Chapter 1

260 21 2
                                    

Chase’s POV

Beep... beep

Beep... beep

Beep... beep

Aku mengerang di bantalku dan melemparnya ke seberang tempat tidur. Kupukul alarmku yang menyebalkan. Satu lagi hari baru menyapa dan itu berarti aku akan kembali ke lubang neraka yang kita sebut sekolah. Kelopak mataku terbuka sedikit untuk mengintip jam dinding sekilas. Melihat waktu yang tertera di jam, kurasa aku masih punya banyak waktu untuk bersiap-siap. Dengan desahan berat, aku menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhku dan bangun dari posisi tidur. Pandanganku menyapu seisi kamar. Belum ada tanda-tanda gorden dibuka, itu artinya sahabatku belum selesai membuat sarapan. Tanganku bergerak untuk menutupi mulutku yang mulai menguap lagi. Sebelum aku jatuh pada buaian untuk kembali tidur, aku pun beranjak dari ranjang untuk berjalan ke kamar mandi. Aku memutuskan untuk mandi dengan cepat. Setelah aku selesai, kulingkarkan handuk di pinggangku.

Aku berjalan mendekati lemari pakaianku. Mengeluarkan beberapa pasang pakaian. Aku memutuskan mengenakan pakaian kasual. Jari-jari tanganku dengan cekatan mengatur gaya rambutku ke gaya yang sedikit berantakan. Setelah puas melihat pantulan diriku di cermin, aku berjalan mendekati nakas di samping tempat tidur untuk mencabut ponselku dari chargernya. Dompet, laptop, dan buku catatan kujejalkan ke dalam tas. Sebelum keluar kamar, aku meraih kacamata yang tergeletak di meja belajar dan memakainya.

(Blake Steven sebagai Chase Redwood)

Keningku berkerut saat menuruni tangga menuju lantai bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keningku berkerut saat menuruni tangga menuju lantai bawah. Rumah ini terasa sunyi senyap. Kepalaku terlempat ke kanan dan ke kiri dengan pandangan menyapu ke segala arah. Aku tidak menemukan siapapun. Ekor mataku melirik ke kamar di ujung lorong sebelah kanan tepat berbatasan langsung dengan kolam renang, tapi pintu kamar itu tertutup. Ketika aku baru saja berpikir untuk berjalan ke sana dan mengetuk pintu karena barangkali sahabatku belum bangun, aroma harum dari makanan sudah terlebih dulu menginvasi indera penciumanku. Seulas senyum merayap ke wajahku setelah aku mencium bau yang seperti bau surga itu. Dengan sepenuh hati aku melangkahkan kaki memasuki dapur.

"Travis!" aku berteriak girang. Teriakanku rupanya cukup keras untuk membuat sahabatku melompat kaget.
"Holy shit!" dia menyumpah karena penggorengan yang dipegangnya mengenai tangannya yang telanjang. Dengan kekehan pelan saat dia memelototiku, aku berjalan mendekatinya. Wajahku menampakkan raut tanpa dosa. Travis memutar kedua bola matanya.
"Sialan kau Chase!" gerutunya pelan.
"Hahaha, maafkan aku Travis. Aku terlalu bersemangat karena kelaparan" ujarku padanya.
“Kalau kau melakukannya lagi, aku tidak akan memberimu makanan” ancamnya dengan mata menyipit ketika menolehkan kepalanya ke arahku. Mendengar hal itu, aku hanya bergidik dan mengangkat kedua tanganku tanda menyerah.
“Oke… oke, aku janji” kataku akhirnya. Menyadari bahwa semua yang keluar dari mulut Travis bukanlah sekedar bualan.

Ponsel dan tas yang kubawa kuletakkan di kursi di meja makan sebelum kembali berdiri di samping Travis dan bersandar di lemari penyimpanan. Mataku fokus mengikuti semua pergerakan Travis di depan kompor dengan penggorengan ti tangan kiri dan spatula di tangan kanan. Celemek biru tua terpasang ketat di tubuhnya. Melindungi kaos dan celanannya dari cipratan minyak.
"Apa yang kau buat?" aku bertanya padanya sambil melipat kedua tanganku di dada. Travis mematikan kompor dan bergerak ke depan tubuhku. Tangannya terulur untuk mencari piring saji yang pas dari kabinet yang berada di atas kepalaku. Dadanya yang bidang menutupi pandanganku. Tubuhnya menguarkan aroma lembut namun intens. Mengantarkan sinyal-sinyal sensual kepada siapapun yang menghirupnya.

TemptedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang