39. Perayaan Patah Hati

7.1K 1.6K 653
                                    

Erika semakin lama semakin kesal dan merasa bersalah karena perubahan sikap Anera yang terlalu jelas. Setelah pulang dari camping, setelah rahasianya terbongkar semuanya menjadi kacau. Memang Anera tidak berubah kepadanya. Namun Anera berubah kepada Aleanom. Seolah-olah sikap Anera sedang menunjukan kalau ia menjaga perasaan Erika. Hanya saja justru Erika benci hal itu.

Erika tidak minta Anera menjauh dari Aleanom. Tidak minta Anera menyakiti Aleanom seperti ini, yang mungkin juga meyakiti Anera sendiri. Yang Erika inginkan keadaan tidak berubah. Ia tetap berusaha melupakan Alenaom. Sedangkan Aleanom dan Anera tetap dekat bahkan jadian. Erika tidak apa-apa. Ia tidak keberatan sama sekali. Karena semua keputusan ada pada Aleanom. Ia tidak mau memaksakan perasaan Aleanom.

Sayangnya semua tidak sesuai harapannya. Katanya kita harus berhenti saling menyakiti. Nyatanya kita saling menyakiti secara tidak langsung.

"Anera." panggil Erika. Ia sengaja menyusul Anera yang tadi di kelas ijin ke toilet. Erika hanya punya kesempatan bicara dengan Anera sekarang. Ia tidak bisa membicarakan soal Aleanom saat ada Refi. Tidak mau sampai Refi ikut terlibat dan semakin rumit.

"Oh lo juga mau ke toilet?" tanya Anera sembari membuka kran air di wastafel.

"Gua mau ngomong sama lo."

Anera mematikan kran air. Ia menghadap Erika. "Mau ngomong apa?"

"Apa-apaan sikap lo ini?" tanya Erika kesal.

"Maksud lo?" Anera mengernyitkan keningnya.

"Lo sendiri yang bilang kalo kita sahabatan. Urusan cowok nggak penting."

"Iya gua emang ngomong kayak gitu."

"Lo juga bilang kalo kita nggak boleh saling menyakiti."

"Iya gua tau."

"Terus kenapa sikap lo kayak gini? Lo ngejauh dari Aleanom sejak pulang dari camping. Sejak lo tau rahasia yang gua simpan. Lo pikir gua mau rahasia gua kebongkar biar lo punya alasan untuk menjauh dari Ale? Apa lo pikir itu yang gua mau? Siapa yang minta lo buat jauhin Ale?" Erika mengepalkan tangannya. Ia keluarkan semua unek-unek yang beberapa hari ini ia tahan.

"Gua sendiri yang mau jauhin Ale."

"Karena gua, kan? Iya, kan? Lo jauhin Ale karena gua! Karena lo tau soal perasaan gua ke Ale." Erika berdecak. Melangkah mendekati Anera. "Gua nggak butuh rasa kasihan lo! Emang gua sial karena jatuh cinta sama sahabat gua sendiri dan cinta gua bertepuk sebelah tangan. Tapi gua nggak minta dikasihanin. Jangan sok bersikap pahlawan."

Anera yang sedari tadi menundukkan kepala sembari menggigit bibir bawahnya merasa kesal dengan perkataan Erika yang menyebalkan. "Gimana sama lo?" akhirnya Anera mengangkat kepalanya. "Lo juga selama ini nyembunyiin perasaan lo. Sok jadi pahlawan yang relain perasaan lo dan dukung gua sama Ale. Padahal hati lo hancur. Bukannya lo juga harus berhenti bersikap munafik?" tanya Anera menantang.

"Iya gua emang munafik. Gua emang sakit hati lihat lo sama Ale. Gua emang bilang dukung kalian padahal di dalam hati gua berharap masih punya kesempatan. Tapi lo juga munafik Ra! Sikap munafik gua seenggaknya cuma nyakitin diri sendiri-"

"Nyakitin diri sendiri?" Anera memotong perkataan Erika. "Terus gimana sama gua? Lo pikir gua nggak sakit saat tau teman gua berkorban perasaan buat gua? Lo pikir gua bisa bahagia sama cowok itu sedangkan sahabat gua nangis diem-diem?" Anera melangkah mendekat.

"Tapi kemunafikan lo nyakitin banyak pihak! Diri lo sendiri, gua dan Ale. Emang apa salah Ale sampai lo harus perlakuin dia kayak gini?" tanya Erika.

"Kenapa sama Ale?"

"Lo ngejauh dari dia, lo dekat sama Raka. Ale emang cuek. Tapi dia juga punya perasaan."

ANERA : How To Make Her Stay Alive? (TAMAT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora