: [08] fous :

559 148 29
                                    

[crazy]

•••

Di Senin pagi yang lumayan cerah ini Bagas, Lisa, dan Lucas disambut dengan suara ribut pisau yang beradu dengan papan kayu dari arah dapur. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah oknum bernama Rajendra Saka Adhiradja.

"Woy, Ndra!" panggil Bagas yang berusaha untuk membuat Jendra menghentikan aktivitasnya. Karena sekarang Bagas sudah merasa kasihan dengan zucchini yang dipotong-potong dengan brutal oleh Jendra.

"Jangan ngomong apa-apa. Gue lagi emosi." peringat Jendra.

Bagas terkekeh melihat sahabatnya yang seperti psikopat gila. Dia tahu apa (lebih tepatnya, siapa) yang membuat Jendra seperti kehilangan akal seperti saat ini.

"Rose lagi?"

BOOM!

Bagas sukses melemparkan bom atom yang membuat Jendra meledak. Atau lebih tepatnya hanya Bagas yang berani menghadapi Jendra saat ini. Lisa dan Lucas sekarang sudah menjaga jarak aman agar tisak terkena zucchini atau bahkan lebih parah lagi terkena pisau. Pancingan Bagas tersebut berhasil. Karena sekarang Jendra sudah berhenti memotong zucchini yang malang itu.

"Serius, lo sekalinya marah serem banget, bro. Gue udah ngeri liatnya. Lo motong sayur udah kayak psikopat yang lagi mutilasi korban. You've completely lost your mind. Emang separah itu, Ndra?"

"Parah banget, Gas! Lebih parah dari yang bisa lo bayangin. I've messed it up."

"Bentar, bentar," Bagas mengambil pisau dari tangan Jendra dengan gerakan hati-hati lalu meletakkannya di jarak aman. Tidak lupa menyuruh Lisa dan Lucas untuk keluar dari area dapur. "Biar gue simpulin..."

"Apa?"

"Di jalan, dia terus-terusan maksa lo buat jelasin apa maksud lo waktu itu. Terus karena dia terus maksa lo akhirnya menjelaskan maksud lo dengan bilang 'lo ngelakuin ini karena lo suka sama gue'. Apa gue bener?" tanya Bagas.

"Exactly. That is exactly what I was saying. Soalnya dia maksa gue ya gue jawab, lah. Emang lo pikir gue harus ngapain lagi?"

"Sebetulnya lo bis angasih jawaban lain. Yang lebih terdengar pengertian, bukan yang kege-eran kayak gitu. Lo bisa jawab dengan 'lo punya trust issue sama cowok makanya lo gak gampang percaya dan bisa membuka diri sama cowok yang deketin lo'. Simple, bro, but you choose to complicate it."

Jendra menyugar rambutnya kasar. "Harusnya gue ngomong begitu?"

Bagas mengangguk. "Betul sekali. Karena dengan itu lo bisa lebih terdengar pengertian dan peluang dia melunak juga bakal lebih besar."

"Ah, lo gak ngomong, sih! Kan lo tau sendiri gue baru pertama kali kayak gini. Harusnya lo bantuin gue."

"Gue dari kemaren udah ngasih tips and trick gimana cara deketin cewek. Tapi lo aja yang gak dengerin gue."

Jendra menghela napas berat. "I messed it up, bro. I messed it up."

"Terus habis lo bilang itu dia bales apa?"

"Dia bilang 'aku gak ngelakuin ini gara-gara suka sama kamu, tapi karena kamu nyebelin banget jadi orang'." ucap Jendra yang berusaha untuk menirukan suara melengking milik Rose.

Bagas menepuk pundak Jendra. "Sabar, bro. Dia emang agak 'berat'. Lo banyak-banyak sabar, deh. Gue pasti bakal bantu."

"Menurut lo gue masih punya harapan?" Jendra menatap Bagas dengan mata bulatnya.

"Pasti bisa, selama janur kuning belom melengkung. Kalo janur kuning udah melengkung juga tinggal lo patahin tuh janur kuning."

"Sinting."

(un)expecting the unexpectedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora