Seperti biasa, ketika beli istirahat berbunyi. Sarah segera menuju ke rooftop, tetapi kali ini ada beberapa lelaki yang mengikutinya, mereka adalah anak-anak yang menunggu jawaban Sarah, yang selalu saja menghindar saat ditembak.

Yah gimana ini?

Tiba-tiba saja Tama lewat, kali ini ia tak berada di atas lebih dulu seperti hari-hari sebelumnya. Ia baru keluar kelas. Dengan gitar di punggungnya, Tama berjalan hingga berada di tengah-tengah Sarah dan kerumunan laki-laki itu.

"Itu, si anak pembawa sial ...,"

"Gimana nih? Apa kita pergi aja?"

Samar-samar, Sarah mendengar bisikan-bisikan yang kurang enak di dengar dari para lelaki itu. Ia menatap Tama dalam-dalam.

Apa selama ini, Tama selalu berada di atas, karena ga punya teman? Terus teman-teman dia yang tadi pagi, kemana?

Tama menyadari bahwa Sarah merasa tak nyaman dengan orang-orang ini.

"Minggir," tuturnya menekan para orang-orang ini.

Seketika hawa di sekitar mereka berubah, Sarah juga merasakan tekanan yang sangat membuatnya tak nyaman, dan itu keluar dari seorang Retsa Pratama.

"Mau apa lu?" ucap seorang pria yang berbadan agak kekar dan berkulit hitam.

Tama membuka sarung tangan hitamnya, "jangan suka ganggu pacar orang," ucapnya sambil bersiap mencengkram wajah orang yang bertanya padanya tadi.

"Kita pergi aja yuk, dari pada jadi ketularan sial."

Mereka pergi meninggalkan Tama dan Sarah. Tama mengenakan kembali sarung tangannya. Ia mengisyaratkan pada Sarah, dengan gerak kepalanya, untuk berjalan ke rooftop.

"Jangan suka ganggu pacar orang?" tanya Sarah.

"Kamu udah punya pacar kan?"

"Belum," jawab Sarah.

Tama berpikir, wanita secantik Sarah pasti sudah memiliki pacar, makanya ia berkata seperti itu. Namun, yang terjadi malah, ia tanpa sadar membangun mindset untuk orang-orang tadi, bahwa Sarah adalah pacarnya.

"Kenapa mereka semua bilang kamu bawa sial?" ucap Sarah yang gemetar, ia masih merasa tertekan dengan kehadiran Tama, entah apa yang sudah Tama lakukan tadi, bahkan ia membuat orang-orang yang berkerumun tadi pergi semua. Sarah menatap ke arah sarung tangan milik Tama.

"Kalo kamu takut, kamu bisa turun lagi." Tama meneruskan langkahnya menaiki anak tangga, sementara Sarah berhenti melangkah. Tama hari ini berbeda, ia terlihat sangat menakutkan, belum lagi, pembawa sial? Apa maksudnya itu.

Tama membuka pintu menuju rooftop, ia menatap Sarah yang berhenti melangkah, jarak mereka berkisar enam anak tangga.

"Aku pikir kamu beda ...," bisik pria itu sambil memalingkan wajahnya dan meneruskan langkahnya.

Sarah sempat melihat sedikit raut wajahnya, wajah itu adalah raut wajah seorang yang bersedih, ia terlihat kesepian.

Tama duduk dan menatap orang-orang yang sedang bermain bola di lapangan. Ada Andis dan Dirga di sana, ia juga mampu melhiat Uchul yang sedang memalak teman-temannya yang culun, ada Tirta yang sedang membaca buku di bawah pohon ceri yang teduh dan Andis yang sedang mengintai para gadis dari kelas tiga.

Kruuuk~

Suara itu berasal dari belakang Tama, ya, suara keroncongan milik Sarah. Tama mengeluarkan kotak nasi dari dalam tas gitarnya, di dalam tas itu juga terdapat beberapa buku. Tama menjadikan tas gitar itu sebagai tas utamanya. Tama memberikan kotak nasi itu pada Sarah.

Sarah ingat betul, rasa masakan Tama yang menurutnya lezat. Tangan itu pandai memasak, mungkin ia hanya tak mau tangannya kotor, makanya ia menggunakan sarung tangan. Namun, pikirannya masih berada di beberapa waktu yang lalu, ketika Tama menarik sarung tangannya dan membuat para fans Sarah menjadi takut.

"Kamu kenapa pakai sarung tangan?"

Tiba-tiba kata-kata itu terlontar dari mulutnya.

Eh, salah ga sih? Nanya begitu.

Tama tak menjawabnya. Mereka saling diam untuk beberapa saat.

"Waaah nasi goreng!" ucap Sarah yang baru saja membuka kotak nasi itu.

"Aku makan ya?"

Tama hanya mengangguk.

"Paraaah! Enak banget, asli! Semua orang di dunia harus cobain."

"Hahahaha." Tama tertawa mendengar kata-kata Sarah. Ketika ia makan, ia justru terlihat mirip Andis yang banyak omong.

Pertama kalinya Sarah mendengar pria itu tertawa. Ia juga ikut tertawa mendengarnya.

Seperti biasa, setelah selesai makan dan minum, Sarah mengajari Tama gitar, kali ini ada dua gitar, tentu saja itu mempermudah pembelajaran. Tama tampak seperti orang yang biasanya, tak lagi menyeramkan.

Beberapa menit berlalu, bel tanda berakhirnya jam istirahat berbunyi, mereka kembali ke kelasnya masing-masing.

Sesampainya di kelas, teman sebangku Sarah yang bernama Anggita menanyakan hubungan antara Sarah dan Tama. Sebenarnya mereka itu cocok, Tama itu ganteng dan Sarah itu cantik, pasangan yang sempurna, satu orang pendiam dan satunya lagi supel, mereka saling melengkapi. Jujur saja Tama adalah anak yang misterius, ia jarang terlihat. Namun, pesonanya tak dapat dipungkiri, banyak wanita yang diam-diam memperhatikannya, tetapi mereka semua takut. Bukan tanpa alasan, itu semua karena ......

.

.

.

Tama pernah membunuh.

Tama pernah membunuh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now