Nakula tak ingin membebani sang ayah untuk bercerita. Kesehatan ayahnya saat ini lebih penting daripada hal yang akan dibicarakan.

"Tidak Nakula. Ayah tidak apa-apa. Ini hanya bicara santai," sahut Tuan Soeroso tenang di tempatnya.

Lalu mata tua itu menatap satu persatu anggota keluarganya itu sebelum berbicara.

"Lama eyang mendamba seperti ini. Anak menantu dan cucu bisa berkumpul bersama. Benar kata teman ayah dulu, di hari tua nanti, kebersamaan dan kehangatan keluarga lah yang lebih berharga daripada uang dan kemewahan dunia lainnya."

Semua diam mendengar ucapan Tuan Soeroso. Mereka terdiam mendengar keluh kesah laki-laki senja yang seharusnya mendapatkan kehangatan dari keluarga itu.

Mata tua Tuan Soeroso itu nampak berkabut, namun sebisa mungkin beliau kaburkan dengan tersenyum tipis. Lalu ia menatap cucu tertuanya, Yosi.

"Eyang ucapkan selamat kepada Yosi, sebentar lagi kamu menikah kan nak?" tanya Tuan Soeroso kemudian.

Yosi mengangguk sebagai jawabannya. Lalu Tuan Soeroso melanjutkan ucapannya.

"Siapkan pernikahan terbaik ya Yos. Eyang ingin melihat kamu menikah secara khidmat dan penuh makna. Eyang terserah kamu memakai adat dan cara apa."

Yosi tersenyum singkat, "Yosi sudah merencanakan secara matang, Eyang. Kami sepakat mengusung adat Bugis kali ini karena mama yang berasal dari Bugis serta calon Yosi yang juga keturunan Bugis dari pihak neneknya. Untuk resepsi kemungkinan Yosi pakai konsep lebih santai."

Tuan Soeroso mengangguk di tempatnya. "Bagus kalau begitu, undang semua kolega eyang dan kalian juga. Eyang nggak mau pernikahan biasa saja kali ini," ujar eyang dengan senyuman tipisnya.

"Baik eyang," jawab Yosi.

Lantas pembicaraan sudah mulai merambah ke arah bisnis dan perusahaan. Mereka membahas dengan semangat bahkan ketika Tuan Soeroso baru saja sembuh dari sakitnya.

Sementara itu, Grahita sudah mulai bosan ketika membahas perihal keluarga, uang, kedudukan, serta harta. Ia ingin kabur tetapi tak bisa.

"Oh iya, bagaimana restorannya, Ta?"

Kini gantian Tuan Soeroso bertanya pada Grahita yang sedari tadi terdiam. Lantas gadis cantik itu menatap sang eyang.

"Baik lancar."

Tuan Soeroso mengangguk, "syukurlah. Semoga lancar dan sukses selalu."

Grahita tersenyum singkat dan mengangguk pelan. Tak ada jawaban terbaik selain mengangguk dan tersenyum.

Getaran gawainya membuat Grahita sejenak menunduk. Sementara itu, Tuan Soeroso berbicara dengan kedua putranya dan yang lainnya. Namun hal itu tak menghalangi orang-orang di sana untuk tahu jika Sadewa diam-diam memperhatikan setiap gerak sang putri.

Dirga : 'gue lagi ada project dan disuruh cari juri buat acara demo masak, lo mau nggak Ta gue ajuin?'

Grahita mengerutkan dahinya. Lalu ia membalas cepat pesan Dirga itu.

'Juri demo masak kayak apa dulu?'

Dirga : 'sejenis acara demo masak ibu-ibu sih dalam rangka ulang tahun organisasi mereka gitu. Masalah fee, gampang lah nanti lo bisa atur bareng koordinator acaranya. Pokoknya kalau bisa ambil aja, Ta. Kesempatan lo buat dikenal banyak orang dan yah lo dapat privilege.'

Aksara Dan Suaraजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें