YES OR NO

28 19 30
                                    

YES OR NO.

5 Tahun lalu.

“Gua harus bales apa, Din?” tanya Fira bingung sambil memegang sebuah kertas kecil ditangannya. Dina, teman sebangku Fira hanya tersenyum sambil mengangkat bahunya acuh.

“Bantuin dong! Kasih saran...” bujuk Fira merengek sambil menggoncang pelan tubuh Dina.

“Dina, Please...” bujuk Fira lagi, kali dengan puppy eyes andalannya.

“Itu pilihan lo, Ra. Kalau gua kasih saran tapi malah ga baik buat lo kedepannya, gimana? Ini masalah hati, gua ga ngerti perasaan lo dan dia.” jawab Dina dengan lembut berharap temannya itu mengerti.

Fira terdiam, dia bingung. Kertas yang saat ini ia pegang berisi pernyataan cinta dari laki-laki yang memang sudah ia kagumi sejak awal masuk SMP Darma, tepatnya 5 bulan yang lalu. Tapi, yang menjadi permasalahannya, orang tuanya sama sekali tidak mengizinkannya berpacaran. Sejujurnya ia sangat ingin menerima lelaki itu, bagaimana tidak? Sudah tampan, pintar dan menjadi kesayangan guru pula. Tetapi disisi lain wajah ibunya yang sedang memarahinya karena ketahuan berpacaran seolah seolah berputar di kepala nya.

“Bingung, Din...” ujar Fira dengan nada sedih, ia menolehkan kepalanya kebelakang dimana tempat lelaki itu berada. Mata mereka saling bertubrukan dan lelaki itu tersenyum kearahnya, dengan cepat Fira langsung memutuskan kontak mata itu, bisa mati karena sakit jantung dia jika terus terusan ditatap seperti itu.

“Itu hak lo, Ra. Lo mau bales apapun disurat itu juga terserah lo, kuncinya cuman dihati lo. Lo mau atau engga,” ujar Dina lagi sambil fokus menatap kearah guru yang sedang menjelaskan.

Fira kembali menatap kertas yang ada ditangannya, dengan perlahan ia mengambil pulpen lalu menulis di kertas itu.

Kasih waktu ya? Hari kamis bakalan aku jawab, hehe.

Fira menghembuskan nafasnya. Ini masih hari selasa, berarti masih ada dua hari lagi untuk dia memikirkan baik-baik jawaban yang tepat. Ia sedikit mencondongkan kepalanya kebelakang, matanya menatap was-was kearah guru yang sedang menulis entah apa didepan karena sedari tadi ia tidak memperhatikan, dengan penuh perhitungan ia melemparkan kertas itu dan

Hap! Untungnya kertas itu tepat sasaran. Fira langsung membalikkan badannya untuk menyelamatkan dirinya dari guru yang bisa saja menangkap basah dirinya.

Tak berselang lama, bel berbunyi tanda pergantian pelajaran. Pelajaran selanjutnya adalah pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Ria nama gurunya. Bisa dibilang ibu ini pandai membaca fikiran orang lain, sehingga banyak murid yang takut jika berhadapan dengannya. Dan sayangnya, Iqram. Lelaki yang disukai dan menyukai Fira adalah Murid kesayangan Bu Ria.

“Sampai mana pelajaran kita semalam?” tanya Bu Ria menatap anak muridnya.

“Teks Observasi, buk!” ujar para murid kompak. Jangan salah, walaupun banyak yang takut kepada bu Ria, tetapi kalau masalah belajar dan bercanda, Bu Ria jagonya. Entah bagaimana caranya, tetapi jika belajar pelajarannya terasa seperti lancar dan tidak ada masalah.

“Okeh, kita lanjutkan catatan kita ya, buka hal—” ucapan Bu Ria terhenti ketika Dina mengangkat tangannya sambil tersenyum lebar.

“Kenapa, Dina?” tanya Bu Ria lembut.

“Iqram dan Fira pacaran, buk!” ujar Dina sambil memberikan surat yang menjadi saksi bisu pernyataan Iqram tadi, entah bagaimana cara ia mendapatkan surat itu, tidak ada yang tau.

Ucapan Dina mampu membuat seisi kelas syok, termasuk Fira. Padahal rencananya tadi Fira akan menerima Iqram dengan syarat untuk merahasiakan hubungan mereka dari siapapun.

“Kok lo kasih tau, sih?” tanya Fira bingung sekaligus kecewa. Jika begini ia tidak akan mungkin menerima Iqram menjadi pacarnya.

“Gapapa, seneng aja jahilin lo.” ujar Dina sambil tertawa. Dalam hati Fira ingin memaki, tapi tidak mungkin ia setega itu.

