77 : Sebuah Rahasia

Start from the beginning
                                    

"Wanjir!" Andis terkaget, ia membanting hp Uchul.

"Gile lu, Ndro," Uchul mengambil hp nya dan menjitak kepala Andis.

"Kalo dugaan gua bener, semua atribut iblis ini, punya Mikail. Kalo iya, sekarang, lu punya kemampuan untuk buka portal ke dunia manusia," ucap Uchul yang sangat mengerti fungsi dari mata kanan Andis.

"Caranya?"

"Lu tutup kedua mata lu." Andis mengikuti kata-kata Uchul, ia menutup kedua matanya.

"Fokus. Tarik napas dalam-dalam pake idung lo, terus keluarin lewat mulut lo, cari ritmenya."

Andis melakukn hal yang Uchul ucapkan.

"Buka mata kanan lu."

Andis membuka mata kanannya, sebuah portal muncul di hadapannya.

"Coba lu masuk, Mil." Uchul menyuruh Emil untuk menjadi kelinci percobaan.

Emil mengerti posisinya, ia hanya seorang narapidana yang menjadi kelinci percobaan Uchul di sini.

"Yo, gua pamit," ucap Emil pada Tara, ia berjalan hingga melewati Uchul yang berada di depan portal.

"Entah kenapa, niat membunuh gua muncul, kalo liat muka lu," ucap Emil pada Uchul. Ia berjalan masuk ke dalam portal yang Andis buat, dan menyisakan tangan kanannya berada di luar. Dalam hitungan detik, tangan itu memberikan sinyal berupa jempol yang mengacung ke atas, dan disusul seluruh tubuh Emil masuk ke dalam portal itu. Uchul menyuruh semua orang untuk keluar menggunakan portal itu, hingga tersisa dirinya dan Tara.

"Bahkan, walaupun udah mati, lu tetep berguna ya, kekekeke."

"Yaudah, pergi lu sana! Ga seharusnya lu lama-lama di sini, arwah di sini bisa terkontaminasi bau busuk lu," balas Tara pada Uchul.

Apa yang terjadi, kalo gua keluar lewat portal lain? Uchul berjalan masuk ke dalam portal.

Uchul terbangun di tempat ia pertama kali masuk ke Alam Suratma.

Ga berdampak apa-apa, gua tetep balik ke tubuh asli.

Sedangkan semua orang-orang yang hilang itu, semua berada di Jogja. Mungkin karena mereka menghilang dengan raga mereka, jadi ketika mereka keluar, raga mereka berada di tempat portal itu membawanya.

Kasus ini di tutup, dan media merahasiakan tentang kejadian ini. Semua orang yang selamat sudah kembali ke tempatnya masing-masing. Sedangkan mereka yang meninggal, jasad mereka di bawa pulang melalui portal, ketika mereka semua keluar. Dan sudah di pulangkan sesuai data-data mereka, serta dimakamkan secara layak.

Seminggu telah berlalu setelah insiden Suratma.net.

Mira berkunjung lagi bersama teman-temannya yang kemarin.

"Hey," sapa Mira pada Andis yang menoleh ke arahnya, ketika mereka masuk. Mira menghampiri Andis dan memberikan sebuah kotak nasi. Andis mengerti maksud dari Mira.

"Oke, tunggu ya," ucap Andis yang berjalan ke arah Tama.

"Tam--" Mira menarik apron yang Andis kenakan.

"Itu buat kamu ... itu, aku yag masak sendiri ...," ucapnya berbisik.

"Serius?" tanya Andis.

Mira hanya menganggukan kepalanya. Matanya pengecut, keduanya tak berani menatap Andis.

Tama sudah terlanjur menoleh ke arah Andis. Tatapannya jelas berkata, apa?

Andis mengacungkan jari tengahnya pada Tama, sambil menyeringai. Tama membalasnya dengan memberikan jari tengahnya juga pada Andis dengan wajah datar.

Sepertinya setelah kejadian yang menimpa Mira, gadis itu berpindah hati. Ia jadi sering berkunjung ke mantra dan memberikan Andis sesuatu, setiap kali kedatangannya.

"Ga lu tembak aja? Kayaknya dia suka tuh," ucap Dirga yang menyadarinya.

"Gini-gini, gua setia loh," balas Andis.

"Setia? Sama kesendirian?"

"Sejujurnya, ada seorang wanita yang gua suka sih," ucap Andis sambil menatap ke luar mantra.

"Sekar?" tanya Dirga.

"Dia mah sesehantu, bukan seseorang, Dir," jelas Andis.

"Lantas--siapa?"

"Ada deh, rahasia," balas Andis sambil memeletkan lidahnya pada Dirga.

"Biar gua tebak, siapa orangnya." Dirga membisikan sebuah nama ke telinga Andis. Jelas terlihat dari raut wajah Andis, jika tebakan Dirga benar. Wajahnya tak percaya itu, jujur, ia tak sedekat itu pada Dirga, untuk bercerita hal-hal berbau romantisme atau percintaan.

"Dari mana lu tau?" tatapannya serius menatap Dirga, tajam.

"Ini cerita lama, ga butuh Ajay buat nebak gelagat lo yang lagi jatuh cinta, Dis--" tutur Dirga.

"Lu ga berani bercanda sama orang yang lu suka, di hadapan orang itu, lu itu lebih diem dari, Tama."

"Yah, tapi itu cuma asumsi gua sih, dan ngeliat gelagat lo--"

"Tebakan gua selama ini, bener, kan?"

.

.

.


Mantra Coffee ClassicWhere stories live. Discover now