Chika melihat ke arah sepatuku, dia menggelengkan kepalanya pelan. Aku masih belum kapok dengan high heel. Sebenarnya, aku hanya belum mempunyai uang saja untuk membeli sepatu yang lebih nyaman.

"Gajian nanti aku beli yang lebih pendek," tuturku membuat Chika tertawa pelan.

Tawaku dan Chika terhenti saat sosok Felix datang. Dia mengernyitkan dahinya melihatku, tetapi tidak mengatakan apa pun. Felix langsung menuju ruangannya, Chika mengikuti di belakang.

Aku menggerakkan pelan bahuku, pertanda aku tidak akan ambil pusing soal Felix. Aku memilih melanjutkan pekerjaanku, keluar gedung ini dan menyebrang menuju ruko laundry. Chika bilang, soal pembayaran nanti dia yang akan mengurus, karena Felix sering me-laundry baju di sana.

💌💌💌

Jam makan siang aku duduk di pantry kantor sendirian, sementara OG dan OB yang lain sibuk membelikan makanan karyawan-karyawan yang tidak bisa keluar untuk makan siang. Hanya Felix yang bisa memerintahku, sedangkan Felix pergi keluar makan siang dengan Pak Charles dan Chika.

Di depanku terdapat minuman sereal rasa cokelat. Semenyedihkan itu memang diriku, tidak sarapan pagi, makan siang hanya modal sereal cokelat dan beberapa biskuit di pantry kantor. Makan malam, untunglah Mbok Ani berbaik hati memberikanku makan.

Mantan Felix: Lo dimana?

Aku membaca chat yang baru masuk. Helaan napas lelah begitu saja keluar dari bibirku. Aku bahkan belum sempat meneguk minuman serealku.

Mantan Felix is calling

"Mau apa sih ini orang," gerutuku kesal. Meski begitu, aku tetap mengangkat panggilan Felix dan berkata, "Hallo, dengan Zemira di sini." Nada suaraku berubah menjadi lembut, bagaimana pun juga Felix atasanku.

"Ke lobi sekarang!"

"What the—"

Aku mendelik kesal pada ponselku. Felix mematikan panggilan begitu saja, tidak membiarkanku bertanya atau sekedar mengatakan iya. Benar-benar Felix sudah seperti jelmaan demon.

Aku bangun dari dudukku, memakai high heels-ku dengan benar dan meneguk serealku hingga habis sembari berdiri. Menuju watafel, aku mencuci gelas yang aku pakai dengan super kilat dan kemudian meletakkannya di rak pengering.

"Ambil satu dulu!" Aku mengambil sebungkus biskuit kelapa yang terlihat oleh mataku.

Aku berjalan cepat menuju lift, tentunya sembari mengunyah biskuit kelapa. Setidaknya, sampai lobi aku sudah menghabiskan biskuit dan lumayan mengganjal perutku. Harapanku hanya satu, aku dapat nasi kotak gratis seperti dua hari yang lalu dari Chika.

Beberapa orang yang naik lift bersamaku melirik-lirik penasaran, terutama ke arah high heels yang aku pakai. Memangnya seragam office girl dengan high heels kurang bagus? Atau justru mereka takut kalah oke denganku?

"Felix—" ucapanku terhenti saat melihat Pak Charles berdiri di hadapan Felix. Aku mengatupkan bibirku rapat-rapat, apa lagi ketika Felix melotot padaku. "Ada apa Pak Felix?" tanyaku meralat panggilanku menjadi lebih sopan.

Pak Charles menatapku dengan dahi mengernyit, dia memperhatikanku dengan seksama. Mampus, ini Pak Charles ingat tidak ya dengan diriku? Dulu aku dua kali bertemu dengan beliau, sekali sebelum pertunangan dan satu kalinya lagi saat pertunangan.

"Tolong kamu ambilkan berkas saya di rumah, ada di dalam ruang kerja saya. Di map cokelat," tutur Felix seraya mengulurkan kunci mobil ke arahku.

"Baik Pak," sahutku menerima kunci mobil Felix.

Aku menunduk sekilas pada Pak Charles, kemudian berjalan dengan cepat meninggalkan Felix dan Pak Charles. Apa lagi, Felix sudah memberikan kode mata dengan lirikan matanya. Pertanda, jangan sampai Pak Charles ingat denganku.

Bayangkan saja, aku bisa dipecat seketika oleh Pak Charles. Atau mungkin namaku akan langsung masuk blacklist, tidak bisa melamar kerja ke perusahaan-perusahaan besar. Aku bergidik ngeri membayangkan jika hal itu terjadi.

Mobil Felix terparkir di tempat khusus, berderet dengan semua mobil CEO dari anak perusahaan Caton Group. Untunglah aku cukup mahir dalam mengendarai mobil. Lagi pula, ada untungnya aku disuruh Felix ke rumah, bisa numpang makan dengan Mbok Ani. Dimasakin telur mata sapi dengan kecap saja aku sudah bersyukur.

Saat sebelum menjalankan mobil Felix, aku menatap gantungan yang ada di spion depan mobil Felix. Aku terdiam melihat gantungan boneka pasangan yang pernah aku berikan dulu untuk Felix. Aku tidak menyangka Felix masih menyimpan gantungan tersebut.

"Udah buluk banget lo!" tuturku sembari menepuk boneka pasangan itu, membuatnya bergoyang tidak jelas.

Aku tahu Felix orang yang bagaimana, dia hanya malas membuang benda-benda tidak penting seperti itu, atau mungkin dia lupa jika itu pemberianku. Jadi, tidak perlu berpikir bahwa Felix masih punya perasaan padaku, dia hanya jelmaan setan untukku sekarang!

💌💌💌

Gimana? Seru nggak?
Aku semangat banget nulis Felix sama Zemira ini. Mereka bener-bener menggemaskan guys! Kira-kira apa yang bakalan terjadi pada mereka?

Balikan?

Punya pasangan masing-masing?

Atau langsung nikah?

Yuk, komentar yang banyak biar aku semangat

Yuk, komentar yang banyak biar aku semangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumah Mantan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang