kita sudahi saja. Dan, kau bisa menyiapkan pakaian hitam terbaikmu."

"Huh?"

"Keluarga Weasley punya banyak kandidat buatmu."

END OF PREVIOUS CHAPTER

.

.

.

Kepingan salju satu persatu jatuh, seperti halnya suhu bagian selatan Bibury pagi ini. Warna putih begitu kontras dengan kain kelam berlapis-lapis yang orang-orang disini pakai, tetapi senada dengan kulit seseorang yang hari ini tampak menyedihkan. Percy. Menyedihkan, tetapi begitu cocok dengan surai mentarinya yang kini nampak mencolok dengan leluasa, in an odd way. Percy adalah seseorang yang satu-satunya dengan setelan putih bersih. Terbaring damai, tetapi terkungkung disaat yang sama.

Dengan pemandangan itu, tampaknya orang-orang dengan nama belakang 'Weasley' hari ini sekali lagi mengingkari janji mereka. Sebenarnya tak ada yang mampu menyalahkan satupun manusia-manusia disini. Karena mereka memang manusia. Terlebih Molly, ia seorang ibu. Setegar apapun nampaknya ia saat pertamakali mengetahui kabar jelek itu, pada akhirnya ia runtuh juga. Tetapi setidaknya Harry memilih untuk diam. Menahan dengan usaha sekeras Ron, yang ajaibnya tidak meneteskan satu airmata pun hari ini. Berusaha membuat agar keadaan tidak terlalu suram, dan lebih buruknya membuat Molly, ibunya shock. Hitung-hitung agar Percy bisa dilepas dengan tenang.

Saat tubuh Percy dilalap kobaran api di dalam sana, Harry terkesiap dan menoleh kearah tangannya, sadar akan sesuatu dan beralih menatap seseorang. Hermione really is a great friend. Karena bahkan saat tanpa sadar ia menggengam tangan gadis tu terlalu erat, Hermione tidak mengeluh sedikitpun dan malah mempereratnya. Mungkin itu adalah bentuk simpatinya. 'Hanya ini yang bisa kulakukan' bisiknya diiringi senyuman hangat yang mungkin Hermione tak tahu bisa menambah kadar kesadarannya hari ini. Harry pikir setidaknya, sampai akhir sebelah jemarinya tetap hangat. Tidak seperti pipi-pipi orang-orang disini yang dingin memerah karena suhu yang lumayan ekstrim, ditambah baluran air asin yang dengan bodohnya membasahi pipi mereka, tak tahu malu.

Setelah ini-itu, kurang lebih dua jam berlalu, dan ritual selesai begitu saja. Harry mendesah lega, secangkir oolong di dalam kungkungan porselen putih berukir huruf 'M' kecil, dan senyum Molly akhirnya terlihat hari ini. Setelah penaburan abu tadi, wajahnya tampak lebih cerah, dan sepertinya siap untuk berbincang.

"Jadi, apa aku akan segera mendapatkan kertas tercetak huruf "'H' dan 'gadis cantik'" yang entah siapa namanya?" Molly memulai perbincangan dengan senyum jenaka.

"-Hermione, teman kerja- bukan teman hidupku." Harry membalas dengan tampang sok cemberut berusaha mengimbangi ketegaran Molly, diiringi tawa Hermione yang kurang lebih menggambarkan 'Apa kau bercanda?' Hey, kalau boleh sombong, Harry bangga akan keteguhan keluarga Weasley dan janji tak tertulis yang mereka percayai untuk tidak membuat suasana perjamuan tamu dirumah ini menjadi suram, dan melepas Percy seutuhnya dengan damai. Maka, beginilah gambaran rumah Weasley saat ini, yang tak seperti rumah duka pada umumnya. Molly bersikeras bahwa tidak boleh ada kata 'duka' lagi disini, katanya.

"Oh, sayang sekali. Kukira aku akan segera melihat Harry kecil." Katanya pura-pura sedih.

"Tidak, Aunt Molly. Aku hanya rekan kerjanya. Samasekali tak tertarik- begitu sebaliknya." Tambah Hermione setelah menggelengkan kepalanya, penuh mimik pura-pura serius yang jenaka.

"Oh! Kau menyakitiku, 'Mione."

"Terserah." Molly kini tertawa kecil melihat tingkah Hermione yang sukses mengolok-olok Harry, dan Harry bersyukur akan hal ini, Molly tak cocok berseedih.

AURAWhere stories live. Discover now