13

34.6K 10.2K 4.3K
                                    

"Kyu, gue mohon bertahan sebentar lagi."

Jihoon menangis melihat teman yang selalu terlihat ceria kini terbaring tak sadarkan diri dengan darah membasahi sebagian wajahnya, begitu juga pakaiannya.

Yoonbin pun sama, dalam hati ia menyalahkan dirinya karena terlambat menyelamatkan Junkyu.

Derap langkah kaki dari petugas medis yang berlarian mendorong bangsal menuju ruang IGD membuat orang-orang menjadikan mereka sebagai pusat perhatian.

Ketika bangsal memasuki IGD, seorang dokter berdiri menghalangi Jihoon dan Yoonbin. Senyum teduh ia tunjukkan. "Maaf, kalian tunggu disini ya. Kami akan berusaha semaksimal mungkin."

"Saya mohon tolong Junkyu, dia anak baik," pinta Jihoon berurai air mata.

Dokter itu mengangguk, lalu masuk ke dalam sebelum pintu IGD tertutup sempurna. Keheningan menyelimuti mereka, hanya isakan pelan Jihoon yang terdengar.

Jihoon menyesal. Kalau dia tidak menjahili Junkyu, pasti Junkyu baik-baik saja. Kalau dia tidak lari, tawa Junkyu pasti ia lihat.

Berbeda dengan Jihoon, Yoonbin justru marah. Bisa-bisanya orang yang menabrak Junkyu malah kabur, bukan bertanggungjawab.

Untung saja dia sempat melihat plat mobilnya, dia akan melaporkan kejadian ini kepada polisi.

"Bin, Junkyu bakal baik-baik aja, kan?"

"Pasti, kita belum terlambat selamatin dia."

"Tapi kalau-"

"Jangan berpikir negatif, Junkyu pasti baik-baik aja."

"Yoonbin..."

Yoonbin tersenyum, mengusap pundak Jihoon menyalurkan semangat. "Dia pasti baik-baik aja, percaya sama gue."

This must be crazy love

Ponsel Jihoon berdering, namun ia tak berminat mengangkatnya. Biarkan saja, hatinya sangat kacau.

Tapi ponselnya terus berdering, membangkitkan kemarahannya. Dengan kasar ia rogoh kantung celananya, mengambil ponselnya dan mengangkat panggilannya.

"Siapa sih?! Jangan telpon gue sekarang!" Bentaknya kepada si penelepon.

"Santai dong santai! Gue Haruto!"

"Ngapain telpon?! Bikin emosi gue naik aja!"

"Gue telpon lo karena mau kasih kabar, kenapa sih marah-marah?!"

Yoonbin merebut ponsel Jihoon, mengambil alih panggilannya. "Maaf To, situasinya lagi gak bagus. Ada kabar apa?"

"Jeongwoo korban selanjutnya, trauma Kak Hyunsuk kambuh, Kak Yoshi pingsan, gue harus gimana woi?!"

"Lo dimana? Kebetulan gue sama Jihoon ada di rumah sakit yang sama, biar gue susul kesana."

"Gue sama Kak Jaehyuk lagi coba tenangin Kak Hyunsuk, kita gak berani tinggalin mereka disini. Tolong bawa orang kesini, gue takut..."

Yoonbin mengernyit. "Doyoung sama Mashiho kemana?"

"Tadi sih... Kak Mashiho bilang mau ajak Kak Doyoung ke taman belakang rumah sakit."

"Apaan," gumam Jihoon mendengus kesal. "Gue aja liat mereka berdua jalan-jalan di koridor depan."

Yoonbin mengernyit lagi. "Asahi?"

"Nah, itu dia. Ditelpon gak bisa, dichat juga gak dibales. Mungkin karena lagi tidur jadi gak-"

Tut!

"Loh, kenapa dimatiin?!" Seru Jihoon kesal.

Yoonbin panik, melempar ponsel Jihoon ke pemiliknya. "Lo tunggu disini, gue mau cari Asahi."

"Ta-tapi kan-"

"Asahi tau banyak, dia pasti dalam bahaya."




















































"Habis ini mau gimana, Doy?"

"Gimana apanya?"

"Jangan pura-pura gak paham."

"Lo gak liat?" Doyoung langsung sinis. "Gue belum pulih, nanti jahitannya lepas lo mau jahit lagi?"

Mashiho tertawa. "Jahit tinggal jahit, apa susahnya?"

"Lo kayak psiko, sumpah."

"Makasih, gue akui itu. Tapi bukan itu yang mau gue bahas, apa yang bakal lo lakuin selanjutnya?"

"Nanti aja deh, banyak masalah hari ini. Ayo balik, gue mau tidur."

"Siapa suruh pasien jalan-jalan," cibir Mashiho menjitak kepala Doyoung.

"Dih, kan lo yang ngajak," balas Doyoung tak terima dijitak.

"Oh ya." Mashiho tiba-tiba teringat sesuatu. "Tentang Kak Yoonbin, menurut lo gimana?"

"Biasa aja, keliatannya dia butuh waktu untuk kalahin badutnya."

"Santai banget."

"Hidup itu harus dibawa santai, bro."

"Sst, udah udah. Ayo balik, gue juga mau tidur."

Mashiho membantu Doyoung berjalan membawa tiang infusnya, mengusak surai merahnya dengan gemas.

Dia jadi ingin Doyoung cepat-cepat keluar dari rumah sakit, membahas sesuatu disini sangatlah tidak aman. Kalau terjadi sesuatu, itu bisa membuat kegaduhan dimana-mana.

Mashiho terkikik tanpa suara, semoga saja si badut menuruti permintaannya hari ini.

Tanpa mereka sadari, Asahi memperhatikan keduanya dari jauh. Awalnya dia diam tanpa ekspresi, sebelum sudut bibirnya terangkat membentuk smirk penuh arti yang dimengerti oleh dirinya sendiri.

Asahi mulai paham bagaimana kelanjutannya. Namun, tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan. Apakah ia protagonis? Antagonis? Atau netral?

Tidak ada yang tahu. Karena itu, Asahi akan diam sampai saatnya tiba.

Clown | Treasure ✓Where stories live. Discover now