02. Heart Stealer

Start from the beginning
                                    

Seperti biasa Nakamoto Yuta selalu penuh semangat.

Johnny tertawa mendengarnya. Mungkin Yuta serius mengucapkannya, tapi dia tahu anak laki-laki tak benar-benar mengatakan itu dari hati. Semua tahu Nakamoto Yuta selalu menyebar semangat untuk semua orang.

Johnny menimpali tak percaya, “Kalau yang kubutuhkan sorakan saat latihan, kau akan memberikannya?”

Waktu itu sore hari, ketika Yuta mampir ke kelas Johnny sebelum kegiatan ekstra dimulai.

Yuta menggeplak kepala Johnny karena kata-katanya. “Kalau itu minta saja sana ke anak-anak cheers!” kelakarnya.

“Kau bilang kau selalu ada saat kubutuhkan!” gugat Johnny.

“Tapi bukan jadi pemandu sorakmu!” Yuta tak mau kalah, sekali lagi kembali melayangkan tempeleng ke kepala Johnny.

Alhasil Johnny spontan mengumpat. “Sialan!” dia meraih kedua tangan Yuta dan pura-pura hendak menendangnya. Dia mencaci, “Kau benar-benar brutal ya!”

Yuta cengar-cengir sehingga Johnny menarik pemuda tersebut sembari meraih kepalanya, dengan niatan ingin menempeleng juga. “Kemari kau!”

“Aku mengerti, aku mengerti!” Yuta menghindar sambil tertawa-tawa, lalu meringis saat Johnny berhasil memberinya jitakan.

“Hei, aku akan mentraktirmu bulgogi setelah seleksi nanti,” Yuta berkata cepat-cepat, mungkin sebagai sogokan supaya tak dihajar, “tapi jika kau berhasil menjadi kapten.”

“Serius?” Johnny antusias seketika. Saat Yuta mengangguk dengan dagu terangkat nan congkak, dia semakin berapi-api. “Aku pegang kata-katamu. Awas kalau kau pura-pura lupa! Jangan ingkar, kau mengerti?” dia berpesan penuh semangat sambil menunjuk-nunjuk Yuta.

Sedang Yuta masih mengangguk-angguk, sebelum pada detik berikutnya menatap Johnny lurus-lurus. Kini giliran dirinya yang tampak penuh semangat. “Makanya, jangan sampai membuatku malu! Jangan kalah dari kandidat yang lain!”

Padahal, Yuta percaya diri sebab mengira Johnny tak akan berhasil. Klub voli dan klub sepakbola selalu berlatih di lapangan yang bersebelahan, jadi Yuta sudah sering melihat permainan Johnny dan—menurut penilaian amatirnya soal voli—dia yakin pemuda tersebut tak cocok jadi kapten.

Saat Johnny dan Yuta masih saling melempar senda gurau, seseorang memanggil nama Yuta. Keduanya menyadari bahwa ada orang lain lagi di sana dan lantas menghentikan tawa. Namun begitu Yuta menoleh ke belakang, senyum segera menghias di wajahnya.

“Hai, Taeyong,” Yuta menyapa anak laki-laki di belakangnya dengan senyum paling lebar yang dia punya.

Ah, ini dia, pikir Johnny. Dia tahu bahwa inilah alasan sebenarnya Yuta berkunjung ke kelasnya. Bukan untuk bertukar sapa atau mengobrol dengannya, tapi semata-mata demi melihat Lee Taeyong. Karena dia sekelas dengan pemuda yang sedang ditaksir Yuta itu.

“Yuta sedang apa di sini?” Taeyong bertanya, nada bicaranya tak pernah tidak ramah.

“Aku? Hanya kebetulan lewat,” Yuta berlagak dengan merangkul Johnny. Lalu sambil tersenyum lagi, ia menambahkan, “Kau tahu, menyapa sobatku yang satu ini.”

Sementara Johnny memutar matanya. Drama dimulai.

“Aku tidak tahu kalian sedekat itu,” Taeyong berkata sambil mengernyit.

Yuta pun tertawa-tawa, sambil pelan-pelan menyikut Johnny sehingga pemuda tersebut ikut menarik cengiran. “Kami dekat,” kata Yuta, “di lapangan dan di luar lapangan.”

Taeyong mengangguk-angguk, sementara Johnny menambahkan, “Ya, begitulah. Anak ini tidak mau berhenti menggangguku.”

“Anak basket belum mulai latihan?” Yuta bertanya, cuma basa-basi, sembari melihat Taeyong yang masih mengenakan seragam dari ujung ke ujung.

Story Written by You & The Sun | NCT JohnYu [COMPLETE]Where stories live. Discover now