Part 32

293 34 10
                                    

"Assalamualaikum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Assalamualaikum."

Sonya tidak lupa untuk mengucapkan salam ketika memasuki rumah. Baru saja masuk, Sonya disambut oleh pemandangan Farah yang sedang membaca majalah di ruang tengah. Langsung saja Sonya menghampiri wanita itu.

"Eh, kamu udah pulang?" Farah terkejut ketika melihat si sulung yang sudah duduk di sebelahnya.

"Iya. Baru aja datangnya," jawab Sonya sambil mencomot biskuit tamago boro buatan Farah.

"Pulang naik apa? Diantar supirnya Dhika?"

"Nggak, aku naik ojek online."

"Oh gitu,"

Lalu terlintas di benak Farah untuk bertanya sesuatu. "Tadi kamu ngapain di sana?"

Sejujurnya ia penasaran kala Sonya cerita bahwa tiba-tiba Safira memintanya untuk ke rumah, namun ia urungkan.

"Bunda, aku mau cerita. Tapi bunda jangan kaget dulu, ya," pinta Sonya.

"Ada apa, nih? Kayaknya serius banget," seketika Farah dilanda rasa kepo.

Sonya menghela napas, kemudian ia ceritakan semuanya. Mulai dari Safira bercerita tentang penyakit Dhika, Dhika yang kecewa dengan keluarganya, hingga Dhika bercerita pada Sonya tentang apa yang ia rasakan setelah mengetahui hal yang sebenarnya.

"Astaga, bunda nggak nyangka kalau Dhika kena kanker lambung. Bunda ngiranya selama ini dia ada riwayat maag, karena dia udah lima kali sakit perut." Farah turut prihatin mendengar cerita Sonya barusan.

"Kalau boleh jujur, rasanya dalam hati aku marah banget pas aku tahu kalau Tante Safira ngajak Om Hilman sama Kak Marsha buat rahasiakan hal itu dari Dhika. Nggak salah kalau Dhika kecewa sama keluarganya sendiri."

"Kamu benar, Sonya. Nggak seharusnya Tante Fira sekeluarga menyembunyikan hal itu dari Dhika. Apalagi hal yang disembunyikan bukan hal sepele. Bunda juga nggak habis pikir sama mamanya Dhika,"

"Aku juga nggak bisa melakukan apa-apa selain kasih dukungan buat Dhika dan keluarganya. Begitu aku tahu kalau Dhika divonis kanker lambung, aku takut kehilangan dia. Aku nggak mau dia ninggalin aku, Bunda. Aku nggak mau kehilangan untuk kedua kalinya."

"Kamu jangan khawatir, Sonya. Dhika itu laki-laki. Dhika pasti kuat melawan penyakitnya sampai dia sembuh total. Bunda rasa, cuma Dhika laki-laki yang paling baik buat kamu. Bunda juga nggak mau lihat kamu kehilangan lagi."

"A-apa sebaiknya aku ungkapkan perasaanku ke Dhika sebelum semuanya terlambat?"

"Nggak ada kata terlambat selama kamu mau berusaha,"

"Aku masih belum siap, Bunda. Aku emang sayang sama Dhika, dan aku pengen hubungan aku sama dia lebih dari sahabat. Tapi kalau aku ungkapkan apa yang aku rasa, Dhika pasti langsung nolak aku."

Sekali Ini Saja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang