Acara lantas masuk sesi intinya. Beberapa ibu-ibu sudah dibagi dalam kelompok masaknya. Kali ini mereka mendapat tantangan untuk memasak masakan nusantara. Walaupun Grahita tak begitu prefer ke masakan nusantara, tetapi ia cukup paham. Hal ini pun tak lepas dari konsep acara yang ada.

Grahita merasa lebih beda kali ini. Berada di antara ibu-ibu dan kerempongannya membuat suasana baru di hatinya. Ia merasa menemukan sesuatu yang unik di sini. Ia merasa bisa melepaskan dirinya dan menemukan kenyamanannya.

Awalnya Grahita hendak menolak karena takut tak bisa membawa suasana dengan baik. Ia takut terlihat garing dan tak menarik lagi. Namun Dirga menyakinkan bahwa public speakingnya bagus. Hanya saja Grahita lebih suka diam dan cuek.
Berbicara tentang Dirga, Grahita teringat sesuatu hal.

"Taklukan ketakutan lo, Ta. Taklukan segala macam hal-hal yang membuat diri lo merasa tak mampu. Lo bisa kok! Katanya lo mau jadi chef hebat? Maka buktikan sekarang juga! Mulai dari hal kecil. Lo bisa berbicara di depan cermin. Cara menjelaskan lo itu enak, cuma lo pendiam sehingga terkesan garing menurut lo. Coba sekali-kali lo keluar dari zona nyamanmu. Let's be try. Kalau lo nggak nyaman ko bisa stay di zona nyaman lo dulu atau nggak lain. Intinya coba aja. Kesempatan dan keberuntungan nggak datang ganda. Mereka datang satu kali. Lebih baik gagal di kesempatan itu daripada lo nggak mencobanya sama sekali."

Grahita merasa lebih dihargai sekarang. Bukan maksud mencari perhatian di tengah-tengah acara ini. Tetapi lebih ke arah bagaimana orang melihat dirinya. Jika dulu orang melihat Grahita dengan berbagai anggapan negatif, sekarang ia dilihat sebagai orang yang menguasi di bidang tertentu.

"Bu, kalau masak biar santannya nggak pecah caranya gini ya-"

Grahita mengitari stand ibu-ibu dan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang ditanyakan ibu-ibu. Beberapa kali ia juga menjelaskan tentang resep dan teknik tertentu yang ia dapat dari sang oma. Grahita sangat bersyukur bisa memiliki oma Shinta yang menjadi mentor masakan nusantara ketika remaja dulu. Ia belajar dengan omanya mengenai masakan nusantara. Selain itu, Grahita membeli buku resep dimana ia membeli dengan uang tabungannya sendiri. Mengenang masa itu, membuat Grahita merasa sedih dan terharu secara bersamaan. Cepat-cepat ia menghalau pikiran sedihnya yang mulai menyerangnya itu.

Kembali Grahita mengitari ibu-ibu yang sedang melaksanakan lomba memasak. Sesekali ia berbincang dengan ibu-ibu lainnya. Disituasi seperti ini, Grahita berusaha melawan rasa cuek dan juteknya. Ia harus bisa menjadi Grahita yang ramah dan itu, sulit. Berkali-kali ia harus memantapkan dirinya bahwa menjadi ramah untuk terlihat baik pun tak masalah.

Tak terasa acara lomba masak telah selesai. Jarum jam menunjukkan pukul 13.00 WIB. Grahita mengucapkan terima kasih atas jamuan makan siang di sana. Dalam jamuan makan siang itu pun ia nampak lebih aktif dengan berbicara dan menyahuti ucapan ibu-ibu.

"Terima kasih banyak ya chef Grahita. Saya selaku perwakilan ibu-ibu mohon maaf apabila ada kekurangan dalam menyambut chef kali ini. Semoga chef nggak kapok buat menebarkan ilmu ke ibu-ibu. Sekali lagi terima kasih ya chef," ujar salah satu perwakilan acara yang bertugas mendampingi Grahita selama acara berlangsung.

Aksara Dan SuaraOnde histórias criam vida. Descubra agora