"Li, gimana caranya buat nggak nyimpen dendam?"
Lili hampir tersedak ketika tiba-tiba perempuan berambut pirang itu bertanya di sela-sela mereka menikmati malam di balkon milik Lili. Hari ini Grahita memutuskan untuk menginap di rumah Lili. Setelah pulang dari kerja, perempuan itu lantas bertolak ke rumah Lili yang jaraknya lumayan jauh dari kediamannya.
"Lo mabok Ta?" Ucap Lili sesaat setelah menaruh kembali mug berisi coklat hangatnya di meja kecil balkon.
Grahita menatap tajam Lili yang memasang wajah polosnya. "Verdo*me!"
Lili menatap Grahita bingung, tak paham dengan ucapan yang di lontarkan perempuan berwajah blasteran itu.
"Udah lupakan." Percuma ia menjelaskan ke Lili kalau ucapannya itu hanyalah umpatan semata.
Lili mendengus, memilih tak bertanya lagi. Paling juga gadis itu mengumpat dalam bahasa Belanda atau nggak bahasa Perancis. Kebiasaan Grahita sejak zaman sekolah tentunya.
"Answer my question Lili. C'mon!" Desak Grahita kembali ketika Lili tak kunjung menjawab.
Lili menghembuskan nafasnya pelan, memilih mengambil gitar yang di letakkan di sampingnya. "Sebelum gue kasih jawaban. Mending nyanyi dulu yuk Ta."
Grahita hendak menyela, tetapi Lili sudah keburu memetik senarnya. "Kecil, wajahmu meraut sedih
Siapa yang berlayar pergi
Melatihmu sendiri
Menertawakan sunyi
Sampai hatimu lupa
Terbiasa perih
Grahita diam. Tak begitu familiar dengan lirik lagu yang di bawakan oleh Lili, namun tak ayal gadis itu tetap mendengarkan walau tak paham.
Tak sepenuhnya pernah sembuh
Dari luka
.
Seperti tulang yang patahDan tumbuh tidak sempurna
Lili mengakhiri lagunya. Gadis itu cukup mumpuni memetik gitar walau dengan Accord yang terbatas, tetapi cukup bisa memainkan beberapa lagu yang bermelodi slow.
"Kalau lo bingung, itu lagunya Nadin Amizah, judulnya Seperti Tulang. Gue sering dengerin kalau lagi inget gimana dulu pernah di patahkan berkali-kali sama sesuatu. Tapi setelah gue denger lagu ini, gue sadar kalau mengikhlaskan jauh lebih penting. Yang namanya patah, bakalan kembali walaupun nggak sempurna seperti sedia kala. Namun cukup membuat kita bangkit kalau trauma apapun harus kembali bangun walau nanti tak tumbuh sempurna seperti dulu lagi. Luka akan membekas tapi bisa sembuh."
Grahita mengatupkan bibirnya sempurna. ucapan Lili sangat menyentil batinnya. Apalagi lagu yang Lili tadi bawakan. Cukup senyap namun memberikan dia makna yang luas.
Lantas mereka terdiam. Grahita lebih memilih menikmati pikirannya sendiri. Bergulat batin seperti tak ada habisnya. Perang antara amarah dan memaafkan. Mereka berlomba tetapi belum ada yang memenangkannya. Yang sementara bertahta hanyalah kebimbangan hati yang masih berburu jalan pulangnya dan Grahita masih tersesat di tengah jalan.
Lili kembali menyesap coklat hangatnya, lalu kembali melanjutkan kalimatnya, "Dendam dan amarah adalah dua hal yang saling berkaitan, menari dan membelenggu alam bawah sadar. Gue tahu luka lo udah amat dalam Ta, tapi bangkitlah, lo masih punya masa depan. Jangan merusak diri lo lebih dalam. Cukup lo selama ini larut dalam luka. Bukannya gue mengentengkan perasaan lo, tapi bukankah memaafkan itu lebih baik? Luka memang ada, tapi setidaknya batin lo harus pulih, cari kebahagiaan lo sendiri. Cukup lo terpenjara masa lalu." Ucap Lili pelan bersamaan dengan angin malam yang terasa mendingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Dan Suara
ChickLitBukan waktu yang singkat bagi Grahita Sembrani Pramonoadmodjo untuk menghapus bayang-bayang penghianatan cinta. Hampir sepanjang 25 tahun hidupnya, ia hidup dalam minimnya kasih sayang dan cinta. Cinta pertamanya kandas tak bersisa, hanya sekedar ke...