"Damn ...,"

Telinga kera itu bergerak, seperti mendengar sesuatu. Perlahan ia menoleh ke arah Ajay, mata mereka bertemu dan saling bertatapan untuk beberapa saat.

Deg deg deg

Ruangan itu kosong, tak ada barang, tak ada apapun, hanya ada mereka berdua. Detak jantung Ajay terdengar hingga ke seluruh sudut di ruang itu.

"Roaaaaaar!" Kera itu mengaum seperti harimau, raungannya terdengar sangat nyaring hingga membuat Andis, Ajay, Tama dan Abet yang tak berada di dekat situ ikut merinding.

Burung-burung di sekitar bangunan pabrik itu terbang dan menjauhi area itu. Frinza yang tengah mencari tahu keberadaan Jambrong di wilayah Jombor, merasakan aura yang tak beres beberapa puluh meter darinya. Melihat burung-burung menjauhi area itu, Frinza justru menghampirinya.

Berbeda dengan Ajay, yang Abet temui adalah sosok pria berambut gondrong yang sedang duduk sambil menghitung uang.

"Cuma sendiri?" tanya orang itu pada Abet.

"Di mana, Dirga?" tanya Abet pada Jambrong.

Raut wajah Jambrong berubah mendengar nama Dirga. Ia beranjak dari duduknya.

"Justru aku yang harusnya bertanya, di mana anak brengsek itu?" ucapnya dengan tatapan tajam yang mengarah pada Abet.

"Hah?" tanya Abet bingung, jelas-jelas Tama berkata bahwa ia melihat masa lalu aa burjo dan mendapati pria itu menelpon Jambrong.

Jambrong berlari ke arah Abet, ia memukul perut Abet dengan sekuat tenaga. "Kalo ditanya itu, jawab!"

Namun, Abet malah menyeringai, "yang harusnya menjawab itu, siapa?" ucap Abet sambil membalas pukulan Jambrong. Karena perbedaan bobot, Jambrong mundur dan kehilangan keseimbangan.

Pukulannya keras--ditambah, pukulanku tak berefek apapun? batin Jambrong.

Jambrong mengeluarkan pistol dari dalam jaket kusutnya dan menembakan seluruh pelurunya ke tubuh Abet sambil tersenyum.

Dor dor dor dor

Abet tersungkur di lantai pabrik. Melihat Abet yang tersungkur, Jambrong tertawa terbahak-bahak.

Namun, semua tawanya sirna, Abet bangkit kembali, "kalo orang biasa, kira-kira adegan tadi yang akan terjadi," balasnya sambil membersihkan debu yang menempel akibat berpura-pura mati barusan.

"Dan gua itu, bukan orang biasa loh," ucap Abet sambil menyeringai balik.

"Ah--" Jambrong menengok ke atas dan menepuk jidatnya.

"Apa boleh buat."

Jambrong hilang dari pandangan Abet.

Kemana dia?

Abet mencari Jambrong ke seluruh sudut ruangan, berharap matanya menangkap keberadaan pria gondrong itu.

Bugh

"Aaaargh." Abet mengeluarkan darah dari mulutnya.

"Sabrang," ucap Jambrong sambil memukul Abet dengan tangan kanannya, sambil tangan kirinya memegang wajahnya yang kini tertutup sebuah topeng.

"Sabrang," ucap Jambrong sambil memukul Abet dengan tangan kanannya, sambil tangan kirinya memegang wajahnya yang kini tertutup sebuah topeng

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Topeng Sabrang.

Sementara itu, Tama tak menemukan apapun, ia terus berkeliling hingga berada di sebuah ruangan yang memiliki bau aneh, banyak benda-benda yang sepertinya merupakan alat-alat produksi narkotika.

"Wah wah wah, ada siapa ini? Polisi?" tanya seorang yang sedang duduk di jendela yang terbuka, wajahnya begitu ramah dengan ukiran senyum yang indah. Seorang wanita paruh baya dengan rambut terurai karena terpaan angin dari luar jendela, wanita itu memiliki paras yang cantik dan menawan. 

Mendengar suara itu, Tama menoleh ke arahnya.

"Wah, tampan juga ya," ucap wanita itu tersenyum, sambil dari jauh seperti melakukan gerakan membelai pipi Tama.

Sontak Tama terkejut dan mundur ke belakang sambil menyentuh pipinya. Wanita itu berada cukup jauh darinya, tetapi sentuhan itu benar-benar terasa nyata.

"Ooops sorry, jadi kaget," ucapnya lagi sambil tersenyum.

"Jambrong bener ya, katanya hari ini akan ada tamu. Makanya produksi libur dulu, dan ternyata tamu nya seganteng ini--" Wanita itu turun dari jendela, ia berdiri dan berjalan ke arah Tama.

"Ga nyesel deh bandel, buat dateng ke sini."

Wanita itu meletakkan telapak tangannya ke depan bibirnya, lalu ia merapalkan sesuatu sebelum ia meniupkannya ke arah Tama.

Tama merasakan sesuatu yang buruk, ia memutar tubuhnya dan berusaha untuk menjauh, tetapi terlambat. Matanya enggan untuk terbuka lebih lama lagi, kantuk yang sangat berat datang melandanya, ia memejamkan mata dan terjatuh di lantai.

Sementara itu Ajay berlari ke arah Andis yang sedang mengamuk dan membabi buta menghabisi siluman kera yang berada di depan.

"Andeeees!" teriak Ajay sambil berlari.

Andis menoleh ke arahnya. Matanya melotot melihat sesuatu yang mengejar Ajay. Seekor kera raksasa dengan taring yang besar keluar dari mulutnya.

"Batara kala!" teriak Andis.

Cambuk api? Aura ini terkesan familiar, batin kera raksasa yang  bernama Batara kala itu.

Seketika itu juga ia menyeringai mengingat sosok di dalam tubuh Andis. "Banaspati Raja, Geni."

Di luar reuni dua makhluk tingkat atas itu, Abet terlihat kacau. Banyak memar dan darah di tubuhnya, tetapi ia terus bangkit dan memasang kuda-kuda bertarung lagi.

"Gigih juga ya," ucap Jambrong sambil memijit leher belakangnya dan sedikit menggerakkan kepalanya memutar dari kiri ke kanan.

Kecepatan Tumenggung, tangan iblis Bapang, siapa sebenarnya orang ini? Di mana Dirga? Apa yang si gondrong ini lakukan? batin Abet yang mulai kabur pandangannya, kedua kakinya mulai lemas dan gemetar.

"Bye-bye." Jambrong tiba-tiba muncul tepat di depan Abet, jari-jari tajamnya sudah berada hanya beberapa centi dari wajah Abet.

Brak!

Atap pabrik itu runtuh dan menjatuhkan dua orang ber outfit biru. Pria berjaket kimono biru lengkap dengan topeng merah berhidung panjang menepis serangan Sabrang, sementara pria dengan jaket jeans biru lengkap dengan topeng merah yang elegan menggendong tubuh Abet dan memindahkannya dengan sangat cepat.

Setelah meletakkan Abet di tempat yang aman, pria berjaket jeans itu menghilang dan muncul di belakang Sabrang lalu menghajarnya. Tinjunya bersarang pada pinggang kiri Sabrang hingga membuatnya terpental beberapa meter. Kedua pria bertopeng itu berjalan dengan langkah yang serasi, kemudian menyerang Sabrang tanpa ampun bagaikan ombak yang menerjang sebuah kapal.

"Tumenggung!" teriak Sabrang dengan nada marah.

"Tumenggung!" teriak Sabrang dengan nada marah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now