“Iya,” Johnny menjawab. “Malam ini bersiaplah, besok pagi aku akan menjemputmu. Aku sudah menyiapkan tiket kereta untukmu juga.”

Yuta nyaris melongo di tempatnya. “Tunggu, kita harus mencari tempat menginap juga, kan? Pasti sulit mencarinya sekarang jika tidak memesan terlebih dahulu.”

“Tidak usah khawatir. Aku juga sudah mengurus itu.”

Lalu Yuta melebarkan matanya dan melongo betulan, heran sekaligus kagum. Johnny sampai menyiapkan tiket kereta beserta reservasi tempat menginap yang semua diberikannya cuma-cuma. Alangkah mengejutkan, seolah ini telah direncanakan dengan matang dan tak boleh gagal—dan terlalu menggiurkan untuk ditolak.

Tak ada yang melakukan hal berlebihan semacam itu antar teman kecuali kau seseorang yang kelewat dermawan.

Hampir-hampir terepresentasikan secara gamblang bahwa ajakan tersebut merupakan sebuah kencan. Akan tetapi Yuta masih menampik pemikiran tersebut. Sebab bagaimanapun itu tak mungkin. Sepengetahuan Yuta, Johnny sudah suka pada seseorang dan orang itu adalah adalah Lee Taeyong, bukan dirinya.

Yuta mengabaikan semua isyarat yang disampaikan padanya dan berpura-pura tak menyadarinya.

“Oke, ayo pergi!”

Detik berikutnya Yuta melompat dari kasurnya dan berjalan menuju lemari. “Wah, Johnny, kau benar-benar penyelamat hidupku! Aku akan bersiap sekarang juga!”

Pemuda Jepang itu tidak tahu bahwa di balik telepon, Johnny bahkan lebih gembira lagi saat ini.

“Ah, tunggu sebentar,” Yuta mengerutkan kening waswas selagi satu tangannya membuka lemari demi mencari barang-barang untuk dibawanya besok. “Aku benar-benar tidak perlu memikirkan soal pulang-pergi, kan? Apa kau merencanakan sesuatu? Kau tidak akan minta imbalan yang lebih besar, kan? Jangan-jangan besok kau akan menyuruhku untuk jadi pesuruhmu selama seharian penuh.”

Alhasil, Johnny terkekeh di telepon. “Tentu saja tidak, dasar bodoh. Aku tidak akan minta ganti apa-apa. Temani saja aku liburan—atau, kau tidak suka liburan gratis, ya? Mau kutarik kembali?”

Yuta lantas tertawa lantang. “Enak saja! Sekali diberikan pada Nakamoto Yuta, tidak bisa diambil lagi.”

Terdengar lagi Johnny tertawa kecil, tapi kemudian menyusul suara yang memanggil nama Yuta dari arah pintu. “Yuu-chan!”

“Sebentar, John,” Yuta sempat menutup ponselnya dengan telapak tangan sebelum menoleh dan sempat menggerutu, “Kenapa aku selalu dipanggil dengan nama itu? Aku ini tujuh belas tahun, bukan tujuh tahun.”

Tahu-tahu kakak perempuan Yuta telah membuka pintu sehingga si pemilik kamar lantas mengulas senyum pura-pura disertai satu pertanyaan, “Apa?”

“Hanya mau mengingatkan,” gadis bernama Momoka itu berkata dari ambang pintu. “Kau tidak lupa soal menemaniku ke rumah paman besok, kan? Tidurlah lebih awal karena kita akan berangkat pagi-pagi sekali, kita juga sekalian akan pergi ke kuil.”

Sedetik otak Yuta memproses. Wah, dia bakal memuji dirinya sendiri yang telah seratus persen lupa. Karena ia sungguh-sungguh tidak ingat, sama sekali, tidak sedikit pun.

Jadi Yuta kemudian mengulas senyum lebar-lebar pada sang kakak. “Soal itu—maaf,” ujarnya tanpa dosa. “Batal. Aku punya acara sendiri.”

“Eeeeh,” sang kakak ternganga dan memasang mimik wajah menggugat. “Kau mau ke mana?”

“Aku akan main ski ke Pyeongchang dengan temanku,” jawab Yuta menyombong, lalu menjulurkan lidah demi mengejek kakaknya.

“Teman siapa? Kau bilang teman-temanmu liburan sendiri-sendiri,” Momoka protes dengan wajah cemberut, yang kemudian membuat Yuta semakin ingin menertawakannya.

Story Written by You & The Sun | NCT JohnYu [COMPLETE]Where stories live. Discover now