Bu Ria menatap tajam anak kesayangannya itu. “Benar itu, Iqram?” tanya Bu Ria.

“Belum pacaran, buk.” ujar Iqram menyengir sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Kenapa?” tanya Bu Ria bingung. “Kamu tolak anak saya, Fira?” tanya Bu Ria menatap lurus kearah Fira yang membuat Fira langsung gelagapan.

“E-engga buk,” ujar Fira gugup.

“Iqram, kamu kedepan. Masa ungkapin cinta lewat surat, ga jantan banget kamu. Ungkapin langsung, dong.” ujar Bu Ria. “Fira, kamu juga.” lanjut Bu Ria lagi yang membuat Fira ingin menghilang dari Bumi saat itu juga.

Fira dan Iqram berdiri dihadapan teman sekelasnya. Fira berdiri dengan gugup, ia meremas rok birunya sebagai pengalihan, sedangkan Iqram hanya menyengir polos yang selalu menjadi andalan pria itu.

Teriakan 'Cie-cie' terdengar jelas membuat wajah Fira merah padam, antara malu dan juga senang.

“Coba ungkapin perasaan kamu,” perintah Bu Ria kepada Iqram yang membuat Iqram langsung kaget.

“Jangan gitulah, buk.” ujarnya menolak sambil menyengir. Lelaki ini, dengan kondisi apapun pasti akan menyengir, untung tampan jika tidak pasti sudah disangka orang gila.

“Cepet!” sarkas Bu Ria sambil memelotkan matanya, bermaksud menyuruh sambil bercanda.

“Eits, tunggu dulu buk. Kasian Fira berdiri aja. Nah duduk, biar so sweet.” ujar Vicky tiba-tiba sambil membawa bangku tempat duduknya. Suara teriakan semakin menggema, Fira kesal tapi juga malu. Ingin rasanya ia membuang teman sekelasnya satu itu.

“Duduk, Ra. Pendarahan kamu nanti,” ujar Bu Ria sambil menunjuk kursi—yang dibawa oleh Vicky tadi—mengunakan dagunya.

“Coba ungkapin perasaan kamu ke dia, kayak laki-laki, jangan main surat-suratan kayak anak-anak.” ujar Bu Ria lagi.

Iqram menyengir lagi, ia menatap Fira yang duduk diatas kursi dengan gugup. “Eh... Aku..”

“Aku apa Iqram?” tanya Bu Ria berniat mengganggu.

“Itu.. Aku.. Mau...”

“Mau apa? Yang bener dong!” ujar Bu Ria sambil menahan tawanya.

“Ibu jangan ganggu dong, susah ini.” Protes Iqram. Bu Ria tertawa melihat tingkah lucu anak kesayangannya itu.

“Aku.. Kau... Mau..” ujar Iqram gugup sambil menyengir tentunya. Fira menahan nafasnya, ia tidak bisa begini. Didalam otaknya hanya terfikir ibunya yang akan marah jika ia menerima Iqram.

“Aku suka samamu, mau ga jadi pacarku?” ujar Iqram cepat. Seluruh kelas meneriakinya bahkan ada anak murid kelas sebelah yang malah kepo dan melihat dari jendela kaca kelas VII-A.

“Engga.” ujar Fira pasrah. Bu Ria dan teman-temannya terkejut, Fira itu seperti sedang menolak sebuah berlian secara mentah mentah.

“Kamu kenapa nolak anak saya?” tanya Bu Ria bingung.

“Takut dimarahi ibu saya, bu.” jawab Fira jujur, ia bukan anak yang terlalu taat. Tetapi, jika masalahnya adalah pacaran sepertinya ia memang tidak boleh melanggar jika tidak ingin habis dimarahi oleh ibunya.

“Kuaduin ibumu nanti kau, kapok.” ujar Vicky yang berada ditempat duduk barisan depan. Vicky adalah ketua kelas sekaligus saudara dekatnya maka dari itu Vicky bisa mengenal ibunya Fira.

Fira pucat pasi, padahal ia sudah menolak Iqram tetapi tetap saja takut akan apa yang terjadi kedepannya, ia berdiri pamit untuk kekamar mandi. Ia lelah, padahal sejak tadi ia hanya duduk manis saja, tetapi rasanya ia habis melewati ujian yang begitu berat. Tapi saat ini ia hanya merasa menyesal, menyesal memberitahu Dina bahwa Iqram menyatakan perasaannya kepada Fira.

To Be Continued.

Maaf, jika part ini akan gaje.
Aku masih amatiran, ehek.
Please Vote and Komen^^
See you!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 10, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ZanaraaWhere stories live. Discover now