Grahita mendekat ke arah bufet samping ranjang. Kamarnya masih bersih karena dibersihkan secara rutin oleh pekerja yang sudah bertahun-tahun mengabdi di keluarganya.

Grahita mengambil foto yang berisikan dirinya, oma, dan opa. Foto itu diambil ketika dirinya lulus SMP dan bisa naik ke atas panggung sebagai 10 besar peraih UN tertinggi di kotanya. Waktu itu hanya oma yang menjadi perwakilan. Namun entah memang rencana atau apa, opa yang katanya hendak pergi ke luar kota malahan datang di acara perpisahannya itu.

Di dalam foto itu ia tersenyum lebar dengan memakai toga dan memegang buket bunga yang menjadi hadiahnya dari sang opa. Foto itu menunjukkan betapa bahagianya dirinya saat itu. Lantas, Grahita memilih duduk di pinggir ranjang sambil melihat foto itu dengan seksama.

Kali ini ia tak akan mengeluarkan air matanya. Ia hanya ingin kebahagiaan untuk oma opanya itu. Oleh karena itu, sebisa mungkin ia mengenang masa indah di masa lalu. Biarlah yang buruk menjadi sisi yang ia ketahui saja, bukan sisi yang ia kenang lagi. Terlalu menjemukan dan menyakitkan bila harus diputar kembali.

Setelah puas mengenang kebahagiaan di masa lalunya, Grahita lalu memilih bangkit. Gadis itu kemudian berjalan menuju lemari jati yang terdapat banyak ukirannya. Ia membuka lemari itu dan mengambil kotak hitam yang berada di bagian atas. Gadis itu mengeluarkan kotak yang selalu menjadi rahasia oma. Bukannya Grahita melanggar, namun oma sendiri yang mempersilahkan dirinya untuk membuka, tetapi Grahita sendiri yang belum siap. Akan tetapi, hari ini gadis itu penasaran dan ingin tahu apa isi kotak tersebut.

Grahita kembali duduk di pinggir ranjang. Gadis itu membuka kotaknya dan menemukan foto-foto dalam frame yang berjumlah sekitar 10an. Foto itu sebagian besar adalah foto oma dan opanya ketika muda. Lalu matanya menatap satu frame yang di dalamnya adalah foto sang mama. Foto perempuan cantik dengan wajah campuran yang sangat kental itu nampak tersenyum berada di antara opa dan omanya. Mamanya nampak bahagia di sana. Tak mau lama-lama menatapnya, gadis itu memilih untuk membalikkan frame tersebut.

Namun kembali lagi mata Grahita menatap sebuah kotak beludru merah berbentuk hati. Kotak itu seperti kotak perhiasan. Grahita lantas memilih membukanya dan ternyata terdapat kalung emas berbandul hati. Kalung itu nampak sudah agak menghitam karena termakan usia. Grahita tak tahu alasan oma meletakkan perhiasan itu di dalam kotak tersebut.

Grahita kemudian melihat sebuah album berwarna abu-abu. Album itu diletakkan di bagian paling bawah namun Grahita masih bisa menjangkaunya. Gadis itu penasaran dan akhirnya mengambilnya.

Namun sedetik kemudian Grahita terpaku dengan tulisan di sana. Sebuah album kenangan yang tak ingin ia kenang kembali. Sebuah album yang lebih baik ia tak ketahui. Namun nampaknya takdir sedang merajut bersamanya. Ia kembali diingatkan tentang dirinya di masa lalu. Sebuah album cantik namun Grahita sangat membencinya walaupun hanya sekedar kumpulan foto. Album itu terlihat menarik dan bertuliskan,

Marcella dan Sadewa.

*****

"Apa kabar?"

Gadis dengan kemeja hitam serta celana kulot warna coklat itu tersenyum singkat. Tangannya lalu ia tautkan di atas meja.

Mereka sedang berada salah satu kafe yang tak jauh dari restoran Grahita. Setelah dipikir-pikir, tak baik rasanya bertemu Gandhi di restorannya sendiri. Alhasil Grahita meminta bertemu di salah satu kedai kopi yang cukup cozy di sekitar sana.

"Lucu ya? Setiap kita bertemu, kamu selalu bertanya kabarku."

Gandhi tersenyum singkat. Lalu menyahut ucapan Grahita itu.

"Mungkin besok saya akan bertanya, bagaimana harimu? Apa itu lebih baik?"

Grahita terkekeh pelan, hanya 5 detik. Lalu gadis itu memainkan gelas yang berada di depannya.

Aksara Dan SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang