87 : Seutas Perpisahan

Start from the beginning
                                    

Sementara itu, Tama sedang duduk melamun di pinggiran Malioboro, tatapannya kosong, tubuhnya berada di sana, tetapi pikirannya melayang entah kemana.

Suara biola milik Sherlin memecah lamunannya, ia memandang Sherlin yang bermain biola sambil di kelilingi orang-orang. Tanpa sadar, Tama tersenyum, hingga ia melihat empat orang mahasiswa yang sedang tertawa bersama di kursi yang tak jauh dari Sherlin. Tatapannya terfokus ke arah anak-anak itu, sambil membayangkan bahwa yang berada di sana adalah dirinya, Dirga, Ajay dan Andis.

"Dor!" Lagi-lagi Sherlin memecahkan lamunannya.

"Jangan bengong, ayo kita duet." Sherlin mengajak Tama untuk bermain musik bersama, lebih tepatnya meminta Tama untuk mengiringi permainannya. Sambil beranjak, Tama mengambil ponselnya dan memberikan pesan kepada Aqilla untuk menemuinya di Malioboro.

Tama : Kita ketemuan di Malioboro, depan raminten, ada yang mau aku kenalin sama kamu.

Aqilla : Meluncur~

Aqilla segera menuju Malioboro, sebenarnya ia sedang melakukan penelitian untuk skripsinya, tetapi ia tak bisa mengabaikan Tama yang sendiri tanpa Mantra.

Sesampainya Aqilla di Malioboro, ia segera menuju tempat yang Tama sebutkan. Aqilla melihat Tama yang sedang bermain musik bersama seorang gadis kecil, mereka begitu senada, dengan outfit berwarna gelap dan membawa lagu blues yang tergolong lumayan sulit untuk anak seusia itu, dan yang lebih membuat Aqilla terpana adalah, kekasihnya hanya menjadi pengiring, sedangkan gadis itu yang bermain solo biola dan menjadi pemeran utamanya.

Gila, epic banget skillnya, batin Qila melihat permainan Sherlin.

Tama berhasil menangkap Aqilla dengan matanya, setelah permainan berakhir, ia menuntun Sherlin untuk bertemu dengan Aqilla. Sherlin menatap Aqilla yang sedang memandangnya.

"Hallo," sapa Qila ramah pada gadis kecil itu.

Sherlin tak menjawab, ia hanya menatap Aqilla bingung. Sherlin memang jarang berbicara dengan orang lain selain Tama.

"Aqilla, ini Sherlin. Sherlin, ini Aqilla." Tama memperkenalkan mereka.

"Aqilla itu, siapa?" tanya Sherlin polos.

"Dia itu calon istri, Kak Tama," ucap Tama sambil melirik Aqilla.

"Calon istri?" tanya Sherlin.

"Preeet!" ledek Aqilla.

"Kalo ini Sherlin, Adik aku--" Belum sempat Tama mengenalkan Sherlin, gadis itu memotong.

"Bukan!" ucapnya agak keras.

Tama terkejut, tak biasanya Sherlin bersikap seperti itu. Wajahnya tampak murung, seperti ragu akan sesuatu, matanya terus menatap tanah. Aqilla dan Tama saling bertatapan, seolah Aqilla berkata, "kenapa tuh?" sedangkan Tama hanya mengangkat bahunya, seolah berkata. "Ga tau."

"Sherlin udah ga mau jadi adiknya, Kak Tama!" Sherlin menarik tangan Tama, ia berjalan ke arah Aqilla sambil menggandeng Tama dan menarik tangan Aqilla juga. 

"Sherlin mau jadi anaknya, Ayah Tama sama, Bunda Aqilla," ucapnya sambil menggandeng tangan Aqilla dan Tama. Matanya tak berani menatap Tama atau pun Aqilla.

"Boleh?" sambung anak jalanan yang sejak kecil sudah hidup yatim piatu itu.

Tama menatap Aqilla yang tersenyum gemas pada Sherlin, Qila hanya mengangguk pada Tama. Mereka berdua mengangkat tangan Sherlin, sehingga anak itu terangkat, bergelantungan di antara tangan Tama dan Aqilla.

"Boleh kok," jawab Qila.

Tak perlu penjelasan Tama, Aqilla sudah paham siapa anak ini. Tama tak mungkin melakukan sesuatu yang merepotkan, jika ia bersama anak ini, berarti ada alasan di balik itu semua, dan Aqilla tak perlu tau itu sekarang. Ia hanya percaya pada prianya.

Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now