Child Curse

143 31 1
                                    

Suasana menjadi hening. Walter yang semula begitu heboh, tidak bisa melontarkan kata-kata lagi dari mulutnya. Ayah Walter pun hanya bisa mengangguk mengerti.

"Jadi ini maksudmu.." ujar ayah Walter. "Kau membohongi ayah soal keberadaan harta karun hanya untuk menguak misteri hilangnya peralatan-peralatan di rumah kita?"

"Be..benar ayah. Memang itu maksudku." jelas Walter gugup. "Tapi peralatan itu tidak seharusnya berada di sini."

Sebuah jawaban yang jujur dari Walter, namun jawaban itu justru membuat ayahnya semakin geram. "APA LAGI MAUMU HAH!? Kau ingin ayah menelusuri tanah hanya untuk mencari peralatan yang lain? Kau pikir ayah punya waktu untuk itu?! Tidak bisakah kau melakukan itu di hari libur kerja?!"

"Kita tidak punya waktu lagi." Ujar Walter masih berusaha meyakinkan ayahnya. "Peralatan kita tidak menghilang, tapi dicuri dan disembunyikan. Sudah seharusnya kita melacak dan menangkap pencuri itu. Karena itulah aku ingin menunjukan tempat persembunyian mereka."

"Tempat persembunyian mereka?" tanya ayah Walter menyindir. "Maksudmu mereka sedang bersembunyi di goa atau bergelantungan di pohon? Jangan bercanda! Kau sudah membuang-buang waktu ayah yang berharga. Sekarang kau ingin ayah menemukan tempat persembunyian para pencuri palu kecil dan peralatan murahan lainnya?"

"Peralatan murahan!?" ungkap Walter kesal. "Keadilan harus ditegakan ayah! Bagaimana mungkin ayah bisa mengabaikan kejahatan demi waktu yang ayah sia-siakan untuk mencari uang? Dan lagi, mereka tidak bersembunyi di goa. Mereka punya markas di bawah tanah. MEREKA PUNYA BUNKER BESAR. Bunker yang bisa menampung berpuluh-puluh penjahat di dalamnya. Bagaimana kalau mereka mulai mengumpulkan orang untuk merampok desa ini!?"

"SIMPAN OMONG KOSONGMU WALTER. Ayah sama sekali tidak melihat Bunker besar yang sudah kau elu-elukan itu. Jika kau ingin berbicara lagi, maka lakukanlah itu setelah kita kembali."

Ayah Walter segera menangkap pergelangan tangan Walter. Menarik pemuda itu, memaksanya untuk pulang. Walter yang masih ingin melawan terus meronta-ronta. Berusaha untuk tetap di sana, mencari letak Bunker kami yang sesungguhnya. Namun kekuatannya tidak bisa menandingi ayahnya. Yang bisa dia lakukan hanyalah mencaci maki dan mengutuki adiknya.

"SIALAN KAU MILTER! AKU TAHU KAULAH YANG ADA DIBALIK PENCURIAN INI! DASAR PENGECUT!"

Tanpa banyak bicara ayah Walter segera melayangkan pukulan ke wajah Walter. Membuat pipinya memar tidak karuan. Milter yang masih berdiri di sana mulai kehilangan ketenangannya. Tubuhnya bergetar ketakutan. Perasaan takut dan bersalah mulai menghantuinya. Membuatnya tidak bisa menatap kedua anggota keluarganya itu.

"APA LAGI MAUMU HAH!?" seru ayah Walter penuh amarah. "Sekarang kau menuduh adikmu mencuri?! Cukup sudah omong kosongmu tentang keadilan bodoh ini! Lebih baik kau tidak usah belajar hukum!"

Walter yang masih berusaha berdiri, mengusap memar di pipinya.

"Apa? Aku tidak bisa mendengar ayah?" ungkap Walter menyindir. "Jadi ayah melarangku untuk menjadi penegak keadilan? Ayah pikir ayah bisa mengendalikan hidupku seenaknya?" Walter memandang ayahnya, dengan tatapan tajam penuh amarah. "Dengarkan ini baik-baik ayah. Suatu saat, aku akan menjadi seorang Sherif. Sherif yang akan menangkap para penjahat. Dan kuharap AYAH AKAN DIBUNUH OLEH PARA PENJAHAT ITU!"

Pukulan kedua pun kembali melayang di wajah Walter. Diikuti oleh pukulan ketiga. Kemudian tendangan, pukulan, dorongan, tendangan. Kemurkaan ayahnya membuat tubuh Walter babak belur. Hingga Walter terlalu lemah untuk bisa membuka matanya lagi.

***

Kids Bunkerजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें